Kalila menutup pintu kamar Jiro setelah masuk. Ibu sedang sibuk di dapur, membantu pekerja rumah tangga menyiapkan makanan karena Bapak katanya ingin makan masakan dari racikan Ibu.

Jiro sedang duduk di atas kursinya dan sedang berkutat dengan komputernya. Cowok itu melepaskan kacamata anti radiasi yang gagangnya berwarna hitam, lalu dia duduk di atas sofa tempat Kalila baru saja duduk.

"Kangen sama gue?" Jiro melingkarkan kedua tangannya di tubuh mungil Kalila dan mencium puncak kepalanya.

"Gue masih heran, Kak. Kok Kak Jiro malah ikutin permainannya, sih? Si Callahan!" bisik Kalila. "Kenapa gue ngerasa Kak Jiro kesenengan dipanggil Bapak?"

"Soalnya lo Ibunya."

Kalila mencebik. "Mau aja diperalat sama si Callahan."

Jiro terkekeh pelan. "Biar aja. Asal dia enggak ngerebut lo dari gue."

"Enggak mungkin juga dia ngerebut gue dari lo, Kak." Kalila menyandarkan punggungnya di lengan Jiro. Dia memegang tangan Jiro, memperhatikan kuku Jiro yang terpotong rapi. Bentuk kuku Jiro memanjang seperti beras. Sama seperti kuku Kalila. "Gimana mau ngerebut gue dari Kak Jiro? Dia aja sikapnya kurang ajar gitu ke gue."

"Jadi, kalau dia enggak kurang ajar, dia bisa aja ngerebut lo. Gitu?"

"Enggak gituuu."

"Anak itu jelas-jelas ada rasa sama lo."

"Enggak, lah."

"Buktinya, dia suka cari perhatian ke elo. Kadang juga dia ngelihatin lo kalau lo lagi enggak lihat dia."

"Ya iyalah. Masa dia harus lihat orang lain. Pasti dia ngelihat gue waktu mau ngomong sesuatu. Pokoknya dia enggak mungkin suka sama gue."

"Kalau enggak suka, apa? Cinta?"

"Kak, memangnya Kak Jiro takut posisi Kak Jiro direbut sama Kala? Dia tuh bocahnya kayak Trey. Enggak mungkin lah gue suka bocah kayak mereka." Kalila tertawa kecil dan perlahan naik ke pangkuan Jiro. "Eh, Kak Jiro kadang kayak bocah juga sih kalau lagi cemburu kayak gini."

Jiro menaikkan alis. "Kalila gue mulai nakal, ya?"

"Gue cuma pengin manja-manja, ya. Enggak aneh-aneh."

"Masalahnya sikap lo ngebuat gue pengin yang aneh-aneh."

"Apa sih, ambigu." Kalila menangkup kedua pipi Jiro dengan tangannya dan matanya fokus pada bibir Jiro yang berwarna meah muda. "Kak Jiro enggak ngerokok, kan?"

"Enggaklah. Mau lihat gue dipukul Bapak?"

"Jangan ngerokok ya sampai jadi bapak-bapak! Ah, sampai jadi kakek-kakek pokoknya. Nanti bibir Kak Jiro jadi hitam, nggak merah muda lagi. Nanti enggak cantik." Kalila memilin bibir bawah Jiro.

Jiro naikkan alis. "Aaaw...."

"Apa sih lucu banget pas bilang aw." Kalila terkekeh dan memandang Jiro lamat-lamat. Perbandingan tinggi mereka cukup jauh. Terakhir kali Kalila mengukur tingginya bersama Jiro adalah satu minggu lalu. Jiro memiliki tinggi 182 senti meter sementara Kalila 155 senti meter. 155 senti meter adalah tinggi rata-rata perempuan asia. Jadi, Kalila tak perlu merasa iri pada Emily yang memiliki tinggi lebih dari 160 senti meter. Keturunan Nenek dan Kakek memang tinggi-tinggi. Apalagi para menantu Nenek juga rata-rata tinggi. Sementara Kalila, yang bukan berasal dari gen Kakek dan Nenek, tidak setinggi yang lain. Jadi, wajar, ketika orang dari luar keluarga besar terheran melihat Kalila yang lebih mungil dari lainnya setelah mengetahui umur Kalila. Sebelum mereka tahu, Kalila akan disangka lebih muda beberapa tahun. Seperti beberapa bulan lalu, ada yang berpikir bahwa Kalila masih SMP kelas 1 atau 2.

Kalila mengusap bulu mata lentik Jiro yang di sebelah kiri. Jarinya yang lain mengusap alis tebal Jiro di sebelah kanan. Kalila sering melakukan hal itu. Jiro juga hanya akan pasrah sambil memejamkan mata saat Kalila mulai menjamahnya.

Jiro perlahan membuka matanya. "Lo denger? Kayaknya Trey nyariin lo."

"Masa, sih? Gue enggak denger apa-apa." Kalila menoleh bersamaan dengan suara ketukan di depan pintu kamar Jiro.

"Kak Jiro, di dalam ada Kalila enggak?" tanya Trey di luar kamar Jiro.

"Kak!" Kalila memukul pelan tangan Jiro karena menahan Kalila yang ingin bangkit. "Ada Trey!"

"Gue penasaran ekspresi Trey gimana kalau lihat kita dalam posisi kayak gini," bisik Jiro.

"Jangan ngawur!" bisik Kalila, tertahan. Dia berusaha melepaskan tangan Jiro dari pinggangnya sementara pandangannya tertuju pada pintu kamar yang masih tertutup.

Trey mengetuk pintu hanya dua kali, lalu mulai menurunkan gagang pintu sebelum Kalila bangun dari pangkuan Jiro yang memeluk erat pinggangnya.

*** 

catatan:

cerita ini sudah tamat di karyakarsa. sudah sampai epilog di sana tapi berbayar karena bisa dibaca lebih dulu, di wattpad tetap update gratis sampai tamat seperti biasa ❤️

mohon bagi yang sudah baca di karyakarsa jangan sengaja spoiler di wattpad yaa. ini demi kenyamanan bersama 🫶🏻

cara baca duluan Ruang dan Waktu:

cara baca duluan Ruang dan Waktu:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now