11-

43 2 0
                                    

Al dan Key masih berkutat dengan kertas gambar mereka, tanpa melirik gambar satu sama lain. Sebelum memulai battle Key berkata "Lo ngintip gambar gue, berarti lo copy," tegas Key percaya diri. "Yang ada lo yang lihat gambar gue, soalnya gambar gue menarik." ledek Al dengan tampang songong. "Anj!-"

"Jaga mulut lo," kata Al cepat, "Mulut lo lebih parah gila!" sarkas Key tidak terima, memangnya mulut Al suci? "Jelaslah, guekan leader_nya tawuran jadi wajar-wajar aja gue suka ngomong kasar, lah elo? Si paling sesi keamanan tapi mulutnya kotor," Al melirik Key dengan senyum miring.

"Sejak kapan lo jadi judes anjir? Lagi pula, dih!Sok ngatur lo." sarkas Key tidak terima. "Lo aja ngatur, suka-suka gue lah," jawab Al santai, tidak nyolot seperti Key. "Anjir ni cowok kalo ngomong suka gak ngotak," Key melirik sinis Al. "Lo kalo ngomong ngotak lah anjir." tatapan Key mereka bertemu dengan netra coklat gelap milik Al. "Eh, lupa! Lo kalo ngomong pake perasaan lah!" ralat Key dengan sarkasme. "Kalo gue ngomong pake perasaan gue harus punya perasaan dulu sama lo." masih dengan netra yang melirik manik coklat bening yang menatapnya sinis.

"Ayo di mulai, tunggu apa lagi?" Pak Dwi datang dari dapur karena mendengar kericuhan dari kedua muridnya. Setelah itu Al dan Key langsung berkutat dengan kertas gambar mereka.

Al langsung bersandar pada punggung kursi dan sedikit meregangkan persendian  tanganya, lalu beranjak dari kursi sambil membawa tasnya. Key langsung menoleh, "Eh lo mau kemana?" tanya Key, pasalnya gambar Key belum selesai. "Bukan urusan lo yang jelas," jawab Al cuek lalu pergi menuju pintu keluar. "Lo gak takut gambar lo gue copy? Lo taruh sembarangan gitu?"

"Gue percaya sama lo." jawab Al sebelum punggungnya hilang ditelan pintu. Key langsung berlari mengejar punggung cowok itu. "Al! Jangan malak ya!?" teriak Key dari ambang pintu ruang seni. Sedangkan siempuh yang dimaksud seperti tidak menggubris teriakan dari Key.  Tapi ia sedikit menarik sudut bibirnya.

~oOo~

"Kar," Rendra berlari kecil mengejar punggung wanita yang rambutnya terombang ambing. "Kar," panggil Rendra sekali lagi, tapi lagi-lagi Karla tidak menoleh bahkan ia semakin mempercepat langkahnya dengan kotak pensil dan botol air minum di kedua tanganya. "Karla," Rendra langsung menggapai tangan gadis itu hingga tubuhnya menghadap ke arahnya.

Wajahnya pucat dengan tangan yang sedikit terasa getaran-getaran halus bahkan matanya sedikit terlihat memerah. Rendra baru menyadarinya setelah ia begitu dekat denganya, semenjak ia terpilih menjadi ketua Osis dan Karla sebagai wakil, di situlah baru ia merasa sedikit mengetahui keberadaanya. Selama ini ia dekat dan bahkan terkenal, tapi Rendra merasa jauh dan tidak kenal.

"L-lo kenapa?" tangan Rendra masih setia menggenggam lembut pergelangan tangan Karla. Karla tidak menjawab, tatapan yang biasanya tajam dan datar, kenapa sekarang terasa berbeda? Kenapa sekarang sorotnya menunjukkan retakan disana? Tatapan itu, sayu.

Karla tidak menggubris pertanyaan dari Rendra, ia masih diam sambil terus menatap lurus Rendra. Ia hanya ingin tahu hal apa yang akan cowok itu lakukan dan ucapkan, hal penting apa yang membuatnya datang menemuinya. "Kar? Are you okey?" tanya Rendra sekali lagi, tapi Karla hanya diam. Yang Rendra rasakan adalah getaran tangan Karla yang semakin kentara di genggamannya.

"Karla, apa yang terjadi? Lo kenapa? Lo gak papakan?" setelah Rendra mengucapkan kalimat terakhirnya, bahu Karla langsung bergetar. Kepalanya menunduk dan menutup kedua matanya,Karla menggigit bibirnya kuat-kuat takut suaranya akan terdengar. "K-kar?" Rendra makin bingung serta panik dengan apa yang terjadi pada Karla.

4-Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora