13-

40 4 0
                                    

“Kenapa harus gue? Kenapa gue yang lo bolehin masuk ke kehidupan lo sedalam ini? ”__Key

Hembusan semilir angin yang terasa spoy-spoy, langit gelap melingkup bumi menerangkan cahaya yang sangat redup. Begitulah suasana Jakarta sekarang, sunyi namun berisik.

Key mematri langkah pulang, setelah lelahnya latihan. Sebelumnya ia mampir terlebih dahulu ke supermarket dan membeli minuman isotonik,  saking larutnya ia pulang, Al pun sudah menghilang tanpa memikirkan apapun. Mau janji atau apapun, yang jelas kali ini ia menurut pada Key.

Ia meneguk minumannya hingga kandas setengah, ia celingukan melihat kanan dan kiri. Kalau-kalau ada segerombolan preman seperti biasanya. Key tidak takut, bukankah mereka juga temannya. Karena hari yang larut Key tidak melewati gang sempit yang biasa ia lewati, setidaknya ia melewati gang yang tidak terlalu jauh dari gang biasa yang ia jejaki.

Sesi sparing tadi sangat melelahkan, bahkan Key bisa merasakan tenggorokannya kering. Kaki kirinya balu di bagian mata kaki, sudah biasa.

Key meneguk kembali minuman isotoniknya hingga habis, ia melihat ke segala arah lalu
melempar botol yang sudah habis kering isinya. Botol itu masuk ke dalam tong sampah yang selalu tersedia di setiap gang.

"Maafin mama.. Plis, maafin ya..?" suara melirih siapa, Key tidak tahu. Tapi sekarang ia tahu, seorang ibu dan seorang anak laki-lakinya. Anak laki-laki itu tampak hanya diam saja, tidak menggubris permohonan sang mama. "Al bisakan maafin mama?" Key terkesiap, ternyata siluet itu benar-benar milik cowok itu.

"Gak tahu ma," balas Al, nada cowok itu datar tapi ada retakan yang bahkan tidak bisa di gambarkan.

"Plis maafin mama ya..?" suaranya semakin menyayat, Key tidak tahu apa yang terjadi. Tapi Key ikut sakit.

"Papa mana?" tanya Al tiba-tiba, sosok mama di depannya diam. Al menatap nanar mamanya, menatap kosong mamanya, menatap tidak percaya pada mamanya. Dia tertawa hambar, tawa yang membungkus tangis. "Kenapa kalian sejahat itu? Kenapa kalian membuang saudara Al? Kenapa? Kenapa gak Al aja yang kalian buang? KENAPA!?" bentaknya emosi, semburat merah mengitari matanya. Otot-ototnya bermunculan, urat-urat besar menonjol di leher dan sekitarnya. Tangannya mengepal kuat.

"Maafin mama.." lirih wanita itu lagi - lagi. Hanya kata itu yang bisa ia katakan, tidak ada argumen untuk membela.

"Kenapa mama gak adu argumen sama Al? Mamakan jenius, seorang profesor. Profesor yang buang anaknya sendiri!" Al menekan kalimat akhirnya. Terlihat wanita yang di sebut-sebut mama dan profesor oleh Al itu hanya menunduk.

Al berjalan cepat menuju motor ducatinya dan menyalakan mesin motornya, lalu pergi dengan hlem yang sudah melekat dikepalanya.

Key bersembunyi di mana saja asal Al tidak melihatnya. Tubuh Key panas dingin dibuatnya, pertengkaran itu terjadi tiba-tiba di hadapannya. Apalagi Al yang menjalaninya, mengetahui bahwa saudaranya dibuang. Key ikut sakit, tapi Key tidak tahu seberapa sakit Al.

Suara motor cowok itu masih menderu, melambat. Key menutup matanya, takut-takut cowok itu datang dan memergokinya yang sudah tahu apa yang terjadi. Mungkin Al bisa membawanya untuk ikut tawuran, lalu ia meninggal.

"Lo ngapain disini?"

Damn!

Key terlonjak kaget, sangat kaget. Jantungnya hampir keluar jika ia tidak segera menarik nafas dalam-dalam. "E-e, enggak papa kok-" tangan Key disambar Al yang masih menggunakan hlemnya. Ia membawa Key kehadapan motornya.

Empat Negatif || 4-Where stories live. Discover now