16. Dasar bodoh!

2.2K 251 55
                                    

Selamat membaca ♥️👐🩷



***

Sea menangis sejadi-jadinya di lobi hotel. Bagaimana mungkin ia bisa pergi tanpa berpamitan dengan keluarga Galaksi.
Sangat tidak sopan jika melakukan itu sekarang.

Koper ada di sisinya, membuat dirinya tampak menyedihkan. Ia menangis tanpa suara, kenapa hubungannya semakin rumit seperti ini.

"Harusnya aku gak usah ikut ke sini," ujar Sea entah pada siapa. Ia menunduk.

Tak lama, sebuah tangan mengusap kepalanya.

Sea mendongak, sejak kapan Wildan di sini.

"Wil, kok kamu tahu aku di sini?" Ujar Sea menghapus air matanya.

"Kebetulan lagi mau siap-siap chek out, terus lihat kamu." Wildan duduk di sisi Sea, reflek Sea mengeser kopernya.

"Bertengkar hebat? Sorry ya, Ya. Karna aku masuk ke kamar, Galaksi jadi salah paham."

"Bukan, Wil." Sea berusaha meluruskan.

Wildan membuka air mineral yang ia bawa, "Minum dulu."

Sea meneguknya, lalu mengatur napasnya dan diam beberapa detik.

"Aku batal nikah kayanya, Wil."

"Lambemu, Ya! Jangan gitu ngomongnya." Wildan kaget, sesuka-sukanya ia sama Sea, ia tetap tidak suka dengan berita ini.

"Kemarin aku pulangin cincin tunangan kita di depan orangtuanya."

"Kemarin? Serius? Karna apa?" Tanya Wildan tanpa berkedip.

"Karna gak cocok lagi dalam banyak hal."

"Kutabok ya kamu! Semua orang yang putus juga selalu jawab gitu! Gak cocok ini kan ada halnya, gak cocok dalam hal apa coba?" tanya Wildan.

"Banyak rahasia yang gak pernah siap dia bagi ke aku. Kesibukannya di tengah hubungan jarak jauh pun ngebuat aku ngerasa kalau dalam membangun hubungan ini, aku yang terlalu effort ke dia, Wil."

Sea menatap Wildan, "Sebagai seorang laki-laki, aku tanya ke kamu, kalau kamu sayang sama perempuan, kamu pasti nunjukin effort, kamu pasti peduli, kamu pasti berjuang. Betul gak?"

Bak orang bodoh Wildan mengangguk. Tidak bisa ia pungkiri, apa yang Sea tanyakan ada benar. Laki-laki lebih suka menujukan aksi kalau memang dia sayang.

"Sering banget aku yang ke Jakarta untuk sekadar bertemu. Aku bahkan pernah dihubungi sekali dalam seminggu. Hubungan jenis apa ini, Wil?"

"Rasa bersalahku lima tahun yang lalu ngebuat aku memaklumi apa yang Galaksi lakukan ke aku."

"Aku kaya pengemis kabar, Wil. Aku kaya gembel yang minta agar segala hal ia ceritakan ke aku. Aku menyedihkan kalau ingat itu."

"Apalagi, dia mempertimbangkan perjodohan bisnis dan gak mikirin perasaan aku yang notabennya pasangan dia."

"Mungkin kamu berpikir terlalu keras kali, Ya. Bisa jadi hubungan kamu enggak sekritis itu." Wildan mencoba menengahi.

"Entah gimana pun aku coba untuk berpikiran positif dari keadaan ini, aku tetap kalah, Wil. Aku enggak bisa keluar dari pikiran negatif ini."

Sea menghapus air matanya. "Secara logika, seorang pria yang sudah memiliki kekasih ingin mempertimbangkan perjodohan dengan wanita lain, pikiran positif apa yang harus aku pikirin untuk situasi ini, Wil? Kasih tahu aku?"

Wildan menatap iba Sea. "Ya—"

"Aku pasti kalah, Wil. Dia punya alasan kuat untuk perjodohan ini. Keluarganya dipertaruhkan, sedangkan untuk mempertahankan aku, dia enggak punya dasar yang kuat untuk melakukan itu."

Sagala 2 Where stories live. Discover now