CH-5

587 25 2
                                    

Sedari tadi Rafka merasa heran dengan Kaza. Sejak datang ke sekolah Kaza hanya menekuk wajah tanpa menghiraukan kehadiran Rafka di sampingnya. Bahkan saat guru menjelaskan pun ia hanya melamun tanpa berniat mendengarkan. Sebenarnya Rafka ingin bertanya, namun ia merasa sungkan.

"Lo ada masalah ya?" Akhirnya setelah terdiam lama, Rafka memilih bertanya kepada Kaza.

Kaza yang ditanya hanya menolah sebentar sebelum menghembuskan nafas kasar. Ia sedang badmood dan tidak ingin berbicara banyak hal. Namun, ia tidak mungkin mengabaikan pertanyaan Rafka.

"Aku lagi malas bicara Rafka." Kaza memilih menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Lo itu aneh banget, masa ngomong aja males."
Kaza mendongak guna menatap Rafka yang sudah misuh-misuh.

"Kaza itu lagi bingung Rafka, soalnya ibu enggak ikut sama Kaza."

"Terus yang nungguin atau jemput Lo siapa?"

"Kaza enggak tau. Tadi, kata ibu ayah yang bakal jemput kalo sempat, kalo enggak Kaza harus pulang sendiri." Rafka yang mendengar jawaban dari Kaza menyergit bingung. Tidak biasanya Nindya memberikan Kaza pulang sendiri.

"Kalo nanti enggak ada yang jemput Lo pulang, Lo pulang sama gue aja deh. Mau enggak?" Pupil mata Kaza langsung melebar begitu mendengar tawaran dari Rafka.

"Iya, Kaza mau kok pulang sama Rafka. Kaza mau naik motor." Rafka tersenyum melihat keantusiasan Kaza. Ia merasa lega karena berhasil memperbaiki suasana hati Kaza yang sedang buruk.

"Lo itu umur berapa sih, kok lucu banget?" Tanpa sadar tangan Rafka terulur mengusap Surai Kaza. Sedangkan Kaza yang mendapat usapan merasa senang.

"Kaza sekarang umur 14 tahun. Kalo Rafka berapa?"

"Gue itu udah 16 tahun, dan itu artinya gue lebih tua dari lo. Berarti Lo harus manggil gue kakak atau Abang deh."

Kaza menyergit bingung mendengar ucapan Rafka. Ternyata Rafka lebih tua dari dirinya. Kaza tidak pernah mengira hal itu.

"Kaza itu enggak biasa panggil Abang atau kakak, tapi Kaza biasanya panggil mas." Mendengar kata mas saja Rafka sudah geli, apalagi panggilan itu ditujukan padanya.

"Gue sih lebih suka dipanggil Abang ya. Soalnya kalo di panggil mas, kaya abang-abang penjual jajanan gitu."

"Kaza manggilnya Abang aja deh. Kalo panggilnya kakak, kayak perempuan hehe."

Rafka kembali mengelus kepala Kaza karena merasa gemas. Ia merasa mulai nyaman dengan kehadiran Kaza di hidupnya. Rafka sebenarnya ingin mempunyai adik, namun kedua orang tuanya tidak pernah merespon akan hal itu.

Keduanya asik mengobrol sampai tidak menyadari bahwa jam istirahat sudah tiba. Sebagian siswa-siswi bahkan sudah keluar dari kelas menuju kantin.

"Lo bawa bekal enggak?" Rafka berdiri dari duduknya dan mengambil dompet di dalam tas.

"Iya, Kaza bawa kok a-abang Rafka." Kaza merasa canggung saat ingin memanggil Rafka dengan sebutan Abang.

Sedangkan Rafka tersenyum puas begitu mendengar panggilan dari Kaza. Ia merasa menjadi seorang kakak jika ada yang memanggil nya dengan sebutan Abang.

"Makannya di kantin aja deh, gue juga mau makan soalnya. Lagian Lo belum pernah ke kantin kan?"

Kaza mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam laci. Ia terdiam sejenak guna berpikir apakah ia harus ikut ke kantin atau tidak.

"Ayo, Kaza ikut aja." Akhirnya Kaza memutuskan untuk ikut ke kantin. Tidak ada salahnya pergi untuk makan bersama kan?

Rafka membantu Kaza berdiri dan menggandeng tangannya untuk keluar dari kelas. Di sepanjang perjalanan menuju kantin, banyak yang menatap dan berbisik-bisik melihat keduanya. Rafka menulikan pendengarannya seolah ia tidak mendengar apapun. Sedangkan Kaza, ia meremat kotak bekal miliknya guna menyalurkan ketakutannya.

KAIVAN HARZA LEONARD (ON GOING)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora