dua puluh delapan

572 60 12
                                    

Sebelumnya mungkin aku minta do'anya ya gaes. Di sini hujan trus, ini dari kemaren malam bahkan belum berenti, debit air sungai belakang rumahku terus nambah. Alhamdulillah aku masih aman, tapi kampung sebelah, tepatnya jalan raya itu banjir gede. Air masuk rumah semua, dan setelah dapat info, ini semuanya banjir. Semarang bahkan Banjir semua sampai temanku yang mau pulang terpaksa nginep di temannya.

Trus gaes, aku takutnya ini semakin parah. Belum lagi dapat kiriman dari Kabupaten sebelah, aku kurang ngerti, tapi ini dari sungai di gubug, Purwodadi.

Doakan semoga hujan reda ya gaes dan gak banjir besar. Karena terakhir kampungku Banjir itu aku SD. Krn kampungku terhitung tinggi. Klo kampungku banjir trus kampung sebelah gimana? Desa sebelah gimana...

Ya Allah aku sampai takut tidur loh, klo tiba-tiba air sungai masuk rumah. Krn sungai persis di belakang rumahku tersekat pondasi rumah 🥲🥲🥲🥲 ditambah samping sungai itu sawah. Sawah dapat kiriman dari sawah desa lain. Ya Allah...

Aku belum bisa update di karyakarsa yaaa, seharian sibuk ngurus rumah gegara hujannya bawa angin, kayak puting beliung dari kemaren.

Dua puluh Delapan

"Maksud bagaimana caranya itu bagaimana?"

Yudhistira mendengkus, salah banget memang bertanya pada mereka terlebih Putra yang baru saja melontarkan pertanyaan tadi dengan wajah mengernyit bingung.

"Ya mana saya tahu, kan saya belum ada anak bini, Bambang!"

Kan, bahkan lanjutan kalimat lelaki itu tak ubahnya sebuah kekonyolan tanpa mengandung unsur jalan keluar seperti yang diharapkan. Menyebalkan memang.

Kekehan terdengar dari arah depannya, dimana Dewa juga Ginan geleng-geleng kepala menyaksikan Yudhistira hampir menjedotkan kepala Putra bila kesabarannya tidak ada.

"Ya kamu bantu-bantu gitu lah, Di. Biasanya abis melahirkan kan istri rehat lama tuh untuk pemulihan, kamu bantu. Nyiapin makannya lah, gantian jagain bayi biar bisa istirahat lah. Sesekali pijat juga karena Dian pas abis lahiran tuh ngeluh capek terus. Support juga kemauan istri itu apa. Biasanya orang-orang tuh lebih fokus ke bayi ketimbang si ibu. Padahal baik si bayi maupun si ibu sama-sama butuh adaptasi baru, bedanya si bayi cuma bisa nangis, dan si ibu, khususnya, berusaha mengerti kemauan anaknya yang itu juga butuh belajar. Capek juga. Disitulah peran kita sebagai suami dan ayah siaga dimulai." Ginan menjelaskan panjang lebar apa yang diminta Yudhistira yang kebingungan sekaligus ketakutan apa yang harus dilakukan setelah Praba melahirkan.

Membaca buku memang sudah dia lakukan, apa yang harus dilakukan, bagaimana bila terjadi kejadian yang tak diinginkan, di buku ada solusinya. Hanya saja dia belum puas. Bukankah guru terbaik adalah pengalaman? Itu sebabnya pula dia memutuskan untuk bertanya pada temannya yang kebetulan sudah lebih dulu berpengalaman.

"Mau aku tambahin bantu nyuci pakaian bayi yang banyaknya subhanallah itu juga gak mungkin ya, Di. Para mbok udah siap sedia gantiin kerjaan itu. Lah kita, sampai cuti kerja buat bantu bini nyuci popok bayi," sahut Dewa melempar mata pada Ginan yang menyetujui ucapannya.

"Nyuci?" tanyanya dengan kernyitan jelas di dahi.

Ginan mengangguk cepat. Lelaki itu lantas menjelaskan apa yang dulu dia kerjakan selepas istrinya melahirkan.

"Ya masa biarin Dian sendiri yang kerjain? Dia jalan aja gak tega aku lihatnya. Belum lagi awal-awal kelahiran anak kami kan si Dian butuh penyesuaian kan, gak tega lah kalau biarin dia kerjain semuanya. Ibu juga bantu Dian ini itu, ya kali popok sebanyak itu dicuciin ibu. Kalau ke ibu mertua juga gak enak, karena ibu mertua fokus banget ke Dian. Pokoknya awal-awal pasca lahiran tuh sibuk, Di. Belum lagi beberapa hari setelah lahiran Dian demam. Asinya juga saat itu sedikit yang keluar hingga bengkak. Ah, pokoknya ruwet. Baru bisa menikmati peran orang-tua sesungguhnya ya pas udah sebulanan usia bayinya. Selain kita udah terbiasa, si bayi juga sudah menyesuaikan tempat lah istilahnya."

Kelana Merajut AsaWhere stories live. Discover now