5.1 Konflik destruktif

427 55 6
                                    

“Fikri, pipi lo kenapa? Kok bisa lebam?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Fikri, pipi lo kenapa? Kok bisa lebam?”

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Aleen sontak membuat Razel dan Sabrina menoleh melihat Fikri. Sedangkan Fikri yang ditanyai malah diam sambil melirik ke arah Aleo yang tampak santai membaca buku. Saat ini mereka berlima tengah berada di perpustakaan keluarga atas instruksi dari Avia yang tentunya melalui Albert selepas makan malam selesai.

“Itu udah diobatin?” Aleen kembali bersuara, membuat Fikri mau tidak mau jadi menatap gadis itu. “Belum, ya?” Dan mungkin karena dia diam saja Aleen lantas berspekulasi sendiri. Gadis itu bangkit dari kursinya, kakinya baru saja akan melangkah begitu satu tangannya ditahan oleh Aleo.

“Mau ke mana?”

Aleen menunduk, melirik sekilas pegangan tangan Aleo sebelum akhirnya beralih menatap netra si pemilik tangan. “Mau ngambilin kotak P3K buat Fikri.”

Aleo berdecak. Dengan sekali sentakan, pemuda itu berhasil membuat Aleen kembali duduk di tempatnya. “Dia udah diobatin. Lo pikir nyokapnya bakal ngebiarin pangeran kesayangannya kenapa-napa?”

“Oh, jadi udah, Fik?”

Mengabaikan pertanyaan Aleen, Fikri justru memilih menatap Aleo yang saat ini juga sedang menatapnya. Melalui tatapan mata, Fikri berusaha mengode dan mengisyaratkan pada Aleo agar pemuda itu secepatnya menjelaskan pada Aleen mengenai semua hal tentang Aurora.

Dan Aleo yang jenius tentu saja paham dengan kode yang Fikri berikan. Itu sebabnya tangannya tiba-tiba mengepal erat. “Itu urusan gue, lo nggak usah ikut campur.”

“Bukannya mau ikut campur, gue cuma ngingetin doang. Cepat atau lambat cerita itu pasti bakal sampai ke telinga dia, ketimbang dia dengar dari mulut orang lain, jauh lebih baik kalau dia dengar itu langsung dari mulut lo sendiri. Atau kalau lo emang nggak bisa, biar gue aja yang cerita ke dia.”

“Anjing!” Aleo mengumpat. “Lo nggak bisa diam aja kayak biasanya, apa? Sejak kapan lo jadi banyak bacot gini?”

Fikri menatap serius. “Sumpah Yo, lo bakal nyesal kalau sampai dia salah paham setelah dengar cerita itu dari orang lain.”

“Gue yang bakal ceritain itu ke dia, tapi nggak sekarang, jadi lo diam aja, bangsat!”

“Leo!” Aleen menegur sambil memukul pelan lengan Aleo. “Mulut lo kasar banget, sih.”

“Ya abis dia ngajak ribut.” Adu Aleo.

Aleen menghela napas. “Emang kalian lagi ributin apa? Huh?”

Ditanya begitu tentu saja Aleo hanya bisa diam sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Fikri yang melihat itu langsung mendengus, ternyata si berandal bisa mati kutu juga? Wah, ini benar-benar momen langka, untuk pertama kalinya Fikri melihat Aleo bungkam dan tidak berkutik seperti itu.

Di sisi lain Razel diam-diam menyeringai. Aleen memang tidak akan mengerti apa yang barusan Fikri dan Aleo debatkan, tapi Sabrina dan Razel jelas mengetahui itu. Menopang dagu menggunakan sebelah tangannya yang bertumpu di atas meja, Razel tersenyum tipis. “Lo mau tau, Leen? Biar gue yang kasih tau. Sebenarnya mereka lagi ributin gimana caranya buat cerita ke seseorang tentang cahaya kutub kesayangan mereka.”

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang