Bab 11; Kepada Langit Malam yang Menenggelamkan Bintang-bintang

2.9K 393 165
                                    

Bab 11;Kepada Langit Malam yang Menenggelamkan Bintang-bintang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bab 11;
Kepada Langit Malam yang Menenggelamkan Bintang-bintang

___________________________________________


Manado, di tahun-tahun yang Kala lewati tanpa Denta.

Kala tidak tahu kapan tepatnya cinta Papa menghilang. Ia tidak tahu di bulan apa, hari apa, dan tanggal berapa, tepatnya lelaki itu berhenti menaruh nama Kala dalam daftar orang-orang paling ia sayang. Sebab, di bulan-bulan pertama kepindahan mereka ke Manado, Kala masih bisa merasakan sisa-sisa perhatian Papa. Lelaki itu masih sering bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan. Masih sering memberi kabar jika hari itu akan terlambat pulang. Papa masih sering mengantar Kala pergi ke mana-mana, juga masih suka mengiriminya pesan setiap kali Kala belum tiba di rumah.

Makanya, walaupun di hari-hari itu Papa lebih sering berada di luar untuk urusan pekerjaan sementara Kala lebih sering menghabiskan sepanjang hari sendirian, masih ada orang yang akan selalu ia tunggu kepulangannya setiap malam. Masih ada tempat yang dapat ia tuju setiap kali ia merasa kesulitan. Setelah pergi jauh meninggalkan Mama dan Denta di Desember yang menyakitkan itu, dan harus berjuang mati-matian menata hidup dari awal di tempat yang baru, setidaknya, waktu itu Kala masih punya Papa.

Bahkan meskipun ia harus melewati malam-malam yang panjang sendirian, meski ia harus susah payah membiasakan hidup tanpa Denta yang dulu 24 jam selalu bersamanya, dan meski tidak ada satu detik pun yang terasa mudah untuk ia sambut setiap pagi, setidaknya, Kala merasa bahwa Papa masih ada di sana. Masih bersamanya. Masih mencintainya.

Hingga suatu hari, pelan-pelan, perhatian Papa mulai jarang Kala terima. Lelaki itu berhenti menyiapkan sarapan untuknya. Pesan-pesan dari nomor lelaki itu mulai jarang mengisi ruang obrolan mereka. Papa jadi lebih tidak banyak bicara. Terkadang, lelaki itu juga jadi lebih mudah marah. Kesalahan-kesalahan kecil yang Kala perbuat bahkan bisa membuat emosi Papa meledak-ledak. Suara tegas Papa yang dulu akan melembut setiap berbicara kepada ia dan Denta, di hari-hari itu jadi sering sekali membentak. Tangan Papa yang dulu terasa hangat saat ia genggam itu pun tiba-tiba terasa begitu dingin ketika mendarat di wajah Kala, meninggalkan bekas merah tamparan yang bahkan masih tersisa saat ia terbangun di keesokan paginya.

Kala ingat, saat itu, untuk pertama kali ia memberanikan diri membuka akun media sosial yang sebelumnya sudah dihapus oleh Papa. Diam-diam ia membuat akun baru dengan nama orang lain supaya tidak bisa dilacak jejaknya. Namun, sebelum ia sempat mengirim apa pun ke akun Denta yang berhasil ia temukan dalam satu kali pencarian, malam itu Papa pulang. Dengan wajah merah padam lelaki itu menghampiri Kala di kamar dan langsung membanting ponselnya ke lantai. Layar benda itu retak, casing-nya pecah, sama menyakitkannya dengan tamparan Papa yang saat itu menghantam wajah Kala.

Selain memutus seluruh jalan untuk Kala dapat menghubungi keluarganya di Jakarta, ternyata diam-diam Papa juga menyadap ponselnya. Dan di malam itu, Papa marah besar. Suara bentakannya mengisi seluruh penjuru ruangan, kalimat-kalimat kasar dari mulutnya yang saat itu bau tembakau pun seperti mimpi buruk yang membuat Kala harus terjaga semalaman.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now