4.2 Singularitas gravitasi

418 44 2
                                    

“Oh, jadi soal lo yang janjian bikin cake bareng Fikri, ini hasilnya?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Oh, jadi soal lo yang janjian bikin cake bareng Fikri, ini hasilnya?

“Iya. Itu dibikinnya tadi subuh.”

“Terus Fikri tau kue ini buat gue?”

“Hm em, soalnya gue yang ngasih tau.”

“Kerja bagus. Sekarang si paling suci itu pasti udah sadar sama perasaannya.”

“Hah? Perasaan apa?”

“Ssstt! Ini urusan gue, cewek idiot nggak usah ikut campur.”

“Apa?! Cewek idiot? Siapa yang lo maksud cewek idiot? Gue?”

“Iya lah. Jelas-jelas waktu itu gue bilang ulang tahun gue 29 Februari, tapi sekarang lo tiba-tiba ngasih gue kue ulang tahun, ada lilinnya pula. Lo nggak bisa baca kalender, kan? Kalau bukan idiot, terus namanya apa? Tolol?”

Aleen membanting pintu kamarnya lalu berjalan menuju kasur untuk merebahkan badannya. Mau dipikir berapa kali pun Aleen tetap merasa kesal mendengar ucapan Aleo yang seenak jidat mengatainya cewek idiot. “Rese banget sih Leo. Tingkahnya seolah-olah kalau dia bukan orang yang beberapa saat lalu nangis sampai pundak sama leher gue basah gara-gara air mata sama ingusnya dia.”

Sekitar lima menit yang lalu Aleen masih bersama pemuda itu, namun sekarang Aleo sudah pulang ke rumahnya setelah menghabiskan kue cokelat yang Aleen berikan sebagai kue ulang tahun untuk pemuda itu. Aleen menghela napas sambil mengubah posisinya jadi telentang.

Memandang langit-langit kamar, pikiran Aleen tiba-tiba menerawang mengingat kejadian di tangga depan air mancur tadi. Aleo yang tiba-tiba ingin urusan di antara mereka selesai. Aleen memejamkan matanya, apa jadinya seandainya tadi dia gagal membujuk Aleo?

Detik berikutnya gadis itu menggeleng cepat, tidak! Aleen tidak bisa membayangkan itu. Untung saja suasana hati Aleo bisa berubah-ubah dengan cepat. Dari marah, sedih, sampai kembali ke mode menyebalkan, semua berubah hanya dalam sekejap mata.

Si berandal itu ternyata bisa menangis?

Sudut bibir Aleen tiba-tiba tertarik ke atas. Tangisan pemuda itu membuatnya jadi terlihat lebih manusiawi. Jujur saja, selama ini Aleen tidak pernah benar-benar menatap Aleo sebagai manusia. Pasalnya semua yang ada pada diri pemuda itu serba berlebihan.

Tingkah ajaibnya yang selalu di luar nalar, wawasannya yang seluas alam semesta, kisah hidupnya yang selalu menarik untuk didengar, serta fisik dan paras yang sempurna membuatnya benar-benar tampak seperti ilusi. Namun tangisan pemuda itu beberapa saat lalu akhirnya membuat dia jadi terlihat seperti manusia sungguhan.

“Ah, lapar~” keluh Aleen sambil mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur sembari memegang perutnya. Kali ini dia memang melewatkan makan malam gara-gara menemani Aleo menghabiskan cake cokelat tadi.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang