Kelas langsung hening saat seorang pria paruh baya berwajah tegas muncul di ambang pintu. Kalila berdiri dan memberi aba-aba kepada yang lain untuk segera berdiri menyambut Pak Ilyas, lalu kembali duduk setelah itu. Pak Ilyas masih berdiri di belakang meja guru. Kepalan tangannya tersangga di meja sembari menoleh pada si anak baru yang murah senyum.

"Hari ini, kelas ini kedatangan siswa baru di kelas. Silakan perkenalkan diri kamu," kata Pak Ilyas.

"Saya Callahan. Panggil saja Kala." Siswa baru bernama Kala itu menatap kursi kosong di samping Kalila.

Kalila memegang bangku di sampingnya, khawatir Kala mengincarnya. "Di sini ada yang duduk. Namanya Fritzi. Ketua kelas kita. Lagi sakit."

Kala hanya tersenyum kecil. "Enggak akan gue ambil, kok. Tenang aja." Dia tolehkan wajahnya pada Pak Ilyas. "Pak, saya boleh langsung duduk?"

"Silakan." Pak Ilyas mengangguk-angguk, lalu Kala mulai berjalan melewati Kalila. Cowok itu sempat berhenti sebentar untuk melemparkan senyum sebelum kembali melanjutkan langkah menuju kursi kosong baru di belakang sana. Kalila hanya mengernyit heran.

Meski antara Kala dan Jiro secara visual sangatlah berbeda, tetapi rasanya ada kesamaan pada "vibe" mereka berdua.

***

Pak Ilyas yang mengisi pelajaran kedua akhirnya selesai juga. Baru saja beliau keluar dari kelas dan siswa-siswi kelas ini baru berbondong-bondong untuk keluar. Jika itu guru lain maka sebelum guru keluar mereka sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari ke kantin. Kalila mengangkat kedua tangannya, merenggangkannya karena dia merasa lelah. Selama ini, Fritzi selalu bekerja sendiri dan Kalila sebagai wakil hanya status yang tertempel di dinding kelas.

"Bisa tolong anterin gue keliling sekolah buat tahu sekolah ini lebih jauh?"

Kalila menoleh pada Kala yang tiba-tiba duduk di bangku kosong sampingnya. "Besok aja. Tadi gue diem-diem nge-chat ketua kelas dan dia bilang besok udah bisa naik. Dia izin sakit satu hari, doang."

"Kalau bisa sekarang kenapa enggak?" Kala menyangga pipinya saat lebih menyerongkan tubuh menghadap Kalila. "Tugas lo kan sebagai wakil ketua, tugas lo salah satunya pengganti ketua kalau ketuanya enggak ada."

"Aduh! Males banget." Kalila berdiri dengan bahu terkulai lemas. "Ya udah, deh. Tapi beberapa bagian aja, ya. Besok Fritzi lanjut."

"Oh, nama ketua kelas kita Fritzi." Kala ikut berdiri dan mengangguk-angguk. Dia mengikuti Kalila dari belakang. "Ngomong-ngomong, dari tadi banget gue salah fokus dengan nama lo. Kalila. Agak mirip nama gue, ya? Gue kurang li, doang. "

Meski Kala lebih banyak omong daripada Jiro, tetapi tetap saja Kalila masih merasa ada kesamaan di antara cowok itu dan Jiro. Kalila memelankan langkah dan menoleh ke sampingnya saat Kala dan dirinya bersisian. "Besok kalau Fritzi udah masuk sekolah, lo jangan ngomong hal yang enggak penting kayak barusan karena Fritzi enggak akan nanggepin."

"Emang ketua kelas kita orangnya kayak gimana?"

"Dia orang paling serius yang pernah gue temui di dunia ini!" seru Kalila. "Kayak robot."

"Oh, ya?"

"Iya! Lihat aja sendiri besok. Lo akan setuju dengan apa yang barusan gue bilang." Kalila menuruni tangga. "Ngomong-ngomong, koridor atas tadi itu sepanjang kelas yang kita lewatin semuanya kelas XI IPA berturut-turut dari IPA 1 sampai 6. IPA 6 yang ujung sana. Terus IPA 5. Terus IPA 4. Dans seterusnya dan seterusnya."

Kalila menjelaskan semua ruangan yang dia lewati. Dia ingin school tour mendadak itu segera berakhir. Kalila memperlihatkan ruangan-ruangan penting seperti beberapa laboratorium.

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now