19.DONOR HATI

22 0 0
                                    

"Aku tak menyukai hujan, tapi untuk kali ini aku tidak akan membenci kehadirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tak menyukai hujan, tapi untuk kali ini aku tidak akan membenci kehadirannya."

"Saya minta kamu donorin hati kamu buat lia" ucap bu ayu yang duduk bersebelahan dengan suaminya pram dan jingga didepan sofa sana menghadapnya.

Jika ditanya dimana lia, jawabannya adalah dirumah sakit. Karena ketika lia pergi bersama sang ibu untuk membeli nasi goreng sore hari itu, ia mengalami komplikasi pada hatinya yang sudah bermasalah semenjak ia masih kecil. Dan tentunya sekarang ia sangat membutuhkan donor hati untuk bertahan hidup secepatnya.

Kedua orang tua yang dari awal mempunyai niat buruk mengajak jingga untuk tinggal bersamanya itu pun langsung terbongkar dalam satu hari.

"Maaf?" tanya jingga bingung berada posisi ketika ia baru saja selesai belajar dan langsung dipanggil oleh sang ibu untuk berbicara diruang tamu.

"Saya minta kamu donorin hati kamu buat lia jingga. Lagi pula kamu itu tidak diharapkan hidup oleh siapapun" ucap pram dengan wajah frustasinya karena ia tidak sanggup melihat anak semata wayangnya itu harus terbaring dirumah sakit dengan kesakitan disana.

Ayu yang tidak sengaja berkata memiliki seorang anak dikampung halamannya itu pun membuat pram gelap mata dan mengajak keluarganya untuk pindah ke kampung halaman istrinya dengan alasan akan meminta hati sang anak istrinya itu untuk anaknya sendiri.

Bukankah ini sungguh tidak adil untuk jingga? Mereka yang baru satu atap bersamanya, dan dalam satu hari ini mereka langsung memintanya untuk menyerahkan nyawanya itu kepada sang saudara yang bahkan tidak sedarah dengan dirinya. Jingga yang kaget akan permintaan dari kedua orang tua didepannya itu pun memandang mereka dengan tatapan tidak percaya.

"Iya jingga, saya mohon kamu mau ya donorin hati kamu buat lia? Seenggaknya kamu berguna untuk saya walau hanya satu kali aja" ucap bu ayu seakan terdapat beribu-ribu silet yang membuat hati jingga terluka menahan rasa sakit akan ucapan tersebut.

"Maaf, jingga ga bisa" jawab jingga dengan nada takutnya karena ini sungguh benar-benar menakutkan bagi dirinya.

"Kenapa? Padahal saya udah susah-susah lahirin kamu loh masa kamu ga mau bantu saya satu kali doang?"

"Maaf, aku ga minta untuk dilahirkan dan aku juga ga nuntut ibu buat ngakuin aku sebagai anak ibu. Tapi seengaknya kalo ga bisa bahagiain jangan nyakitin bu, jingga juga anak ibu, sakit bu jingga dengernya" ucap jingga memandang sedih ibunya dan langsung berdiri menahan bobot badannya yang terasa berat untuk pergi meninggalkan kediaman yang akan menjadi lukanya ketika tetap masih berada disini.

Pram yang melihat jingga akan pergi meninggalkan kediamannya pun langsung cepat-cepat menahan tangan jingga dan menamparnya.

"PLAKK!!"

"GA USAH SOK BIJAK KAMU!! TINGGAL IYAIN AJA APA SUSAHNYA!?! LAGIPULA KALO KAMU GA ADA PUN GA ADA YANG BAKAL KEHILANGAN!!" teriak pram setelah menampar pipi jingga dengan sangat kerasnya yang membuat okum yang ditamparnya ini gemetar ketakutan memegang pipinya. Sungguh, ini benar-benar menyakitkan. Dengan takut memandang sang suami ibunya, ayu pun berlari kearah suaminya.

"Mas, jangan pake kekerasan nanti makin susah. Kasian jingganya" ucap bu ayu dengan eskpresi sulit untuk diartikan membuat sang suaminya itu berdecak kesal melihatnya, karena pada dasarnya ikatan darah antara seorang ibu dan anak itu tidak akan pernah terputuskan oleh apapun. Sampai pada akhirnya ponsel milik pram pun berbunyi.

"Tulilit tulilit" bunyi ponsel pram yang berada disaku celananya dan mengangkatnya.

"Halo, dengan keluarga pasien adelia?" tanya seseorang dari seberang ponsel sana yang ternyata adalah pemberitahuan dari rumah sakit tempat dimana anaknya dirawat.

"Iya, saya ayahnya. Ada apa ya?" jawab pram dengan nada khawatir dan tentunya muka panik.

"Pasian sedang dalam masa kritis dan kami harap keluarganya bisa cepat datang kemari" ucap pemberitahuan dari pihak rumah sakit yang membuat pram langsung berlari tanpa menghiraukan kedua perempuan yang berada disana dan pergi ke rumah sakit dengan paniknya.

Bu ayu yang ditinggalkan oleh sang suami hanya bisa berdoa untuk keselamatan sang anak tirinya. Dengan memandang wajah jingga yang terkena tamparan sampai membuat ujung bibirnya robek mengeluarkan darah itu pun membuat bu ayu merasakan suatu hantaman di dalam hati sana.

"Bu, jingga mau pulang kerumah kakek" ucap jingga memandang ibunya yang termenung melihatnya.

"Jingga"

"Ya?"

"Mau bicara sebentar?" ajak sang ibu yang membuatnya berfikir namun pada akhirnya menyetujui ajakannya tersebut.

Dengan duduk saling berjejeran disofa, jingga dibuat gelisah karena ini pertama kalinya ia bisa sedekat ini dengan sang ibu. Ingin rasanya jingga memeluknya dan bercerita tentang semuanya, tapi apalah daya mengingat perannya dalam hidup sang ibu ini tidak cukup bagus.

"Maafin saya, maafin saya jingga" ucap bu ayu memandang anaknya dengan nada gemetar dan penyesalan yang baru saja ia dapatkan ketika teringat ucapan dari anaknya beberapa menit lalu.

"Maaf untuk apa?" tanya jingga memandang balik sang ibu.

"Untuk semuanya. Setelah ini kamu harus kembali kerumah kakek kamu dengan cepat, ibu mohon" pandang bu ayu tanpa sadar mengeluarkan air mata membuat jingga tersenyum dan membatin bahwa ternyata memang benar perasaan orang itu bisa berubah seiring berjalannya waktu dan kesadaran itu nyata cuma tinggal menunggu waktunya.

"Ibu gimana?"

"Ibu gapapa, kamu baik-baik aja dirumah kakek. Ibu akan mengajak keluarga ibu buat menjauh dari kalian" ucap ibu ayu membuat jingga menyeritkan keningnya.

"Kita ga bakal ketemu lagi ya?" tanya jingga  memandang sedih ibunya.

"Kita bakal ketemu lagi. Setelah semuanya baik-baik aja ibu bakal pulang."

.......

Setelah dibantu oleh sang ibu untuk mengemas barang-barangnya secepat mungkin akhirnya jingga pun telah siap pergi meninggalkan kediaman yang baru satu hari ia tempati.

Dengan menunggu ojek diperkarangan rumah bersama sang ibu yang tidak lama datanglah ojek itu jingga pun berpamitan.

"Bu, jingga pulang. Ibu baik-baik ya" salam jingga mengecup punggung tangan ibunya.

"Iya, kamu hati-hati ya"

Malam itu adalah malam terpanjang bagi jingga, malam dimana ia yang baru pertama kali bertemu dengan sang ibu harus berpisah dalam waktu yang cepat. Tapi jingga juga bersyukur bisa keluar dari rumah itu karena kalau tidak pasti akan terjadi sesuatu yang buruk kepadanya.

Seakan langit mengetahui kesedihannya dengan menuruhkan hujan, jingga yang tidak menyukai hujan untuk pertama kalinya merasakan kebahagiaan karena tidak ada yang bisa melihat air mata kesedihannya.


TBC.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐋 𝐒𝐀𝐉𝐀 𝐇𝐈𝐊𝐌𝐀𝐇𝐍𝐘𝐀 [𝐄𝐍𝐃] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang