Musim.

5 4 2
                                    

Selamat menikmati
perjalanan Juni

*

*

*

Desember  1996 Jakarta

Pagi ini Juni sedang bersiap-siap untuk pergi menuju sekolah dengan udara yang sangat segar juga menyejukkan. Pagi ini ia terasa bahagia, mungkin tak hari ini saja, dirinya selalu saja bahagia di hari-hari yang penuh tantangan itu. Juni merapikan rambut pendeknya yang lurus itu dengan sisir berwarna hijau tua milik ibu sembari menghadap cermin kecil dengan hiasan ukuran kayu yang indah.

Ibu sedang mempersiapkan bekal untuk Juni bawa ke sekolah dan dimakan pada saat jam istirahat. Hari ini Juni tak membawa bekal nasi, melainkan camilan untuk ia makan pada saat jam istirahat hanya sebagai pengganjal perut saja. Ia membawa beberapa donat kecil yang atasnya yang diselimuti selai cokelat dan strawberry, juga klepon hijau dengan taburi parutan kelapa serta gula merah yang menjadi isian dari klepon yang membuatmu menjadi enak itu. Camilan yang ibu beli di pasar khusus untuk bekal Juni.

Juni berniat untuk memakan camilan itu semua bersama seseorang yang selalu membuatnya bahagia itu. Ia ingin menikmati lebih banyak tawa dan bahagia bersama lelaki yang selalu membuatmu tertawa dalam beberapa waktu hingga menjadi waktu yang terindah dalam hidup Juni.

“Ibu, bapak, Juni berangkat dulu, ya.” Juni berpamitan kepada kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu sedang menonton televisi, kemudian Juni mencium punggung tangan kedua orang tuanya sebagai bentuk penghormatan.

“Sekolah yang pintar dan buat bapak bangga, hati-hati di jalan, ya.” Ucapan bapak yang membuat Juni semakin membara dengan semangat pagi ini. Berjuta harapan bapak yang membuat Juni bersemangat dalam mencari ilmu, karena Juni adalah satu-satunya harapan bapak.

“Siap, pak,” ucap Juni dengan semangat sembari tersenyum ke arah bapak membuat seseorang yang memandanginya pun ikut tersenyum.

Kemudian Juni pergi ke sekolah menggunakan becak sendirian tak seperti biasanya. Ratna sudah pergi dahulu bersama seseorang ketika Juni menghampiri ke rumahnya, ia pun tak apa dengan hal itu, karena mungkin pergi bersama seseorang itu jauh lebih cepat dan menyenangkan dari pada pergi bersamanya yang menggunakan becak.

Rasa sendiri itu memang menakutkan bagi Juni, apa lagi pada saat perjalanan perempuan berambut pendek itu hanya menatap kosong ke depan memandang semua pemandangan di hadapannya. Sendiri itu rasanya kosong dan tentunya menakutkan karena sunyi dalam pikirannya walau sebenarnya ramai dengan suara pengendara di jalanan.

Di lain sisi Juni juga tak sabar untuk bertemu dengan seseorang yang dapat membuatnya senang itu dan memakan bersama camilan yang ia bawa sembari bercerita banyak hal. Sudah terbayang dikepala Juni bagaimana keadaannya jika ia bersama sosok yang menyenangkan itu. Sosok yang penuh kejutan baginya. Sosok yang tak ingin hilang dari hidup Juni, karena sosok itulah hidupnya jauh lebih terasa berwarna dan ia tahu apa rasanya bahagia yang diciptakan dari orang lain untuk dirinya.

Sesampainya disekolah setelah perjalanan cukup jauh Juni langsung bertemu Ratna di depan gerbang sekolah. Mereka mulai mengobrol bersama sembari berjalan dengan langkah kecil menuju kelas. Dengan udara dan suasana sekolah yang cukup tenang membuat obrolan dirinya bersama Ratna terasa begitu menenangkan.

“Juni, maaf aku berangkat sekolah tidak bersama denganmu.” Ucapan maaf Ratna kepada Juni karena ia merasa bersalah tidak menemani Juni saat berangkat ke sekolah dengan menaiki becak.

“Tak apa, memangnya kamu berangkat sekolah bersama siapa?” tanya Juni karena ia penasaran kepada seseorang yang menjemput Ratna untuk pergi ke sekolah bersama.

Musim Sedih Di JakartaWhere stories live. Discover now