"Kalau nggak, gue bakalan nyebarin ini." Emily membuka ponselnya dengan buru-buru, lalu memperlihatkan sebuah foto di mana dirinya dan Arvin ada di atas ranjang. Meskipun mereka terlihat menutupi dada dengan selimut, tetapi wajah Arvin terlihat jelas. "Gue bakalan nyebarin. Biar kita berdua sama-sama hancur!"

Emily yakin ancamannya itu akan berhasil. Sekalipun Arvin tak akan menuruti kata-katanya, tetapi dia tak akan mungkin juga merusak kehidupannya. Setidaknya dia bisa membuat Arvin menuruti perkataannya hanya dengan memperlihatkan foto yang jelas-jelas akan merugikan Arvin jika foto itu tersebar luas.

"Gue punya salinannya. Banyak. Banyak banget." Emily tersenyum miring pada Arvin yang tak berkutik.

"Sialan...," gumam Arvin dengan rahang yang mengeras.

***

Ashana beberapa kali melirik Jiro sejak pelajaran pertama sampai waktu istirahat ini. Cowok itu hampir selalu menyembunyikan wajahnya di kedua lengannya yang terlipat di atas meja. Jiro terlihat tak ingin diganggu sehingga Ashana tak berani untuk bertanya, "apa lo baik-baik aja?"

Tak seperti biasanya, Jiro terlihat tak bersemangat. Ashana sempat bertanya-tanya, apa sakit Jiro kemarin belum sembuh juga? Atau sebenarnya sudah, tetapi pagi ini kambuh lagi? Ashana sibuk dengan pikirannya sendiri sampai mengabaikan pesan dari Tasha, sahabatnya, yang menyuruhnya untuk segera bertemu di kantin sekolah. Satu per satu murid di kelasnya sudah keluar, berbondong-bondong ke kantin untuk mengisi perut.

"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Ashana dengan suara pelan. "Jiro...?"

Jiro mengangkat wajahnya dan menoleh. Mata cowok itu sedikit menyipit. "Baik-baik aja, sih, tapi kayaknya gue harus ke UKS."

"Berarti lo sakit, dong?"

Kedua sudut bibir Jiro terangkat sempurna. "Entahlah. Apa lo khawatir sama gue?"

Ashana membisu. Debaran jantungnya kian menggila. Meski pertanyaan Jiro terdengar seperti candaan, tetapi jantung Ashana tidak baik-baik saja.

"Kayaknya gue harus ke UKS." Jiro berdiri dari bangkunya dan menunduk. Saat itu juga Ashana mendongak. "Gue ke UKS."

"Ah, iya...." Ashana mengangguk kecil. Jiro mulai berjalan, tetapi tiba-tiba cowok itu berhenti di ambang pintu dan menoleh pada Ashana. "Gue ke UKS. UKS."

Ashana membungkam bibir. Jiro lalu tersenyum kecil, lalu kembali melangkah hingga tak terlihat lagi di kelas. Jiro berkali-kali mengatakan dia ke UKS. Seolah-olah mengatakan, "Ashana, gue ke UKS, loh. Nggak mau anterin gue, gitu?" secara tidak langsung.

Apakah Jiro memberikan sebuah petunjuk bahwa, mungkin saja, cowok itu juga menyukainya balik?

Ashana menggeleng sambil memegang kedua pipinya. Dia tak boleh terlalu percaya diri. Karena jika tebakannya salah, maka suatu saat dia hanya akan sakit hati yang lebih berat lagi.

***

"Ngomong-ngomong, nggak biasanya lo dan Emily marahan se-lama ini." Anggini membuka percakapan saat dia dan Kalila sedang duduk di dekat tribun yang sedang sepi, memandang anak-anak basket yang tengah bermain. Hanya ada dua orang dari anggota basket yang sedang gabut, bermain di waktu istirahat yang terik dan mengenakan pakaian olahraga mungkin bekas jam pelajaran tadi, tetapi di antara mereka tidak ada Trey. Padahal tujuan Anggini datang adalah untuk melihat Trey.

"Pasti masalah lo dan Emily besar banget! Dia habis ngelakuin sesuatu yang nggak bisa lo maafkan apa, ya?" Tak ada bacotan lagi, tetapi tiba-tiba Anggini memukul pundak Kalila sambil berteriak. "HEH! TIBA-TIBA GUE KEPIKIRAN SESUATU!"

Kalila menyeruput ice alpukatnya sedikit-sedikit, khawatir minuman itu habis dan hanya menyisakan es batu yang banyak.

"Jangan-jangan...." Anggini menjeda kalimatnya untuk sesaat. "Lo dan Emily marahan ... ada hubungannya dengan mantan lo itu, si Arvin? Waktunya pas banget!"

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now