dua puluh sembilan

568 57 13
                                    

Selamat malam....

Alhamdulillah gaes, kekhawatiranku akan banjir susulan kamis lalu gak terjadi. Kampungku aman, cuma desaku yang deket jalan utama lumpuh total karena air yang menggenang. Untuk Teman-teman yang ada di Purwodadi sekitarnya, atau mungkin daerah Demak kota, Dempet, Karanganyar, sekitarnya, stay safe ya. Semoga banjir lekas surut, dan kondisi lekas membaik.

Terimakasih atas doa-doa kalian. Semoga kita dalam lindungan dan aman selalu yaaaa. Semoga musibah yang menimpa bisa kita ambil ibrahnya.


Dua puluh sembilan

"Kamu makan dulu, deh, Nduk, biar mas yang gendong Ganesh."

Praba yang tengah menggendong Ganesha --nama putra mereka-- menoleh sembari memoncongkan mulutnya meminta Yudhistira untuk tidak membuat suara.

Ganesha baru saja terlelap, dan matanya belum sepenuhnya tertutup. Kebiasaannya, kalau mendengar suara sang ayah, anaknya akan langsung bangun dan rewel meminta gendong. Apa gak rugi dia yang hampir setengah jam gendong ini?

Yudhistira sepertinya mengerti isyarat yang dia beri. Lelaki itu dengan jalan berjinjit-jinjit menghampiri Praba yang sudah memelototkan mata.

"Cuma mau lihat sebentar."

Praba mendengkus. Sebentar versi Yudhistira adalah lamanya lelaki itu mengamati sang putra bahkan sampai ia menyelesaikan makan siangnya dan beberapa kali menghampiri tamu yang hadir dan menanyakan keberadaan suaminya.

"Keluar dulu, deh. Tadi rekan-rekan mas Yudhis udah pada dateng."

Praba datang membawa cemilan juga minuman yang ia ambil di dapur sebelumnya.

"Kamu?"

Praba mengernyitkan kening tak mengerti. "Aku? Kenapa denganku?"

Terlihat menghela napas panjang, Yudhistira menuruni ranjang dan duduk di samping Praba yang terlihat lebih berisi setelah sebulan melahirkan.

"Ya nanti yang nemenin kamu siapa?"

Kunyahan buah di mulut Praba terhenti, mata perempuan itu melebar sebelum tawa renyahnya terdengar.

"Kirain apaan," ujarnya usai tawanya reda. "Bentar lagi Ganesh juga bangun, Mas. Nanti kalau udah bangun aku keluar nemuin tamu-tamu yang datang," jelasnya pelan yang ditanggapi Yudhistira dengan helaan dalam diam.

"Ya sudah. Nanti kalau kamu gak nyaman di luar, panggil mas aja ya?"

Praba memberikan anggukan kepala membiarkan Yudhistira pergi menemui rekan-rekannya.

Setelah Yudhistira hilang ditelan pintu, senyum di wajah Praba lantas menghilang seolah tak pernah ada, tatapan matanya jauh ke luar sana bahkan saat Arsya menegurnya dan menanyakan apa yang terjadi padanya, Praba hanya menggeleng tak mengetahui apa yang tengah dirasakannya.

"Dia yang..."

Praba mengangguk cepat, tahu kemana arah ucapan Arsya yang tak lelaki itu lanjutkan.

"Kalian masih mengundangnya?" Berjalan setelah mengambil makanan menuju meja di mana tadi Irvin dan keluarga kecilnya berada.

"Keluarga ini kenal baik dia, Mas, jadi ya..." Praba mengangkat kedua bahunya sembari menelan potongan daging yang terasa sakit ketika melawati tenggorokan. "Aku gapapa, Mas, beneran," yakinnya tat kala menangkap kilat mengasihani dari mata Arsya.

Arsya menyandarkan punggungnya ke belakang, tak berselera lagi menyantap makanan yang tadi dia ambil begitu wajah Praba semakin keruh tat kala anaknya berpindah di gendongan wanita yang konon dulu begitu diperjuangkan suaminya.

Kelana Merajut AsaWhere stories live. Discover now