Part 01

19 2 0
                                    

Sebuah kaca memantulkan wajah Aluna yang sedang meringis. Kali ini bukan karena dirinya terbentur sesuatu melainkan sengaja mencubiti dirinya sendiri usai kembali ke kamarnya dari beberapa menit lalu. Aluna masih tidak percaya jika saat ini dirinya tidak berada ditahun semestinya. Apa sekarang Aluna sedang tertidur?

"AW!!!" Aluna menyerah. Dia benar-benar sadar. Bukan mimpi seperti yang ada dipikirannya.

Tetapi kenapa dia bisa sampai pada hidup seseorang? Jika dia kembali ke masa lalu, mengapa bukan ke dirinya sendiri?

Semakin dipikirkan semakin membuat kepala Aluna pusing.

Helaan nafas terasa berat. Aluna mengerjap dua kali, wajah dipantulan cermin itu terlihat sedikit pucat. Shena. Aluna akui wajahnya mirip sekali dengan Shena yang saat ini jiwanya entah kemana.

Sekitaran Aluna terasa asing. Sudut ruangan ini sedikit berantakkan oleh tumpukan baju kering yang belum di lipat. Beberapa buku dimeja dan segelas latte yang dikerumuni semut kecil. Aluna mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur. Milik Shena tentunya.

Sebenarnya Aluna ragu untuk membuka ponsel digenggaman tangannya, namun jika dipikirkan lagi dia sekarang adalah Shena. Dan kalau orang-orang melihatnya pun tidak akan heran, bukan? Ah mungkin diponsel itu dia bisa tau tentang Shena.

Namun kenyataannya tidak begitu. Aluna menatap bingung ketika yang dilihatnya tidak ada informasi sedikit pun disana. Galeri foto pun bersih. Hanya menyisa beberap kontak saja. Seolah Shena yang dulu memang sengaja menghapusnya sebelum Aluna terperangkap diraganya saat ini.

Aluna mencoba untuk melogin line disana dan...

"Oke mari kita lihat apa aja disini." Rasa semangat beberapa detik tadi perlahan memudar.

"Shit gak ada apa-apa!"

"Astaga ni orang niat banget Tuhan." Aluna geleng-geleng kepala. Tidak ada riwayat pesan apa pun disana. Tetapi sebuah nama terlintas dikepalanya.

Buru-buru Aluna mencarinya hingga senyum kecil terbit dikedua sudut bibirnya yang masih pucat.

*****

Angin malam berhembus pelan. Suara jangkrik melirih. Sesekali suara derum motor terdengar dibawa angin yang menyapu halaman luar tempat dimana Aluna duduk bersama seorang pemuda yang dia kenal di rumah sakit kala itu.

"Jadi kau mau pergi ke sea resto? Tempat kau kecelakaan itu?" Aluna menjentikkan jarinya keudara. Binar dimatanya sungguh memancarkan kesenangan.

"Kau harus menemani ku kesana."

Lelaki itu menggeleng tegas. "Na kau kurasa kepala mu benar-benar perlu di cek lagi."

Aluna berdecak. "Astaga Aska! Aku serius." Kedua tangan Aluna bergerak menepis angin. Ada sentakan kesabaran disana menghadapi Aska yang sudah berkali-kali Aluna jelaskan tetap tidak mau mempercayainya. "Kau hanya perlu menghantarkan ku kesana. Dan setelahnya kau bisa pergi. Mungkin dengan begitu aku juga bisa pergi." imbuh Aluna. Ada harapan kecil dikedua matanya yang dapat Aska lihat.

Walau sulit dipercayai, tetapi Aska tidak bisa menolak pinta gadis itu. Ia menghela pelan. "Untuk kali ini saja aku menurutimu. Jika tidak berhasil kau harus mentraktir ku dikedai es."

IF WE MEET AGAINWhere stories live. Discover now