🍼KAMBUH🍼

1K 53 2
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif

.
.
.
.
.


Siapa yang tega melihat si kecil yang terbaring lemah dengan infus melekat apik di lengan mungilnya dan masker oksigen yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

Wiradarma kira bungsunya hanya sakit biasa, paling-paling ia memprediksikan bahwa Alanka hanya mengidap Asma namun rupanya lebih dari itu, Alanka didiagnosis menderita Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yakni suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis.

Seingat Wiradarma diantara garis keturunan keluarganya tak ada yang memiliki masalah paru-paru hingga barulah dari sang mertua, ia mengetahui jika Windu memiliki penyakit yang sama.

" Penyakit ini memang masih merupakan perkiraan awal, kami perlu melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan. Tapi Pak, penyakit yang saat ini diidap oleh putra anda bukan sesuatu yang bisa diremehkan "

Wiradarma tak kuasa mendengarnya, seharusnya ia membawa sang anak lebih awal ke rumah sakit agar penyakit ini tak bertambah semakin parah namun apalah daya semua sudah terjadi dan ia mulai mencari dokter pribadi untuk putra bungsunya

Namun hingga hari kelima Alanka dirawat, Wiradarma tak kunjung menemukan dokter yang cocok dengan kriterianya. Mencarinya ke rumah sakit besar bahkan sampai ke luar kota tak juga membuahkan hasil

Hingga dirinya mendengar sebuah kabar bahwa anak dari salah satu teman lamanya baru saja menyelesaikan studi kedokteran di luar negeri.

Wiradarma mendatangi dokter baru itu dan setelah banyak pertimbangan, ia putuskan bahwa Dr. Johan Pablo akan menjadi dokter pribadi untuk Alanka.

.
.
.
.

Awalnya Alanka selalu ketakutan setiap Dr. Johan tak datang, ia akan menangis histeris yang malah membuat kondisi paru-parunya semakin memburuk. Wiradarma sempat resah hingga suatu hari Dr. Johan datang dengan membawa boneka kelinci bertelinga panjang tengah memeluk wortel dan dari situ Alanka tidak takut lagi.

Tak hanya boneka sebenarnya, setiap berkunjung untuk sesi pemeriksaan, Dr. Johan selalu membawakan macam-macam sehingga Alanka yang semula takut kini selalu menunggu-nunggu kedatangan dokter pribadinya itu

" Toktel Tohan na? "

Wiradarma melipat koran harian yang dibacanya, mengangkat si bungsu mendudukkannya di atas pangkuan

" Hari ini Dr. Johan gak datang "

" Tenapa? " Bibirnya mencebik, kecewa karena rupanya dokter yang ia tunggu-tunggu malah tidak datang hari ini.

" Dr. Johan datang kalau Alanka sedang kambuh saja"

Namun yang terjadi selanjutnya adalah Alanka yang menangis kencang bahkan sampai berguling-guling, Wiradarma sudah menghubungi pemuda itu namun tak kunjung direspon, biasanya Dr. Johan akan mematikan ponselnya bila dia sedang jadwal operasi.

Alanka tertidur di karpet setelah lelah mengamuk, Wiradarma menyelimutinya dan menyusun boneka sebagai penyangga, tak lupa ia juga menyelipkan satu boneka untuk dipeluk. Penghangat ruangan dinyalakan, Wiradarma ciptakan suasana yang tenang mengisyaratkan pada putra-putranya yang lain untuk tidak membuat suara bising.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALANKA |Baby Version|END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang