Bab 14; Cinta Tidak Diciptakan untuk Membuat Seseorang Menyakiti yang Lainnya

2.6K 338 263
                                    

Bab 14;Cinta Tidak Diciptakan untuk Membuat Seseorang Menyakiti yang Lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 14;
Cinta Tidak Diciptakan untuk Membuat Seseorang Menyakiti yang Lainnya

____________________________________________

Waktu saat itu sudah benar-benar menyentuh dini hari. Udara semakin dingin. Kendaraan-kendaraan di jalan semakin berkurang. Dan Denta akhirnya menemukan tujuan selain pulang. Maka sembari menunggu taksi yang ia pesan datang, pemuda itu melanjutkan sisa-sisa obrolannya dengan Kala, mencoba menggerus waktu yang seolah bergerak lamban di antara laju angin dari jalanan.

"Kal," panggilnya.

"Selain hari ini, ada nggak hari lain yang rasanya pengen lo lewatin aja karena mungkin .... terlalu nyakitin?"

Saat itu, Kala tampak berpikir. Matanya menerawang ke atas, menembus langit berawan yang mulai menenggelamkan bintang-bintang. Padahal, seharusnya dini hari adalah waktu di mana seluruh awan mengalah kepada bintang untuk bergantian melukis langit.

"Mungkin waktu pertama kali gue tau Mama sama Papa mau pisah? Kadang gue masih sering berharap hari itu nggak pernah ada."

Arah pandang Denta saat itu masih terpaku pada trotoar jalan di seberang, tempat di mana sebuah lampu berdiri tegak dengan cahaya yang lebih redup daripada yang lainnya. Di sekitarnya kosong, namun, dalam peluk temaram dini hari itu Denta seperti melihat bayangan dirinya. Lima tahun lalu. Saat ia meringkuk di kamarnya sendiri, dengan tirai jendela yang bergerak-gerak tertiup angin, dengan aroma hujan yang menembus dinding-dinding, dengan separuh ranjang yang terasa begitu dingin karena tidak pernah lagi ditempati. Juga dengan sendal karet berwarna hitam yang tinggal sepasang di depan pintu kamar mandi.

Kemudian, setengah tertawa, pemuda itu menanggapi jawaban Kala.

"Gue juga punya. Banyak."

"Salah satunya?"

Di detik itu waktu seolah bergerak lebih lambat. Udara berhenti. Lampu-lampu di jalan menjadi lebih redup. Kemudian, di tengah keheningan itu Denta memejam, membiarkan ingatannya membawa lagi memori di salah satu hari paling menyakitkan dalam perjalanan hidupnya.

"Hari ketika pertama kali gue bangun sendirian di kamar. Dan lo nggak ada di mana-mana."

[•••••]

Pagi itu, Denta terbangun di kediaman Nareska. Di sebuah kamar dengan dinding polos berwarna kuning gading, dengan tirai coklat kayu yang masih sepenuhnya tertutup, dan dengan cahaya matahari tipis-tipis yang menembus ventilasi hingga jatuh tepat ke wajahnya.

Pemuda itu tersentak, jantungnya berdetak cepat. Denta yakin sekali ada mimpi buruk yang membangunkannya tiba-tiba pagi itu, tetapi ia tidak bisa mengingat dengan jelas. Yang ia tahu, saat itu, ia terbangun dengan keringat dingin di wajah, dengan tangan yang mencengkeram selimut erat-erat, dengan dada yang entah untuk alasan apa bergemuruh dengan hebat. Tiba-tiba ia merasa tidak tenang, hingga selama beberapa detik hanya duduk diam di atas ranjang, mengatur hela-hela napasnya yang menjadi lebih cepat, sembari berusaha mengingat semua kejadian semalam sampai ia berakhir di kamar ini, alih-alih di kamarnya sendiri.

Hujan Bulan DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang