25

7.2K 589 21
                                    


"Vin, kenapa si lo sekarang berubah. Lo bukan Kevin yang gue kenal dulu." Ucap lirih Kenzo menatap ke arah depan tanpa melihat ke Kevin.

"Gue engga berubah Bang, emang dari dulu kek gini sifat gue. Lo nya aja yang ga tau gue kek apa." Balas apa adanya Kevin.

Jujur saja hati Kevin sesak saat Abangnya tidak memanggilnya dengan sebutan 'Adek' tapi nama. Dia sudah terbiasa di panggil Adik terlebih lagi terasa lebih nyaman.

Saat semua keluarga dan para Abangnya menemani Kevan di ranjang rumah sakit, Kevin memilih duduk di bangku taman seorang diri, lalu Kenzo datang dan tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Berarti selama ini gue engga bener-bener tau sifat lo yah?" Kekeh miris Kenzo mendengar jawaban Kevin. Ada rasa sesak di hatinya saat tau dia bukan orang yang benar-benar tau tentang kehidupan Kevin.

Entahlah, biasanya Kevin tidak pernah mengucapkan lo-gue dengannya. Sekarang nada bicara nya sungguh berbeda. Kenzo tidak nyaman tapi apa boleh buat.

"Bang, kalau lo jadi posisi gue apa yang bakal lo lakuin?"

"Maksudnya?" Ucap tak faham Kenzo saat Kevin justru bertanya bukan menjawab pertanyaannya.

"Kalau lo di suruh milih ngorbani jantung sendiri buat saudara atau keinginan lo buat hidup, apa yang bakal lo pilih Bang?"

"Gue enggak akan egois dengan kehidupan gue Vin, pasti gue milih ngorbanin jantung gue buat saudara gue. Apalagi saudara sendiri dalam keadaan sakit. Enggak mungkin gue setega itu ngebiarin saudara gue meninggal karena penyakitnya."

"Jadi kesimpulannya lo milih gue ngorbani jantung gue buat Kevan yah?" Ucap pelan Kevin bertanya, dia paham sekarang semua orang ingin dia pergi.

"Gue enggak tau mau bilang apa tapi jujur dari hati gue milih itu."

"Oh haha, sepenting itu Kevan dalam idup lo Bang. Padahal lo baru kenal dia tapi dengan gampang ngomong kek gitu." Ucap Kevin di sertai tawa sakitnya, dia tidak bisa mengelak ucapan Abangnya benar-benar menyakitkan.

"Vin, dengerin gue. Kevan baik dia anak yang enggak ngerti apa-apa harus ngerasain sakit. Dia udah ngerasain sakit sedari kecil Vin, tolong kali ini ngalah buat saudara sendiri jangan egois."

"Lo tau apa tentang hidup gue, kalau ngomong seenaknya. Lo bisa ngomong mending ngorbanin jantung kan? Emang lo enggak tau seberapa gue mati-matian biar tetep hidup dengan mental gue yang udah hancur sedari kecil.

Tapi ucapan lo bikin gue bener-bener ga ada semangat hidup lagi Bang. Kecewa gue sama lo."

Tidak mudah menghadapi masalah seorang diri. Apalagi di saat mental mu sedang hancur-hancurnya. Kevin hanya butuh arahan, dia butuh bimbingan tapi kenapa semua memojokkan nya untuk tidak usah hidup.

Seakan-akan hidupnya tak seberarti itu.

"Kalau gue beneran nuruti keinginan lo semua, jangan nyesel Bang." Dingin Kevin pergi darisana tanpa menoleh ke arah belakang.

***

"Kevan hilang." Teriak panik Gina melihat semua ruangan tak menemukan tanda-tanda Kevan.

"Gimana bisa hilang tan?" Balas panik Ikbal yang baru datang melihat keadaan tante Gina saat ini kacau.

"Ga tau Bal waktu tante mau jenguk ga ada orang di dalam. Tolong bantu cari hiks, saya akan menghubungi suami saya dan anak saya dulu. Tolong Bal." Jawab Gina di sertai tangisannya. Lalu pergi darisana berniat memberitahu keluarganya.

Mendengar itu Ikbal menganggu sebagai jawaban lalu pergi mencari di sekitar.

Kevin yang baru datang melihat keributan memilih menghampiri nya.

Different || END ||حيث تعيش القصص. اكتشف الآن