19-

28 4 0
                                    

Rendra tersenyum getir ketika melihat kursi kosong tepat didepan papan tulis. Tapi ia mencoba berpikir jika gadis itu sedang melakukan kegiatan lain, yang memungkinkan untuk tidak sempat menaruh tasnya.

Ruang seni...

Seketika ruangan itu terbesit dipikirannya, apalagi ini sudah dekat dengan ajang lomba. Segera cowok itu berlari menuju ruang seni.

Nafasnya terengah karena berlarian menuju ruang seni, menyeberangi lapangan dan beberapa gedung sekolah yang lain. Ia mengatur nafasnya sebaik mungkin, lalu berjalan menuju pintu ruang seni. Ia membukanya dan melihat kedalam, kosong.

Tapi kaki Rendra tertarik untuk masuk, meski hanya sekedar melihat-lihat. Apa yang membuat gadis itu menyukainya...
Ruangan ini, sunyi dan dingin. Laki-laki itu beralih menatap piano hitam yang ada disudut ruangan dengan kaca pembatas.

Ia mendekat sambil tersenyum simpul, entah mengapa bibirnya tertarik untuk membentuk sebuah senyuman simetris.  Tanpa harus berpikir keras atau diberi tahu, tapi jelas piano hitam ini tempat Karla biasa melantunkan setiap bait notnya dengan sangat indah. Tempat ia meluapkan keluh-kesah yang menghakiminya.

Jemarinya bergerak dan menekan satu not, suaranya bergema disetiap sudut ruangan. "Lo kemana sih," gumam Rendra.

Ceklek...

Rendra dengan cepat berbalik.

~oOo~

Satu kelas dibuat risih karena seorang siswa memperlakukan siswa lain dengam buruk. Disudut ruang kelas, siswi dengan rambut bergelombang serta pita putih yang bertengger di kepalanya. Meremat buku latihan milik siswi yang memang jarang dikenal, tetapi selalu dibully.

Siswa lain tidak memperdulikan apapun, yang ada didalam pikiran mereka hanyalah belajar. Keributan semacam ini sangat mengusik mereka, tapi mereka tidak mau peduli.

Hingga akhirnya Key datang dan menarik bahu gadis itu. Ternyata ia Kiya, siswi ranking lima besar. Yang waktu itu pernah berdebat dengannya.

"Ikut gue," ucap Key dingin, sebenarnya ia sudah tidak mau berurusan dengan Kiya. Gadis pembuat onar dan hanya mau menang sendiri.

"Apaan sih lo!? Ganggu aja, gue lagi ngobrol sama culun." bentak Kiya tidak suka.

"Ngombrol?" Key mendecih lalu tertawa, tangannya ia lipat di depan dada. "Lo ikut gue sekarang," tekan Key.

"Ogah! Apaansih, gue gak suka si culun ini mulai naik." dengus Kiya, melirik tajam siswi yang tertindas di belakangnya.

"Lo takut? Takut ranking lo direbut? Kalo lo emang pinter, lo gak akan takut." cibir Key.

"Lo ngatain gue bodoh!?" teriak Kiya mulai tersulut emosi.

"Gue gak bilang begitu," acuh Key. "Sekarang lo ikut gue," geram Key lalu menarik lengan Kiya sekuat tenaganya.

"Apaansih lo!? Sakit!" Kiya membrontak sekuat mungkin, tapi cengkraman Key pada lengannya semakin mengeras. Terasa seperti ingin menusuk dengan jari-jarinya.

Belum sampai keluar kelas Key membawa Kiya, tapi guru yang akan memasuki kelas Kiya datang. Ia menutupi jalan keluar. "Pak, kita belajar tentang apa hari ini?" suara Kiya tiba-tiba.

4-Where stories live. Discover now