-4

47 5 0
                                    

Karla menekan tiap not dengan sempurna, tidak ada kecacatan di setiap nadanya. Ia terus mengalunkan jemarinya dengan lentik di atas setiap bait not, sampai pada akhirnya lagu itu dapat ia selesaikan.

Sekarang yang di rasakan Karla, sepi lagi. Di ruangan hampa, sunyi, dan dingin. Karla melihat arlojinya, ia tersentak karna ia harus datang les.
"Gue harus bergegas" Karla bergerak cepat namun tetap elegan, setelah menggendong ransel hitamnya ia langsung berlari menuruni tangga.

Ia terlalu asik dengan studio musiknya, studio seni tarinya. Tidak ada hal yang paling membuatnya bebas dari segala beban hidup selain studio musik, studio yang berada di gedung ke-tiga lantai paling atas.

Tapi, sekarang ia harus menghadapi perihnya dunia dan penatnya kota Jakarta.

Karla langsung menaiki mobil yang masih setia di parkiran Sayap Bangsa, serta sopir yang langsung berlari dari bilik toilet menghampiri mobil.
"Les ya non?" Tanya sopir pribadi Karla dengan ramah.

"Yes" jawab Karla singkat, sesaat sebelum ia merogo ranselnya dan bermain ponsel.

~oOo~

Rendra menyugar rambutnya kebelakang, rambutnya sudah sangat basah karna kringat yang terus bergulir membasahi tubuhnya.

Narendra Xakazier, selain captain Voli ia juga seorang captain Basket. Ia andalan Sayap Bangsa, seseorang yang selalu di andalkan oleh Sayap Bangsa.

Ia terus men-dribling bola basket dan shot!  Lemparanya jarang meleset dan hampir tidak pernah meleset. Bola basket jatuh dan memantul di lantai gimnasium.

Rendra langsung menuju pinggir lapangan dan meminum sebotol air hingga kandas. Saking asiknya bermain bola basket Rendra sampai lupa dengan arloji yang terus berdetak tanpa ada niatan menunggunya.

Rendra menatap sekeliling gimnasium dan tertuju pada bola basket yang bergulir lambat lalu berhenti. Sedetik kemudian Rendra teringat dengan arlojinya.

Buru-buru ia melihat arloji yang berdetak semakin jauh.
"Ala mak! Mampus gue!" Rendra terperanjat dan langsung berlari menuju toilet.

Rendra harus bergegas mengganti pakaiannya dan mengikuti les jika ia ingin mengalahkan genius bau rokok.

~oOo~

Kepala Karla selalu ingin pecah ketika membahas pelajaran fisika, ia les fisika hanya karna ingin bisa mengalahkan Rendra, dan kalau bisa Al juga. Walaupun, hal itu sedikit tidak mungkin.

Dalam otaknya, ia merasa mengalahkan Al adalah nol koma satu persen. Apalagi setelah satu tahun lalu ada pngetesan IQ, dan Karla ada dua puluh lebih rendah darinya.

Jika Rendra,Karla tidak tau kalau Rendra. Pasalnya ia tidak hadir karna olimpiade kimia,dan ia berhasil membawa mendali. Seperti biasa.

"Jadi, berapa besar newton yang di hasilkan..."

"Akh! Pusing gue" grutunya frustrasi, kepalanya terasa berdenyut di setiap sudut dinding lapisanya.
"stupid stupid stupid!  I could really go crazy"

Tapi setidaknya, Karla tidak pernah gagal membawa mendali saat olimpiade bahasa inggris.

"Lo harus belajar dengan santai Kar" Ucap guru les-nya, masih sangat muda. Sehingga mereka lumayan akrab, di saat Karla sudah mulai gila maka Stasi akan menenangkannya.

Entah itu dengan rangkaian kata atau kata-kata penyemangat.
"Jangan kasih tau Papa ya kak"

"Iya"Jawab Stasi dengan senyuman, ia menepuk bahu Karla dua kali.

"Jangan kasih tau ya seberapa bodoh dan gak gunanya gue, jangan kasih tau ke tololan gue kalau les fisika, jangan kasih tau seberapa buntunya otak gue untuk nyerna penjelasan yang udah lo jelasin dengan rinci dan ringan yang seharusnya dengan mudah gue serap, tapi karna otak gue stupid fery-fery stupid!  Dan selamanya akan tetap bodoh, tolol, gak guna-"

"Hey, stop it You are the most extraordinary person I have ever met Kar, you have to calm down and believe kalo lo bisa lebih"Stasi merangkul Karla, menenangkan pikiran kotor cewek ini.

"Tapi, kenapa lo bisa kak? Dan gue gak bisa? Kenapa lo bisa jadi guru les gue dan gue gak bisa jadi ranking satu paralel?" Karla melepas dekapan Stasi dan menatap iris gelap yang menatapnya lekat.

"Lo pikir dulu kakak langsung jreng bisa fisika? Kayak cowok brandal genius yang ada di SMA Sayap Bangsa? Sampai ke-geniusan dia tu tersebar luas? Bukan Kar, kakak dulu kayak kamu juga, merintis dari nol. Dulu kakak juga gitu, pusing sampai mau berhenti ada niatan jadi guru. Tapi, kakak masih mau mencoba dan terus berusaha, dulu guru les kakak sama kayak kakak ngajarin kamu. Selalu nenangin diri aku kalo tiba-tiba aku drop, karna soalnya bikin njelimet manget di otak" Stasi tertawa renyah jika mengulang kembali bagaimana tololnya dia dulu.

"Tapi, gue ngerasa emang gue tolol kak. Pelajaran kimia gue gak ngerti, pelajaran biologi gue kurang paham, dan fisika gue tolol. I'm so stupid"

"Tapi janji ya kak, jangan kasih tau Papa seberapa tololnya gue hari ini. Seberapa gue gak ngerti kimia, seberapa gue gak paham biologi, setolol gue ngenal fisika,dan soal gue yang telat" Timpalnya.

"What? Are you serious? Kamu cuman telat delapan menit Kar, gak akan bikin lo kena marah bokap lo" Stasi tidak habis pikir kali ini.

"Tapi Papa benci sama orang yang gak on-time" Karla mulai merapikan buku-buku les-nya.

"Tapi lo cuman telat delapan menit dan itu pun lo cuman sekali telatnya Kar, jangan terlalu perfectionist" Stasi bingung, yang gila anaknya atau Papanya.

"Tapi gue selalu di ajarin perfectionist dalam setiap hal dan setiap bidang, karna kalau ada pertemuan antar perusahaan. Papa gak mau gue malu-maluin dia dengan sikap gue yang gak on-time, gue yang gak perfectionist,dan gue yang gak terlihat sempurna" Karla sudah memasukkan semua buku les-nya kedalam ransel.

"Gue pamit ya kak, jangan kasih tau Papa. Oke?" Karla tersenyum memandang Stasi yang tampak masih tidak percaya.
"Oh-oke, amanlah kalo masalah itu" Stasi tersenyum kaku, dan mencoba tulus.

Sungguh, dunia Karla benar-benar gila. Semua di tuntut harus menjadi begitu sempurna dan perfectionist.

"Saat ini cuman lo kak yang bisa jadi temen curhat gue, dan masalah ini juga cuman lo yang tau. Jadi, jangan ngecewain gue dan gue bakalan berusaha gak akan pernah kecewain lo dalam pelajaran bahasa inggris" Karla tersenyum dan memeluk Stasi sesaat.

"Yah, gue juga tau. Lo paling best kalo masalah bahasa inggris" Seru Stasi menghangatkan suasana.

"Dah, good bye so you to morrow" Karla melangkah pergi meninggalkan kediaman guru les-nya.

~oOo~

Karla menginjakkan kakinya ke dalam mansion megah milik Papanya.

Ketika Karla masuk, Papanya sudah duduk di depan sofa, menatap Karla dingin.
"Seharusnya Papa kasih kepercayaan kamu sama guru les lain, bukan sama guru curhat!" Bentak Darel menggebu sambil membanting formulir kantor yang ada di tanganya.

.

.

.

.

.

See youuuu

Kalo ada salah ketik, typo atau lain sebagainya. Tandain ya.

Sekalian kritik, biar Nana bisa memperbaiki kesalahan.

Are you ready next to part??

I'm? Ready!

4-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang