Part 04

7 2 0
                                    

Seperti yang dijanjikan oleh Sagara, Aluna sudah siap menunggu Sagara ditaman. Dia merasa seperti kembali pada saat dirinya remaja. Pergi bersekolah tanpa beban dan melipir main sebelum pulang. Aluna pernah diposisi itu bersama teman-temannya. Jika Aluna ingat lagi, dirinya sejak dahulu memang tidak pernah kesepian. Namun entah mengapa ketika memasuki raga Shena, Aluna merasakan perbedaan yang begitu jauh dengan dirinya.

"Apa kau berniat untuk terlambat?" Suara Sagara membuyarkan lamunan Aluna.

Segera, Aluna menghampiri Sagara yang berada tidak jauh darinya. Lelaki berseragam putih abu-abu tersebut sudah duduk manis diatas motornya. Tatapannya masih sama saja. Datar dan tak berekspresi.

"Sejak kapan kau datang?" padahal Aluna baru saja tiba ditaman namun tidak melihat tanda-tanda kedatangan Sagara.

Sagara menyerahkan helm biru laut pada Aluna. Ia kembali menatap lurus kedepan, membiarkan Aluna memakaikan helmnya dan tentu saja tidak berniat membalas pertanyaan Aluna.

"Lets go, Sagara!" Seru Aluna menepuk bahu Sagara. Sekilas dapat Aluna dengar kalau Sagara berdecak sebal. Dalam hati Aluna terkekeh. Membuat Sagara memasang ekspresi lain selain datar menjadi mood tersendiri bagi Aluna.

******

Hari ini adalah hari upacara. Jika Aluna tidak lupa maka dirinya tidak mungkin berdiri dibarisan terpisah dari teman kelasnya. Apalah arti upacara tanpa atribut yang lengkap. Aluna mengeluh pelan ketika sedikit demi sedikit dia sampai pada barisan yang berbeda. Tidak membawa topi sudah menjadi kebiasaannya sejak dia bersekolah. Dan hari ini adalah hari apesnya karena cuaca lebih panas dari hari sebelumnya.

Dari jauh Aluna bisa melihat jelas keberadaan Sagara. Dibawah teriknya mentari, sosok Sagara terlihat gagah. Untuk pertama kalinya Aluna lihat Sagara memimpin upacara. Rahang yang terpahat rapi di wajahnya menambah kesan tegas saat Sagara mulai mengeluarkan arahan. Bariton yang terdengar berat itu membuat decak kagum dari beberapa siswi perempuan. Termasuk dirinya sendiri secara tanpa sadar.

Aluna berdehem. Apa yang sudah dia pikirkan sejauh ini, huh? Kesal, Aluna membuang pandangannya dan jatuh tepat pada seseorang yang dia kenal.

Nyaris saja Aluna melangkahkan kakinya ditengah khidmatan upacara jika saja Aska tidak menahan tangannya.

"Kau mau kemana." Cicit Aska sedikit panik.

Aluna menoleh kebelakangnya. Sejak kapan ada Aska disini? Lalu Aluna mengerti setelah melihat lelaki itu tidak mengenakan dasi.

"Aku mau ke toilet." Kilah Aluna, ia mengambil langkah mundur kebelakang.

Orang yang dilihatnya itu berada disisi kanan dari barisan upacara.

"Devano?" Aluna mencubit dirinya sendiri diam-diam. Sakit. Dia tidak bermimpi! Orang itu benar Devano. Aluna mempercepat langkahnya tetapi tiba-tiba kepalanya berdenyut nyeri.

Tidak, penglihatannya mulai kabur. Apa ini? Kenapa tiba-tiba? Aluna memaksakan dirinya untuk berjalan tapi pada akhirnya tubuhnya malah meluruh kebawah.

Teriakan keterkejutan orang-orang menjadi hal pertama yang Aluna dengar. Aluna berusaha untuk bangkit tetapi tubuhnya menolak.

Dari kejauhan Aluna melihat salah satu orang yang familiar berlari khawatir kearahnya. Bisik-bisik mulai meredam disana. Hingga kegelapan kembali menyelimutinya.

IF WE MEET AGAINWhere stories live. Discover now