"Mungkin, Kak Jiro suka sama Kak Ashana, tapi Kak Jiro enggak nyadar." Kalila memulai perkataannya. "Coba pikirin baik-baik."

"Itu nggak mungkin, lah," balas Jiro dengan suara pelan di belakangnya. "Gue cuma suka sama lo, Kalila."

"Mungkin aja. Perasaan Kak Jiro ke gue itu cuma perasaan sayang ke adik."

"Ck, itu nggak mungkin. Jangan ngomongin hal yang enggak masuk akal." Jiro menggenggam tangan Kalila. "Gue tadi langsung pergi karena ngerasa bersalah kalau nggak temenin Ashana."

"Dia punya teman, enggak mungkin enggak. Dia itu caper aja karena kebetulan Kak Jiro selalu ngulurin tangan. Jadi, dia manfaatin empati Kak Jiro." Jantung Kalila berdegup kencang. Apa respons Jiro setelah Kalila mengatai Ashana mencari perahtian? Kalila juga tak menyangka masih ada sedikit emosi yang terbawa di perkataannya. Jiro memeluknya tanpa banyak bicara dan membuat hati Kalila sedikit lega. Kenapa juga dia takut Jiro marah karena telah mengatai Ashana? "Kak Jiro mungkin enggak suka Kak Ashana, tapi please Kak, semakin Kak Jiro perhatian kayak gini, itu semakin ngebuat Kak Ashana berharap ke Kak Jiro. Kalau Kak Jiro lebih mentingin Kak Ashana lagi, mending kita putus. Setelah, itu Kak Jiro bebas buat ketemu Kak Ashana atau pun cewek lain."

"Lo tahu apa yang paling gue benci?" Jiro menahan tubuhnya di atas Kalila dan membuat Kalila mengerjap pelan. "Kata putus. Gue paling enggak suka lo ngomong gitu."

"Kalau enggak suka ya udah hentiin. Jangan buat Kak Ashana makin berharap sama Kak Jiro."

Jiro berdecak sambil mengusap rambut Kalila dan menatap dalam sepasang matanya. "Oke, mulai besok gue bakalan pindah tempat duduk. Gue enggak akan ngomong sama dia lagi. Gitu, kan?"

Kalila berdecak. "Kenapa Kak Jiro kayak marah gitu ngomongnya? Seolah-olah enggak ikhlas dan terpaksa? Nggak usah drastis juga kali."

"Oke, gue enggak akan tiba-tiba pindah tempat duduk. Gue cukup bersikap biasa aja ke dia, gitu, kan? Gue akan jaga batasan yang benar-benar ketat." Selimut yang membungkus Kalila ditarik kencang oleh cowok itu, hampir saja membuat Kalila memekik karena kaget. Jiro langsung meraih Kalila yang hampir kabur dan membawa cewek itu ke pelukannya. "Kangen. Padahal baru berapa jam pisahnya, udah sekangen ini."

Kalila memutar bola mata. "Kangennya bohong, tuh. Kapan hari pergi berjam-jam di pantai bareng cewek lain enggak ada tuh ngomong kangen-kangen pas pulang." Kalila mengerjap-ngerjap saat Jiro mencium lehernya. "Jangan!" serunya, berbisik.

Jiro semakin hari menjadi semakin berani. Mungkin, jika Jiro semakin buas, Kalila tak akan bisa mengendalikan cowok itu lagi.

"Apa cuma gue yang jaga batasan?" Jiro menjauh dan menatap Kalila lekat-lejat. "Gimana dengan lo atas Callahan yang selalu nyari perhatian lo?" "

"Enggak tahu."

"Kok enggak tahu. Gue masih cemburu sama dia, ya."

"Haha...." Kalila tertawa kikuk. Apa jadinya jika dia menceritakan bahwa tadi dia menemani cowok itu makan? Ah, lebih parahnya lagi, berpelukan di tepi jalan.... "Tadi, beberapa jam setelah Kak Jiro pergi, Kala nelepon gue dan minta makan. Gue enggak tega. Ngasih, lah." Kalila menjeda ucapannya sebentar untuk mengetahui respons Jiro, tetapi Jiro hanya terdiam. "Habis pulang dari traktir di makan, di tengah jalan dia nangis-nangis sambil manggil ibunya. Bener-bener kayak anak yang kehilangan ibunya banget. Kala meluk gue dan...." Kalila menghentikan ucapannya ketika Jiro mendekatkan wajah mereka dengan kening berkerut samar. Dia jelas marah. "Ngapain cemburu sama dia? Dia itu anak biasa yang baru puber. Sukanya ke ketua kelas gue yang namanya Fritzi itu. Ingat?"

"Entahlah. Belum lagi Trey. Ck, dia kayaknya jadi tertarik sama lo sebagai laki-laki ke perempuan. Ah, gue punya banyak kekhawatiran, Kalila," bisik Jiro dengan suara rendah.

"Duh, mereka tuh jelas beda. Beda situasi dengan Kak Jiro dan Kak Ashana."

"Sama."

"Beda! Kak Jiro ngasih harapan ke Kak Ashana, gue ke dua bocah itu kan enggak." Kalila berusaha mendorong Jiro yang terus merapat ke arahnya. Cowok itu menjadi seperti kucing jantan yang sedang birahi. "Please, deh? Pengaaap," bisiknya sambil mendorong Jiro. "Panas. Gerah."

Jiro bangun dan mengambil remote AC di nakas. Dia menurunkan suhu ruangan. Kalila langsung membelalak.

"Nanti dingin!"

"Iya, dingin." Jiro tersenyum saat cowok itu menegakkan kedua lengannya di kedua sisi Kalila. "Kalau kayak gini, butuh kehangatan, kan, Lil?"

*** 

.

Extended Part 38 sudah dan hanya tersedia di https://karyakarsa.com/zhkansas

Cara baca:

thanks for reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang