92 • Gemintang Itu Selalu Menangis Sendirian

Start from the beginning
                                    

"Dan satu lagi, ayah enggak pernah ninggalin kamu meski kamu buat banyak masalah, meski kamu bunuh orang sekalipun! Enggak seperti bunda kamu yang kamu sayang itu.

"Dia cuman wanita tolol yang lahirin kamu," cengirnya. Mata itu menusuk hati.

Gemintang menatap lekat mata itu, ia tatap mata sialan itu hingga petir mengilatkan pandangan, sampai satu pukulan bersarang di sana. Pria itu terjatuh lagi di lantai.

"JANGAN PERNAH BILANG BUNDA TOLOL KAYA AYAH!"

"GEMINTANG!" Bunda berteriak. "JANGAN KURANG AJAR!"

Ia tuju pujaannya, membantunya berdiri. Tidak seperti kala Gemintang terjatuh, wanita itu tidak pernah langsung berlari ke arahnya—sekalipun. Tahi kucing.

Ternyata benar, rasa sayang ini tidak ada gunanya.

...

Ia tangisi dirinya di jalanan gelap bersama motor hitam kesayangannya. Ia lawan angin malam yang menerjang dirinya, bahkan ia tidak peduli pada dirinya sendiri meski dia dan motornya terbang menabrak pembatas jalan.

Ia sampai di rumah kontrakannya yang sudah dibasahi hujan, basah juga kaos hitam yang ia kenakan, namun hatinya terlalu panas untuk menyadari bahwa hujan dan malam kali ini begitu cantik bagi seseorang.

Itu bocah kecil kematian. Bintang. Ada di balkon rumahnya. Wajahnya asam. Namun Gemintang tidak peduli. Ia melengos masuk ke dalam rumahnya. Mengunci pintu agar tidak ada yang masuk. Agar tidak ada yang tahu bahwa keringat sialan keluar dari matanya.

Namun suara ketukan di pintu dan hujan menerpa gendang telinga, di tambah suara cempreng di baliknya.

"Abang Tatang!"

Ketukan pintu.

"Abang Tatang!"

Pria kesepian itu masih meringkuk di ranjangnya yang hangat—yang selalu bisa menemaninya, ia basahi bantal dengan air mata lemahnya itu. Sialan sekali air mata ini. Bisa tidak sih mata tolol ini berhenti menangis?! Memangnya kalau dia menangis dunia akan sayang pada dirinya? Bunda akan peduli dengannya? Cih, najis.

Tapi ksatria ini tetap menangis, ia tangisi sendiri hidupnya yang menyedihkan. Ia tidak bisa menahan seluruh keringat yang terjatuh dari matanya, ia seka air mata itu—meski semakin ia seka semakin tangis itu membesar.

Mengapa tangis itu tidak ingin berhenti? Mengapa orang yang ia cinta menyakitinya? Gemintang cuman mau bertanya, mengapa Bunda tidak peduli dengannya?

"Abang Tatang!"

Ketukan di pintu.

"Abang Tatang!"

Ia seka air mata itu.

"BUKA PINTUNYA!"

Suara rintik hujan dan dobrakan pintu kayu.

"Lu ngapain sih, anak kecil?!"

Tidak bicara. Mukanya beneran kecut. Apa Gemintang colok saja matanya?

Gemintang tidak peduli, ia kembali tutup pintunya, namun bocah laki-laki itu menahan dengan tangan—terjepit.

"Aduh!"

"Nah!"

"Sakit."

Ia tiupi jari kelingking itu.

"Abang Tatang nangis?"

"Kata siapa?"

"Itu basah." Tunjuknya di mata.

"Ini air hujan."

"Tapi kok suaranya kaya orang nangis?"

"Mana ada."

"Cemen banget, katanya cowok enggak boleh nangis?"

"Gua gak nangis!" Kesal.

"Udah gede enggak boleh bohong."

"Dasar, bocah!"

Lalu kemudian ia tutup pintu itu, tangisannya berhenti, hujan ikut berhenti menangisi laki-laki ini.

Bocah kecil yang masih di luar, kembali mendobrak pintu kayu itu. Tidak ada tenaga. Gemintang biarkan itu, ia tinggalkan pintu yang ingin didobrak dan kali ini sang hati ingin makan mi rebus yang hangat. Namun suara itu menghentikan.

"Abang Tatang curang punya mamah!"

Ia buka pintu itu, menatap Bintang.

"Kata siapa aku punya mamah?"

Hujan itu kembali turun, membasahi hati dan perasaan. Anak kecil itu tidak tahu apa-apa.

"Kata siapa aku punya mamah?" tanyanya menyedihkan. "Aku enggak pernah punya mamah."

...

a.n

cinta itu buta, kamu bahkan rela nyakitin orang yang sayang sama kamu demi cinta tolol kamu itu.

salam,

laki-laki menyedihkan yang selalu mengejar cinta sepihaknya

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikWhere stories live. Discover now