Episode 22: Kau Mencintainya?

13 0 0
                                    

Tiba-tiba Agam reflek melihat kaki Yasmin yang terluka karena mengenakan hak tinggi, "astaga, kakinya terluka. Sepertinya aku harus mengobati kakinya terlebih dahulu," berdiri dan mengambil kotak obat untuk mengobati luka kaki Yasmin.

Setelah mengambilnya di lemari kaca Yasmin. Agam pun kembali duduk, dan mulai mengambil obat luka tersebut, "tahanlah sebentar ya Yasmin, ini mungkin sedikit sakit," ucap Agam mengobati luka Yasmin dengan hati-hati.

Saat Agam sedang mengobatinya. Tiba-tiba saja kaki Yasmin bergerak, seperti merasa kesakitan, "astaga, maafkan saya kalau sedikit sakit. Saya akan mengobatinya secara pelan-pelan."

Setelah mengobati kaki Yasmin dengan memperban telapak kakinya. Agam pun kembali meletakkan kotak obat, dan berdiri disamping Yasmin.

"Om Agam, ini dokternya sudah datang," ucap Clarisa langsung masuk ke dalam kamar tersebut bersama dokter tersebut.

"Dokter, tolong periksa keadaan teman keponakan saya dok," ujar Agam langsung mundur dan dokter tersebut yang berada disamping Yasmin.

"Baik, Pak, saya akan menanganinya."

Setelah memeriksa kondisi Yasmin. Dokter pun berbalik badan dan menatap wajah Agam, "bagaimana dengan kondisi sahabat saya, Dok?" tanya Clarisa langsung berada di dekat Agam.

"Kondisinya sudah membaik. Hanya saja dia perlu istirahat yang cukup dan makan yang teratur. Apa sebelumnya dia memiliki masalah atau trauma?" jawab dokter tersebut sekaligus bertanya.

"Kenapa memangnya dok dengannya?" tanya Agam serius.

"Sepertinya wanita ini sedang mengalami stress ringan, karena masalah yang tidak bisa ia selesaikan dengan baik. Wanita ini harus diberikan hal-hal yang bahagia dan jangan membuatnya semakin stress, atau jika itu terjadi, bisa-bisa wanita ini akan mengalami hal yang lebih buruk lagi dari ini. Itu saja yang bisa saya sampaikan. Soal obat sudah saya berikan tadi dan obat lainnya ada di atas meja," jawab jelas dokter tersebut.

"Baik dok, kalau begitu terima kasih banyak dok sudah datang malam-malam begini. Uangnya nanti akan saya transfer," ucap Agam tersenyum tipis.

"Sama-sama."

"Mari, Dok. Saya antarkan sampai ke depan rumah," ujar Clarisa dan mereka berdua langsung keluar dari rumah tersebut, dengan Agam sendirian kembali di kamar bersama Yasmin yang masih pingsan dan baru saja diberikan obat oleh dokter ahli sekaligus dokter psikologis.

Agam pun duduk disamping Yasmin, dan menatap wajah Yasmin kembali, "sebenarnya apa yang terjadi dengannya. Kenapa dokter malah berkata seperti itu. Dia stress karena ada masalah. Tapi Clarisa bilang ia tidak memiliki masalah apapun. Sepertinya ada yang disembunyikan oleh mereka berdua. Saya harus mencari tahu. Tapi saya bukan siapa-siapa dirinya. Namun entah kenapa saya merasa simpati dengan wanita ini dan merasa kasihan kepadanya. Ada apa ini," dalam hati Agam ikut merasa sedih melihat kondisi Yasmin sekarang.

Keesokan paginya, di mana Yasmin baru bangun pada pukul 07.30. Yasmin pun membuka matanya dengan perlahan-lahan, dan melihat disekililingnya, "eh, kenapa aku bisa di rumah Clarisa. Bukannya kemarin malam aku bersama Om Agam ya?" bertanya-tanya dan langsung bangkit dari tidurnya.

Tiba-tiba ada yang masuk ke dalam kamar, dan ia adalah Clarisa yang membawa sarapan dan susu hangat untuk Yasmin, "kau sudah bangun, Yasmin. Selamat pagi, apa kau sudah mendingan?" tanya Clarisa langsung menghampiri Yasmin dan Yasmin pun menatap wajah Clarisa.

"Selamat pagi juga. Ouh ya Clarisa, kenapa aku bisa ada di sini, bukannya kemarin malam aku bersama Om Agam?" jawab Yasmin sekaligus bertanya.

"Kemarin malam kan hujan, kau pingsan lagi, dan Om Agam lah yang membawamu ke sini. Kau kenapa begini sih Yasmin, aku benar-benar khawatir denganmu. Kan sudah aku katakan, lupakan masa lalumu dan fokus dengan masa depanmu. Kenapa kau malah memikirkannya. Aku jadi khawatir tahu. Kau kenapa sih?" meletakkan sarapan tersebut di atas meja, dan duduk disamping Yasmin.

"Aku berusaha melupakannya Clarisa, tapi aku tetap saja tidak bisa. Ketika hujan turun dan muncul petir dan kilat, tiba-tiba saja muncul bayangan masa laluku dan itu terus menghantuiku. Aku benar-benar tidak mau mengingatnya Clarisa, aku tidak mau," tiba-tiba Yasmin meneteskan air matanya.

Clarisa pun mengelus kedua tangan Yasmin dan ikut meneteskan air matanya, "janganlah menangis, kan aku jadi ikut menangis. Jika kau memang tidak bisa melupakannya, tidak apa-apa. Yang terpenting kau jangan terlalu memikirkannya, nanti kau akan stress, karena kata dokter kau tidak boleh banyak pikiran. Kalau begitu hari ini kau jangan bekerja dulu, biar aku izinkan kepada Bos mu" ucap Clarisa mengusap air mata Yasmin.

"Tidak perlu Clarisa, lebih baik aku bekerja saja daripada di rumah. Nanti juga aku sembuh kok, kau tidak perlu mengkhawatirkanku," ucap Yasmin.

"Tidak, kalau aku bilang tidak boleh. Kau ini masih sakit, lebih baik kau di rumah saja, atau melakukan hal lainnya di rumah selain bekerja. Aku tidak mau kau sakit lagi. Aku mohon, dengarkan sahabatmu ini" memohon Clarisa, karena ia tidak ingin Yasmin kembali sakit.

Yasmin pun menghela napas panjang, "baiklah, baiklah. Aku tidak tega melihatmu memohon seperti ini. Kalau begitu aku akan menuruti permintaanmu. Kalau begitu aku mau sarapan dulu deh. Terima kasih banyak ya Clarisa, karena sudah membuatkanku sarapan pagi. Kau benar-benar sahabat terbaikku," kembali tersenyum dan mengambil sarapan yang ada di atas meja.

"Yasmin," panggil Clarisa kepadanya yang sedang mengambil sarapan dan meletakannya di atas pangkuannya.

"Hm, ada apa?" tanyanya kembali menatap wajah Clarisa.

"Apa kau mencintai Om Agam?" tanya balik Clarisa, dan menatap wajah Yasmin dengan serius.

Sontak Yasmin terdiam dan Clarisa menyadarkannya, "Yasmin, kau kenapa diam. Aku bertanya tahu," menyadarkan Yasmin yang terdiam karena pertanyaan dari Clarisa kepada dirinya.

Yasmin pun menghadap ke depan, dan tersenyum tipis, "jika tidak ada dirinya, bagaimana aku tahu arti cinta dan kebahagiaan. Kini aku telah menemukan keduanya, dan aku tidak ingin kehilangan itu. Aku rela memendam masa laluku yang menyedihkan, demi orang yang aku cintai. Bahkan aku rela tersenyum, padahal hatiku sedang hancur. Itu semua demi dia. Aku mencintainya Clarisa, aku benar-benar mencintainya," jawab Yasmin sambil tersenyum membayangkan Agam.

"What, kau mencintai Om Agam. Astaga, kau benar-benar mencintainya?" tanya Clarisa kembali karena masih tidak percaya dengan jawaban Yasmin.

"Iya, Clarisa. Aku mencintai Om Agam, aku benar-benar mencintainya" teriak Yasmin dengan bahagia.

"Yasmin, sebenarnya Om Agam itu su- ," tiba-tiba ucapannya terpotong, karena ponsel Clarisa berdering.

"Eh, ponselmu berdering tuh. Ada yang menelepon" ucap Yasmin dan Clarisa langsung mengambil ponselnya yang ada di atas meja di dekatnya.

Saat Clarisa sedang berbincang ditelepon, Yasmin pun menyantap sarapannya, dan setelah Clarisa berteleponan, Clarisa pun langsung memegang ponselnya, lalu menghampiri Yasmin.

"Yasmin, aku ke luar dulu ya, soalnya aku dipanggil sekretaris Ibuku karena ada pekerjaan mendadak. Kau bisa di sini sendirian dulu kan" ujar Clarisa tersenyum kepada dirinya.

Yasmin segera menatap wajah Clarisa sambil mengunyah makanannya, "baiklah, kau pergilah. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Kau hati-hatilah" ikut tersenyum.

"Aman, kalau begitu aku pergi dulu ya, Sayang. Dah" melambaikan tangannya, dan langsung keluar dari kamar tersebut, lalu segera pergi menuju kantor Ibunya.

Setelah beberapa menit, Yasmin pun selesai sarapan pagi dan ia sudah kenyang. Yasmin segera membersihkan dirinya dengan mandi.

1 Jam pun berlalu, di mana Yasmin sudah selesai mandi dan sudah mengenakan pakaian rapi milik Ibunya. Setelah mandi dan sudah mengenakan pakaian Ibunya, ia pun segera keluar dari kamar dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

Om Tampan, Nikah YukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang