"Enggak boleh gitu, dong, Bu!" seru Trey dengan mulut penuh makanan.

"Trey habisin makanan kamu dulu," tegur Bapak pada Trey, lalu beralih pada Kalila. Meski menatap dengan wajah tenang dan lembut, tetapi ada ketegasan dari cara beliau bicara. "Kalila, nanti aja ceritanya, ya? Makan dulu, Nak."

"Siap. Bapak!" Kalila kembali makan dengan lahap sambil menggoyangkan kedua kakinya yang sedikit menggantung karena kursi yang tinggi.

"Besok gue mau ke kelas lo." Trey menyenggol lengan Kalila. "Pengin gue lihat anak baru yang udah sok dekat sama adik gue."

Kalila memutar bola mata. "Gue kakak, ya."

***

Saat guru baru saja keluar dari kelas, Trey—yang memang sudah izin ke toilet padahal ingin cepat-cepat ke kelas Kalila beberapa menit sebelum bel berbunyi—langsung berdiri di ambang pintu kelas Kalila sembari menyandarkan lengan kirinya di kusen pintu. Beberapa siswi sempat histeris sampai membuat mereka refleks menutup mulut karena terkejut dengan kehadian cowok yang baru saja menjabat sebagai kapten di tim basket sekolahnya itu. Beberapa siswa tak peduli dan langsung keluar kelas.

Trey bersedekap dan memandang siswa-siswa yang masih ada di kelas. Ada Kalila yang masih duduk di bangkunya. Cewek itu sedang merapikan buku-buku sembari menatap tajam ke arah Trey.

Seorang siswa dengan pustur tubuh yang cukup tinggi menarik perhatian Trey sepenuhnya pada cowok itu. Meski Trey tak pernah memperhatikan siswa-siswa di kelas Kalila sebelumnya, tetapi Trey yakin siswa yang sedang berjalan di antara meja-meja kelompok empat itu belum pernah Trey lihat sebelumnya.

Ketika cowok itu berhenti di samping Kalila, berlutut di depan meja Kalila dan dengan kurang ajarnya memandang Kalila, Trey dengan sigap berlari ke dekat cowok itu dan menarik kerah bagian belakang seragamnya.

"Lo yang namanya Kalah itu?" Trey melepaskan Kala saat siswa baru itu berusaha menarik diri dan berhasil. "Ngapain lo barusan ganggu adik gue?"

Callahan menaikkan alis. "Lo? Adiknya? Gue, dong. Anaknya."

Kalila menepuk jidat.

Trey menggeram. "Wah, ternyata saking sok dekatnya lo anggap Kalila sebagai Ibu?"

"Duh, enggak usah kepancing sama omongan tuh anak!" seru Kalila. Cewek itu berdiri dan menarik tangan Trey. "Pergi lo. Balik sana sama temen-temen lo. Pasti mereka nungguin kaptennya buat makan bareng."

"Argh, enggak, enggak!" Trey menjauh dari Kalila dan mendekati Callahan. Dia memojokkan Callahan di sudut meja yang dekat dengan dinding. "Ngapain lo nyari perhatian Kalila? Suka?"

Callahan menaikkan dagu dan tatapan matanya sedikit ke bawah. "Iya, suka. Emang kenapa?"

"Trey!" teriak seorang siswa yang duduk paling belakang. Trey hampir saja menjitak kepala Callahan dan menoleh pada siswa yang tak dia kenal sama sekali. "Kalau gue perhatiin, ya, dibanding lo, Callahan yang bukan siapa-siapa Kalila malah mirip Kalila dibanding lo yang merupakan kembarannya. Gue tahu ada yang namanya kembar enggak identik, tapi serius, lo enggak ada mirip-miripnya sama Kalila sekalipun yang lihat lewat sedotan dari jarak jauh. Oh, gue tahu! Callahan tuh jodohnya Kalila apa, ya? Katanya kalau mirip tanda jodoh."

Apa siswa itu tahu kelemahan Trey sampai memanas-manasinya begini? Trey mengepalkan kedua tangannya. Mana yang akan dia pukul lebih dulu? Figuran yang tak dia kenal atau Kala yang katanya mirip Kalila sampai ada yang berpikir bahwa dia jodoh Kalila?

"Duh, jangan dengerin omongannya. Dia itu emang suka keributan. Jangan kepancing. Oke?" Kalila menarik Trey meski Trey tak bergerak seinci pun dari tempatnya. "Ayooo! Kita makan bareng gimana?"

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now