Pembicaraan yang hangat

18 10 12
                                    

SORRY BANGET, KARNA UDH LAMA BANGET GAK UPDATE, AND NOW U CAN READ 2.178 WORDS, KARNA THIS IS FOR U.

Selamat menikmati
perjalanan Juni

*

*

*

“Ide yang bagus, baiklah.” Juni pun menyetujui ide dari lelaki berkacamata bulat itu untuk membaca novel yang dipegangnya secara bersama, karena lebih baik Juni membaca sekilas novel itu terlebih dahulu sebelum ia meminjamnya.

Lelaki itu tampak seperti lelaki biasa pada umumnya yang bersekolah disekolah ini. Rambutnya rapi dengan poninya yang berada di sebelah kanan kepalanya, ia juga memakai seragam dengan baik dan benar berbeda dengan siswa lainnya, yang jadi berbeda dengan siswa lainnya adalah kaca mata bulat hitamnya yang lucu. Sepertinya terlihat seperti murid pintar? Memang ia pintar di bidang mata pelajaran apa pun, ia suka sejarah, karna menurutnya mempelajari sejarah Indonesia bagai membaca novel dengan genre aksi, namun sejarah itu nyata, bahkan ia ingin sekali berada ditahun di mana sejarah Indonesia itu dimulai. Berbeda dengan Juni yang tak menyukai pelajaran sejarah, karna baginya masa lampau tak perlu dibuka ulang, tak perlu membaca bagaimana kelamnya masa lalu, karna kita berada dimasa kini, masa yang tidak akan ada bila tanpa masa lalu.

“Kita duduk di sana saja, ya.” Lelaki itu menunjuk tempat duduk di perpustakaan yang paling nyaman, bagian paling belakang bersebelahan dengan jendela yang langsung memperlihatkan keindahan disekolah ini. Tempat itu memang menjadi tempat favorit para murid, karna selain dapat langsung melihat pemandangan indah dari jendela, tempat tersebut juga terkena sinar matahari bila pagi hari seperti ini, jadi terasa hangat dan terang saat duduk di tempat tersebut.

“Wah, ini tempat ternyaman sepertinya, kamu sering duduk dibangku ini?” tanya Juni saat melihat tempat yang akan mereka berdua duduki. Lelaki itu memang sering membaca buku di bawah sinar matahari sembari melihat pemandangan dari tempat itu. Bangku bagian tersebut adalah tempat ternyamannya di perpustakaan, ia terlalu nyaman dengan tempat itu, hingga ia tak ingin pergi dari suatu tempat yang dapat membuat dirinya nyaman, karna menurutnya sesuatu yang nyaman itu susah dicari.

“Iya, saya lebih suka tempat ini dari pada tempat lainnya.” Lelaki itu memang suka tempat yang teduh, hangat dan indah serta bersih. Itu adalah tempat ternyamannya, tapi terkadang kita nyaman dengan tempat-tempat yang salah, tidak selalu benar, karna manusia tempatnya gudang kesalahan.

“Tidak bohong sih kalau ini tempat ternyaman, terkena sinar matahari yang hangat, pemandangan jendela yang menenangkan,” ucap Juni saat melihat tempat duduk itu yang terlihat cukup nyaman bagi siapa pun yang mendudukinya. Saat di perpustakaan Juni tak pernah membaca buku di perpustakaan, ia selalu meminjam lalu membacanya di kantin sembari ia mengisi perutnya yang kosong. Jadi ia tak pernah tahu tempat ternyaman untuk membaca buku di perpustakaan walau ia sering ke perpustakaan, ternyata sesering apa pun kita melakukan suatu hal, belum tentu kita tahu tentang semua dari hal tersebut.

“Tapi ada siswa yang bilang tempat ini bukan tempat ternyaman.” Memang tidak semua siswi berkata jika tempat tersebut adalah tempat ternyaman, namun ada juga siswa yang tidak setuju dengan hal itu, mereka semua punya alasan masing-masing mengapa tempat itu menjadi tempat yang tidak nyaman dan begitu pun juga sebaliknya.

“Oh ya? Padahal tempat ini nyaman loh.”

“Letak rasa nyaman setiap manusia berbeda, mereka mengartikan sendiri tentang kenyamanan, jadi tentu saja letaknya berbeda.” Mereka semua umat manusia mendefinisikan sendiri arti dari ‘nyaman’ yang sesungguhnya dari pola pikir mereka masing-masing, pikiran mereka berbeda, jadi arti dari kata ‘nyaman’ pun berbeda-beda.

Musim Sedih Di JakartaWhere stories live. Discover now