20-

25 3 0
                                    

"Udah gue bilang, lihat sekarang?" Omel Key lalu sedikit menekan kapas pada luka dipipi Al.

Al tidak menggubris, ia hanya diam. Menatap manik cokelat yang memandangnya kesal. "Gak usah natap gue gitu," kesalnya,Al hanya tersenyum tipis. "Lo gak usah bikin gue kesel, kalau tiba-tiba lo nyosor gak lucu." Gerutunya lalu dengan cepat menyudahi mengobati luka-luka di wajah Al.

Seperkian detik kemudian, bel sekolah berbunyi. Di luar terdengar ricuh akan larian pelajar dan sorakan bahagia karena mereka sudah diperbolehkan untuk pulang, terbebas dari beban materi yang menumpuk. Key menoleh kebelakang, Al masih setia menatapnya.

"Udah waktunya pulang," ujar Key dan membereskan kotak P3k. Al berjalan mendekat.

"Siap-siap sama nilai lo di try out hari ini, besok nilai akan trekspos." ucap Al lalu memasukkan obat merah kedalam kotak P3k.

"Menurut lo bakalan naik?" tanya Key karena rasa sedikit bimbangnya. Terlihat Al tersenyum tipis.

"Menurut lo?"

"Ya gue gak bisa ngeraguin kualitas lo, tapi gue ragu sama kualitas gue. Gimana kalau ternyata waktu ujian tadi otak gue macet gima_"

"IQ 119 lo gak akan sebodoh itu." Potong Al cepat. "Selama ini IQ 119 lo seharusnya bisa menduduki ranking sepuluh keatas, tapi sayang ternyata lo intuisi. Dan lebih disayangkan lagi, lo males untuk berpikir secara logika. Lo udah nyaman sama dunia intuisi lo, dan lo bodo amat dengan masalah nilai."

"Yaiya lah, ngapain gue sibuk mikirin rumus-rumus kematian kaya gitu sedangkan gue masi banyak bakat. Lebih baik gue kembangin untuk masa depan yang lebih cerah." Key meletakkan kotak P3k pada tempatnya lalu menatap Al.

"Gue adalah semuanya yang gue inginkan." lanjutnya.

"Kalian masi disini? Ngapain aja? Lama banget, ini udah waktunya pulang." Terdengar suara yang cukup familiar. Rendra dan disebelahnya ada Karla.

"Lo pikir lukanya dikit apa? Sedangkan Dito mukulnya seberutal itu?" Dengus Key.

"Mana gue tau, kan gue baru dateng tadi." Jawab Rendra sekenanya. Rendra melirik Al yang terlihat cukup santai menatap dirinya dan juga Karla. "Hallo saingan." Sapanya pada Al.

Tubuh Karla tercekat ketika mendengarnya, bukankah tadi try out. Dan ia tidak mengikutinya sama sekali, Rendra juga melakukan hal yang sama. Tubuhnya mendadak membeku ditempat dengan kepala yang terserang rasa pusing.

"Gue gak merasa jadi saingan lo," cibir Al dengan wajah sombongnya. Bahkan jam tangan yang melekat dipergelangan tangan kanannya memberikan kesan sombong.

Terdengar Rendra tertawa, "gue lupa, lo mana bisa disaingi."  Lalu ia tersenyum kecut bersamaan dengan Karla yang menelan pahit.

"Udah, bisa diem gak si kalian? Gue gak mau tiba-tiba kalian berantem disini." Serobot Key. "Sekarang, pulang." lanjutnya lalu berjalan lebih dulu.

Selepas mereka keluar dari UKS, tubuh mereka sama-sama tercekat ketika melihat beberapa guru berjalan beriringan menuju belakang sekolah. Yang hanya memiliki satu gedung, dan itupun gudang. Masing-masing ditangan mereka membawa map berwarna merah.

4-Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora