Bab 5; Saat Awan-awan Hitam Terbelah dan Hujan Turun Kembali

2.1K 378 243
                                    

Bab 5;Saat Awan-awan Hitam Terbelah dan Hujan Turun Kembali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bab 5;
Saat Awan-awan Hitam Terbelah dan Hujan Turun Kembali

_____________________________________

Jakarta, 5 tahun yang lalu.

Kala ingat, malam sudah lumayan larut saat itu, hampir menyentuh jam-jam di mana biasanya ia sudah terlelap di ranjang yang ia bagi berdua dengan Denta. Lalu biasanya Mama akan datang, mengecek apakah mereka sudah tidur, atau sekadar mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan yang lebih redup di sisi ranjang.

Akan tetapi, ruang tengah rumahnya malam itu masih berisik dan lampunya belum padam. Kala yang sebelumnya sudah tidur pun terbangun karena suara gaduh dari dua mulut yang sepertinya saling menantang, juga samar-samar pergerakan Denta saat anak itu turun dari kasur untuk melihat ke luar. Dan di tengah peluk dingin udara malam itu, di antara suara ranting-ranting pohon yang bergesekan dengan dahan, di tiap jeda detik jarum jam yang berdetak dengan lantang, Kala bisa mendengar suara Mama meninggi. Itu adalah pertama kali ia mendengar Mama berteriak di depan Papa. Pertama kalinya juga, Papa tidak hanya diam menanggapi amarah Mama.

Kala tidak tahu apa yang terjadi. Yang ia tahu, malam itu rumahnya jadi gaduh sekali.

"Mereka ... kenapa?"

Pertanyaan itu ia gumamkan begitu Denta menutup kembali pintu kamar dan berjalan ke ranjang. Suara-suara di luar sudah mulai redam, mungkin Mama dan Papa sudah lelah berdebat, atau mungkin akhirnya mereka sadar sudah pukul berapa sekarang. Meskipun Kala yakin suara adu mulut mereka tidak terdengar sampai ke luar, tetapi di malam yang sudah larut ini, di saat seharusnya semua orang beristirahat, tidak sepantasnya mereka justru membuat keributan di rumahnya sendiri. Di tempat di mana anak-anak mereka sedang tidur karena paginya harus sekolah.

"Nggak apa-apa. Mungkin cuma salah paham, atau salah satu dari mereka bikin kesalahan kecil dan bikin salah satunya ngerasa kurang nyaman. Mereka emang sering ngeributin hal-hal kecil, kan? Tapi akhirnya juga baikan lagi."

Jika bisa, Kala juga ingin berpikir sesederhana itu. Ia ingin menganggap bahwa Mama dan Papa hanya berselisih karena hal kecil, seperti sebelum-sebelumnya. Seperti saat Mama ingin mendesain kamar mereka dengan warna yang ceria, tetapi Papa bersikeras ingin mengecat dindingnya dengan warna yang lebih netral. Atau saat Mama lebih suka meletakkan satu ranjang berukuran besar di kamar mereka agar keduanya tetap terbiasa berbagi, sementara Papa merasa bahwa meletakkan dua ranjang kembar di kamar jauh lebih baik dengan alasan supaya mereka tidak perlu sempit-sempitan.

Kala ingin menganggap pertengkaran mereka malam ini sama seperti sebelum-sebelumnya. Tetapi tidak bisa. Amarah Mama dan Papa malam ini terasa berbeda. Ia tahu, masalah yang merebak di antara mereka kali ini tidak sesederhana biasanya. Dan ia yakin, dalam nada bicaranya yang terdengar tenang malam itu, Denta juga merasakan hal yang sama. Ia tahu kata tidak apa-apa yang Denta ucapkan tadi hanya bermaksud untuk menenangkannya, agar ia tidak khawatir, agar ia tidak berpikir macam-macam, dan agar ia tetap dapat melanjutkan tidur di sisa malam yang masih panjang ini.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now