🍼BIANG RUSUH🍼

400 46 4
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif

Bara tau tak ada yang berteman tulus dengannya, menyebut diri mereka sebagai teman Bara karena remaja itu yang tidak pelit memberi contekan dan mentraktir makan di kantin bahkan mereka juga tak segan meminta Bara membelikan sesuatu yang mereka mau yang pasti harganya tidak murah.

Devin sudah menegurnya, mencoba menyadarkan adik pertamanya ini bahwa pertemanan yang ia jalani adalah Toxic, tapi entah Bara yang bodoh atau terlalu baik ia hanya membalas Omelan sang kakak dengan senyuman dan kalimat " Aku hanya berbuat baik " kalau sudah begitu Devin tak bisa mengelak lagi.

Kali ini di kantin sekolah, Devin melihat Bara bersama teman-temannya. Ia membawa semangkuk mie ayam yang ia pesan dan tanpa permisi langsung bergabung yang otomatis membuat Bara langsung menggeser duduknya untuk memberi ruang yang lebih banyak pada yang lebih tua.

" Apa?! " Gertaknya, tiga orang dihadapannya menggeleng. Devin mengangkat kakinya, menikmati mie ayam sambil terus mengawasi Junior yang merupakan teman bangsat adiknya ini. Gelagatnya mencurigakan.

Semangkuk mie ayam sudah tandas namun Devin tampaknya tak berniat beranjak dari sana, sengaja.

" Bar, kok Abang lu masih disini sih " Devin mendelik sambil menyeruput es tehnya, tersenyum miring

" bisik-bisiknya kurang kencang, sekalian aja teriak biar semua yang disini bisa dengar " Sindirnya, junior itu kicep seketika,Devin adalah senior yang sebisa mungkin harus mereka hindari.

" Memangnya kenapa? " Tanya Bara
Firman mendengus

" Nanti aja dikelas "

" Kenapa gak disini aja, mau ngapain sih sampai gue gak boleh dengar " Devin menaikkan kedua kakinya, selonjoran dan bersandar nyaman dengan Bara, ia tau biang rusuh ini pasti tengah merencanakan sesuatu dan Bara tanpa pertimbangan pasti akan mengiyakan.

" Nggak ada Bang, cuma diskusi kelompok aja "

Alis Bara terangkat, seingatnya tak ada tugas kelompok. Mereka berbohong.

Lonceng berdentang nyaring tanda waktu istirahat berakhir, Devin meregangkan tubuhnya

" Pulang nanti tunggu Abang diparkiran"

" Gak bisa, Bar lu kan udah janji mau ngerjain prakarya di rumah gue " Firman menginterupsi, Bara mengangguk mereka memang sudah membuat rencana dengan Kian dan Cakra juga.

" Oh kalau gitu tunggu gue. Gue ikut, siapa tau gue bisa bantu. Gini-gini gue terampil ya "

Firman sudah tak tahan lagi sementara dua temannya yang lain hanya diam, tak berani dengan Devin.

" Apaan sih, ikut-ikut "

" Ya kan gue bilang mau bantu, emang gak boleh "

Firman berdecak, wajahnya masam

" Bilangin sama Abang lu nih gak usah ikut campur urusan orang bisa gak! Risih banget, gak ada kerjaan lain apa, ngerecokin mulu "

Bara bergumam ragu, ia tak berani membantah

"

Kerjainnya dirumahku aja ya "

" Kok--- "

" Boleh boleh, habis pulang sekolah langsung meluncur aja gimana, rumah lu masih yang disitu kan Bar " Sambar Cakra, Bara mengangguk

--

Sebenarnya Devin tak masalah mau Bara ataupun adik-adiknya yang lain ingin berteman dengan siapa selama orang itu berteman dalam tanda kutip tidak memanfaatkan. Bara tidak seperti saudara-saudaranya yang mudah bergaul, kepribadiannya yang pendiam dan kurang bergaul membuatnya sedikit memiliki teman.

Saat itu untuk pertama kalinya, Bara memiliki teman, itupun karena mereka tergabung dalam sebuah kelompok belajar yang dibentuk oleh wali kelas.

" Tuan muda, ada tamu yang mencari anda "

" Oke Pak, terimakasih " Bara membawa semua alat tulis dan laptop yang biasa ia gunakan untuk belajar, menemui Firman dan Cakra yang sudah menunggunya diruang tamu.

Firman tampak memindai arsitektur mansion Anggawirya yang terlihat elegan, ada lampu gantung besar ditengah-tengah ruangan, pandangannya beralih pada Bara yang baru keluar dari lift, mata remaja itu terbelalak mengetahui ada lift di rumah sebesar ini.

Bara bukan anak orang sembarangan, pantas saja ia punya uang saku yang banyak.

" Maaf sudah menunggu, selamat datang "
.
.
.

Hasil prakarya mereka hampir jadi ketika terdengar suara tawa anak kecil saling bersahutan, dalam waktu sepersekian detik saja menara kota yang mereka buat dari kardus bekas kini tak berbentuk lagi akibat tak sengaja terinjak, ketiganya sama-sama menoleh pada si pelaku yang telah membuat karya mereka hancur berantakan.

" Anak siapa sih, rese banget. Bar, bilangin tuh sama anak pembantu lo gak usah main-main sembarangan " Cela Firman yang langsung membuat ekspresi Bara berubah dingin.

DUK!

Firman memegangi kepalanya, menengok kebelakang dan mendapati anak kecil lain menatapnya garang dengan tangan terkepal erat

" Sembarangan aja bilang adikku anak pembantu. Oh jadi ini yang suka porotin Abangku, katanya teman tapi kok memanfaatkan "

Firman ingin mendengus, tangannya terangkat untuk memberi sekedar pembalasan namun tanpa diduga tangannya malah ditepis

" Rayyan " Peringat Bara, ia tak mau perkelahian terjadi karena bagaimanapun baik Rayyan maupun Firman sama-sama menekuni bela diri

KREK!

Terdengar suara seperti tulang dipatahkan diiringi jeritan laki-laki yang lebih dewasa, Rayyan mengindahkan teguran Bara, tersenyum puas melihat Firman sukses menjerit kesakitan

Gerakan ingin meninju tiba-tiba tertahan di udara ketika tiba-tiba ada yang memeluknya, Rayyan menunduk dan disuguhi dengan wajah basah sang adik yang menggeleng kepadanya memberikan larangan

Rayyan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya kasar, menurunkan tangannya. Mengusap airmata yang mengalir di pipi seputih kapas lalu menyembunyikan si bungsu dibelakang punggungnya

Menatap Firman dengan tatapan tidak ramah

" Jangan pernah membuat adikku menangis atau kamu tau akibatnya " Menarik tangan Alanka meninggalkan Firman yang tersentak akan ucapannya.

Continue--

ALANKA |Baby Version|END|Where stories live. Discover now