3.4 Gerak parabola

429 42 0
                                    

Menatap pemandangan kota besar di malam hari dari atas rooftop bangunan terbengkalai membuat mata Aleen berbinar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menatap pemandangan kota besar di malam hari dari atas rooftop bangunan terbengkalai membuat mata Aleen berbinar. Ini bukan pertama kalinya bagi gadis itu, sebelumnya dia sudah pernah melihatnya, namun kali ini Aleen akui pemandangannya jauh lebih indah.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun tidak ada tanda-tanda Aleo mengajaknya pulang. Padahal menurut aturan, gerbang kediaman keluarga ADHINATHA akan tertutup persis jam 12 malam. Aleen menoleh melihat pemuda itu, pemuda yang duduk 4 meter dari Aleen karena dia sedang merokok.

“Katanya nggak tahan sama asap rokok.” Aleo menyindir begitu Aleen memutuskan mendekat dan duduk di samping pemuda itu.

“Gue butuh teman cerita. Biar nggak ngantuk.” Tidak bohong, jam-jam segini Aleen biasanya memang sudah bersiap untuk tidur.

Aleo mengisap rokoknya sekali lalu menghembuskan asapnya. Pemuda itu kemudian memegang rokoknya secara vertikal dengan bagian yang menyala berada di bawah, menekan bagian yang menyala itu ke tembok hingga rokok itu benar-benar padam. Padahal rokok Aleo belum terlalu pendek.

“Lo sengaja matiin rokoknya buat gue?”

Aleo menoleh. “Enggak. Emang lo spesial?”

Aleen lantas memukul lengan pemuda itu. Meski Aleo berkata begitu tapi Aleen tau kalau rokok itu memang sengaja Aleo padamkan untuknya.

“Jadi lo mau curhat apa?” Aleo bertanya.

“Bukan curhat, tapi gue pengen nanya-nanya ke lo.”

“Nanya apa?”

“Kata Bayu, lo pernah jadi gembel. Emang itu benar?”

Aleo mengubah duduknya jadi bersila, lalu menopang dagunya sambil menatap ke arah Aleen. “Kenapa lo pengen tau? Penasaran?”

Aleen menggeleng. “Bukan. Karena gue peduli, lah. Gue kan udah janji mau ngurusin lo.”

Aleo diam beberapa detik, sebelum akhirnya pemuda itu menghela napas sambil mengalihkan perhatiannya pada pemandangan kota malam hari yang ada di hadapan mereka. Mata Aleo memang melihat ke sana, namun dilihat dari tatapannya, pikiran pemuda itu seolah menerawang ke dimensi lain. “Sebenarnya gue nggak lahir di kediaman keluarga ADHINATHA. Tapi lahir di lingkungan kumuh yang kita kunjungi tadi.”

“Apa?!” Aleen menyeru, antara terkejut dan tidak percaya pada apa yang Aleo ucapkan. “Lo bercanda?”

“Gue serius.” Aleo membalas dengan cepat.

“Jadi lo bukan keturunan asli keluarga ADHINATHA?” Aleen menutup mulutnya saking tidak percayanya.

Namun detik berikutnya Aleo malah mendenguskan tawanya sambil mendorong pelan kening Aleen menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya. “Bodoh. Gue ini keturunan asli keluarga ADHINATHA. Ayunindiya, Ibu gue, dia anak ke-empatnya Avia.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang