CH-13

409 14 1
                                    


Ruangan bernuansa baby blue, menjadi saksi kesedihan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Belasan tahun ia kehilangan sang anak, namun sampai hari ini belum juga di temukan.

Andai saja waktu itu mereka lebih menjaga sang anak, mungkin rasa kehilangan ini tidak akan ia rasakan.

"Anak mama hiks...." Wanita tersebut menangis tersedu-sedu sambil menggenggam sarung tangan bayi berwarna biru.

Tangisannya terus berlanjut sampai tidak menyadari kehadiran seseorang.
Ia terus mengusap sarung tangan bayi yang ia pegang.

Ia terkejut, saat tiba-tiba mendapat sebuah pelukan. Ternyata seseorang yang memeluknya adalah sang anak.

"Mama jangan kayak gini terus. Aku sedih lihat mama begini. Papa juga lagi berusaha untuk cari adek kan?" Nalan Azri Dylen - adalah seseorang yang memeluk wanita tersebut.

"Tapi mama rindu sama adik kamu, hiks..." Wanita itu - Liana Dylen - kembali menangis saat mengungkapkan kerinduannya pada anaknya yang hilang.

Melihat sang mama yang masih sedih, Nalan kembali memeluk sang mama. Segala usaha sudah mereka lakukan. Namun, tidak ada yang membuahkan hasil. Adiknya masih belum ditemukan.

"Aku mau kasih tahu mama sesuatu." Nalan mencoba mengalihkan sang ibu dari kesedihannya. Namun, Liana tidak tertarik dengan pembicaraan sang anak.

"Aku ketemu sama anak laki-laki yang lucu banget. Dia itu kecil banget ma. Padahal dia udah SMA. Orang tuanya juga baik banget sama aku. Pas aku jengukin dia di rumah sakit kemaren, orang tuanya nyambut aku dengan baik." Perlahan, Liana memusatkan perhatiannya pada sang anak yang bercerita tentang seorang anak laki-laki yang belum ia kenal.

"Jengukin di rumah sakit? Memangnya anak itu kenapa?" Liana bertanya penasaran. Nalan yang merasa sang ibu sudah berhasil dialihkan, tersenyum sumir.

"Katanya dia lagi demam ma, makanya di rawat di rumah sakit. Lagian ya ma, kondisinya itu beda dari anak normal gitu."

"Beda gimana sih?" Liana kembali melontarkan pertanyaan begitu ada yang mengganjal dari ucapan Nalan.

"Dia itu......cacat ma. Kakinya cacat,enggak kaya bentuk normal gitu." Tiba-tiba, air muka Liana menjadi murung. Nalan yang menyadari hal tersebut merasa heran. Apakah ia salah bicara?

Liana kembali teringat dengan sang anak yang hilang. Dulu, dokter juga bilang anaknya lahir dengan kondisi berbeda. Tapi, dia belum sempat mihat sang anak. Lantaran dirinya yang mengalami penurunan kesehatan setelah melahirkan.

"Mama kenapa?" Nalan bertanya dengan tangan menggenggam tangan sang ibu.

"Ah, mama enggak papa kok. Nanti makan malamnya kamu mau di masakin apa? Biar mama masakin." Liana menyimpan sarung tangan bayi yang ia pegang ke dalam lemari berisi perlengkapan bayi yang ada di sudut ruangan.

"Terserah mama aja, Nalan selalu suka kok sama masakan mama." Nalan berdiri begitu melihat sang ibu akan melangkah melewati pintu.

Liana hanya mengangguk mendengar jawaban sang anak. Sedangkan Nalan, ia hanya berdiri terpaku di kamar yang tak pernah di huni oleh pemilik kamar.

"Kamu harus kembali dek." Lirih Nalan sebelum berjalan meninggalkan kamar tersebut.

•••••

Setelah di rawat selama tiga hari, akhirnya Kaza diperbolehkan pulang. Namun, dengan syarat harus beristirahat dan minum obat. Kaza bahkan belum diperbolehkan untuk sekolah. Ayah bilang, ia harus libur selama tiga hari.

Nindya dan Abimanyu juga berkata begitu. Bahkan, Kaza terancam tidak akan sekolah formal lagi karena kejadian yang menimpanya. Namun, Kaza memohon agar tetap sekolah dengan leluasa. Ia tak ingin, harus dikurung di dalam rumah. Ia ingin bertemu dengan Rafka dan Nalan setiap hari di sekolah.

"Ibu, Kaza mau nonton~" Nindya yang sedang memasak mengalihkan atensinya pada sang anak.

Disana, Kaza duduk sambil memangku boneka baruang kesayangannya. Boneka itu bahkan sudah lusuh, namun Kaza tidak mau menggantinya dengan yang baru.

"Kaza mau nonton apa memangnya nak?" Nindya berjalan mendekat setelah mematikan kompor. Ia duduk di hadapan sang anak yang sedang memasang mode berpikir. Nindya tidak tahan melihat kegemasan sang anak. Maka, dengan cepat tangannya menangkup kedua pipi sang anak.

"Kaza kenapa gemasin gini sih? Ibu kan enggak tahan." Nindya beralih memeluk tubuh sang anak. Sedangkan Kaza, anak itu malah membalas pelukan sang ibu dengan erat. Seolah-olah Teletubbies yang sedang berpelukan saja.

"Kaza mau nonton Spongebob Squarepants!" Anak itu berseru setelah berhasil melepas pelukannya dari sang ibu.

Nindya turun dari kursinya dan membantu Kaza untuk turun. Tangannya menggenggam tangan sang anak, untuk menuntunnya menuju ruang keluarga. Nindya menyalakan tv, tak lupa mencari channel yang menayangkan kartun spons kuning tersebut.

Setelah itu, Nindya kembali ke dapur karena harus menyelesaikan masakannya. Tak lupa, ia elus pucuk kepala sang anak sebelum berlalu menuju dapur.

"Kalo butuh apa-apa, panggil ibu ya nak. Sekalian tunggu ayah pulang ya." Kaza hanya mengangguk karena sudah fokus kepada tayangan kartun kesukaannya. Ia akan menunggu sang ayah pulang sambil menonton kartun.







Sorry for typo 🙏🏼


















KAIVAN HARZA LEONARD (ON GOING)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu