Our Apartment [29]

Mulai dari awal
                                    

Nicole memutar bola matanya, dan menatap Lauren. "Kau ini stalker-ku atau bagaimana?" tanyanya sinis. "Kenapa kau selalu berada di tempat yang sama denganku?"

"Kau tampak menyedihkan," balas Lauren. "Apa kabar perasaanmu?"

"Wah, kau orang yang perhatian ternyata." Nicole menyeringai. "Tapi sayang sekali, aku tetap membencimu."

Lauren mendengus keras.

"Hati-hati dengan dengusanmu, Nona." Nicole menatap kukunya. Seolah lebih tertarik dengan warna kukunya saat itu. "Kau terdengar seperti kuda."

Lauren menatap Nicole tajam. Berharap bisa mengunyah Nicole dengan tatapannya itu.

Nicole lebih mengabaikan Lauren. Dia bukan wanita yang menyedihkan. Setidaknya bukan di depan Lauren. Dia tidak akan membuat harga dirinya semakin jatuh jika Lauren bisa melihat kesedihannya meskipun hanya sedetik.

"Aku berharap hubunganmu dan Justin baik-baik saja," ucap Lauren manis. "Itu hanya... well, bagaimana aku harus menyebutnya? One night stand? Hanya satu malam. Kami hanya bersenang-senang. Aku bahkan tidak bermaksud merebut Justin darimu."

Mata Nicole berkilat tajam. Benarkah? Lauren pasti mengenal dirinya dengan baik. Bahwa dia tidak akan memaafkan pengkhianatan. Nicole berusaha keras agar tangannya tidak melayang dan menamar pipi Lauren. Akhirnya, dia mengambil tisu, dan membuat kedua tangannya sibuk dengan benda itu. "Terima kasih sekali lagi." Nicole berdehem. Berusaha keras agar suaranya terdengar santai. "Kau sangat baik padaku. Menanyakan kabar perasaanku, dan menegaskan kalau kau bahkan tidak berniat merebut Justin dariku." Nicole mengangguk-anggukkan kepalanya. "Dan seperti harapanmu, hubunganku dan Justin baik-baik saja. Lagi-lagi seperti yang kau katakan, itu hanya satu malam. Hanya bersenang-senang. Lalu kenapa aku harus memikirkannya? Well, mungkin aku terkejut pada awalnya. Tingkahku mungkin memalukan." Nicole tersenyum tipis. "Tapi, semuanya sudah jelas, dan sekarang kau repot-repot mendatangiku, menegaskan apa yang terjadi." Nicole memajukan wajahnya, sehingga jaraknya dan Lauren menipis. "Apa kau pikir dirimu begitu penting? Lauren, kau tidak sepenting itu sampai-sampai bisa membuat pernikahanku dan Justin gagal. Apa saja yang kau lakukan dengan Justin malam itu, tidak akan mengubah apapun."

Mereka saling tatap selama beberapa saat, sebelum akhirnya Miley datang dengan hebohnya, membuat Lauren terkesiap. Tanpa berkata apa-apa, Lauren segera bangkit dari duduknya dan keluar dari cafe itu.

"Siapa dia?" tanya Miley sambil menyerahkan Cappuccino Ice dan sepotong cheese cake yang di letakaan di atas piring kecil pada Nicole.

"Lauren," jawab Nicole pendek.

"Siapa?" tanya Miley tak percaya. Dan dia semakin melongo ketika melihat Nicole membuang sedotan yang ada pada gelas cappuccino nya dan langsung meneguk cappuccino itu dari bibir gelas. Hanya dalam hitungan detik, setengah gelas sudah tandas. "Nic?"

Nicole meletakkan gelas cappuccinonya di meja-nyaris membanting sebenarnya-membuat beberapa orang di sekitar menoleh. Alih-alih menggunakan garpu yang sudah di sediakan, Nicole mengambil potongan cheese cake itu dengan tangannya dan langsung menggigitnya dengan ukuran besar.

Miley berusaha menebalkan muka karena tingkah Nicole. Beberapa orang tidak repot-repot menyembunyikan keterkejutan mereka melihat kelakuan sahabatnya itu. Mungkin sebaiknya setelah ini dia membawa Nicole ke psikiater.

"Brengsek," maki Nicole setelah dia menelan cheese cake dengan bantuan cappuccinonya. "Miley. Pecahkan gelas ini dan gunakan pecahannya untuk menggorok leherku!"

Miley bergidik ngeri. Nicole semakin tidak waras.

"Harusnya tadi aku menampar wanita jalang itu! Kenapa aku bodoh sekali?" cetus Nicole tajam, dan beberapa orang kembali menatap Nicole. Dia menyambar gelas cappuccinonya, dan mendapati minumannya sudah habis, hanya menyisakan beberapa es kristal. "Cappuccino sialan!"

Our ApartmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang