Dan pemandangan yang Sabrina dapati ternyata malah membuatnya jadi merinding sendiri. Di sana si berandal duduk terpisah, senyum-senyum sendiri memandangi Aleen dari kejauhan, wajahnya kentara terpesona. Sial! Mana ini di tengah hutan.

Curiga sepupunya yang satu itu kerasukan, Sabrina menghampirinya. “Cuma berani natap dari jauh, heh?”

Aleo mendongak, meski cuma sebentar namun itu sudah cukup membuktikan kalau untungnya si berandal tidak kerasukan, makanya Sabrina berani ikut duduk di sampingnya. “Lo nggak punya inisiatif buat jelasin sesuatu ke Aleen, gitu?”

“Selalu punya, cuma nggak sempat.”

“Sekarang kan bisa.”

“Di depan lo bertiga? Yang benar aja.”

Sabrina melirik Aleen, ternyata gadis itu juga sedang melihat ke sini. “Dia ngeliatin kita,” beritahunya pada Aleo, yang sebetulnya percuma karena sebenarnya Aleo sudah melihat Aleen sedari tadi. “Kayaknya cemburu.” Lagi, Sabrina memberitahu. “Leo, sebenarnya lo tau nggak sih kalau Aleen itu suka sama lo?”

“Tau. Makanya waktu itu gue percaya diri nyiapin sesajen buat dia.”

Sabrina mengernyit. “Sesajen?”

“Hm.”

“Parah! Orang jenius kalau ngomong bahasanya emang harus aneh ya?”

“Kalian ngomongin apa?”

Sabrina mendongak, mendapati Aleen yang berdiri di depan Aleo. Melihat gadis itu sampai menyusul ke sini membuat jiwa jahil Sabrina bangkit. “Menurut lo? Coba tebak.”

Sayang sekali Aleen tampaknya tidak terpancing. Dibanding menanggapi Sabrina, Aleen justru memilih duduk di sisi Aleo. “Leo, tadi kan pas buka borgol tangan kanan lo masih bisa gerak, apa sekarang nggak bisa digerakin lagi? Sebentar aja.”

“Buat apa?” Aleo bertanya.

“Buat masukin tangan lo ke lengan baju. Emang lo nggak menggigil setengah telanjang gitu? Maksud gue separuh telanjang.”

“Ya udah, bantuin.”

Sabrina memutar bola matanya malas, sudah marahan tapi tetap aja alay-nya masih mengekor. Meninggalkan pasangan alay itu, Sabrina beranjak kembali menuju tempat awalnya. Dari sini dia masih bisa melihat bagaimana Aleen membantu Aleo membetulkan pakaiannya. Pun bisa mendengar bagaimana cemprengnya suara Razel memaki-maki Fikri.

Sabrina memejamkan matanya. Sungguh, suasana ini benar-benar asing baginya. Dan itu sukses membuatnya ... “Feel like getting energi baru dan terbarukan.” Gumam gadis itu dengan suara yang begitu lirih.

-

Bab 31 “Konservasi”

•••

Sayup-sayup mendengar bisingnya suara gonggongan anjing, Razel mengerutkan keningnya. “Ternyata di hutan banyak anjingnya juga? Kirain serigala doang yang tinggalnya di hutan.”

Fikri melempar tatapan heran. “Emang lo nggak tau kalau di dunia ini ada yang namanya ajag?”

Aleen yang duduk di samping Aleo, mengangguk. “Hm em, ajag itu anjing hutan asli Indonesia. Spesies-nya ada 2, cuon alpinus javanicus dan cuon alpinus sumatrensis.”

Sabrina senyum mengejek. “Pantessan Zel, lo selalu peringkat 5, gitu aja nggak tau. Lagian, habitat aslinya anjing kan emang di hutan dan di alam liar, gimana sih? Malu-maluin marga ADHINATHA yang agung dan keramat.”

RABIDUS FAMILIAWhere stories live. Discover now