Wanita biasa pasti langsung mengerti. Rolan sadar kepekaan istrinya agak kurang, meski Rolan telah menjabarkan secara jelas jika Rolan selamanya tak akan mungkin berbaur dengan keluarganya. Namun, Mita tetap mengatakan secara gamblang suruhan Mamanya. Padahal menurut Rolan dia sudah banyak menolerir banyak hal. Namun, lagi-lagi wajah bingung Mita menghantuinya. Apa dia sampai hati melihat Mita kebingungan?? Rolan menggeram lebih keras.

Di sisi lain Mita masih mengerjap, menggenggam ponselnya. Itu tadi artinya apa? Bang Rolan benar-benar nggak bolehin dia pulang ke Medan? Biasanya, kan, Mita pergi sendiri kalau Bang Rolan nggak mau ikut. Padahal Mita mau bilang, kalau Bang Rolan nggak mau ikut ya... bisa saja Mita dijemput, kan? Lalu sekarang bagaimana? Dia juga nggak boleh pergi ke Medan??

Alasannya apa? Bagaimana dia bilang ke Mama dia nggak bisa pulang ke Medan? Karena nggak dikasih Abang? Kalau Mama malah marah sama Abang? Gimana ya... Mita bingung. Apa dia tanya dulu ke Juni?

Mita bingung melangkah ke kamarnya, dia masih tercenung lama duduk di pinggir kasur. Kalau Mama ngomel sama Mita sih, Mita sudah biasa. Namun, entah kenapa, Mita tak begitu senang jika Mamanya mengomel dengan menyebut-nyebut nama Bang Rolan.

Mita mencari kontak Juni, dan mengeluarkannya lagi. Gimana kalau bertanya Juni malah makin memperburuk keadaan?

Mita terkejut saat pintu kamarnya mendadak terbuka.

"Kamu yakin pestanya minggu ini? Atau minggu depan? Bahkan minggu depannya lagi??"

Bola mata Mita melebar melihat sorot marah di mata suaminya.

"Nanti—coba aku minta Juni cari tahu."

Rolan mendesah dengan bibir semakin membentuk garis tipis. "Terserah kalau kau mau pulang ke Medan," ungkapnya kemudian.

Mita bengong saat Bang Rolan dalam sekejap kembali menghilang.

Jadi dia boleh pulang ke Medan? Begitu kan?

Padahal Bang Rolan sudah mengatakan dengan jelas, tetapi kenapa Mita tetap merasakan perasaan janggal di hatinya?

***

Ibu jari Rolan terus berdenyut-denyut ketika menghisap rokoknya, sebab hingga detik ini dia belum mendapatkan jawaban Mita.

Apa jangan-jangan Mita lupa memikirkannya? Dan menganggap pertanyaan Rolan angin lalu??

Tetapi jika Mita tak menjawab, bukankah jawabannya sudah jelas? Mita tak ingin tinggal di kampung pelosok yang jalannya hancur berlumpur di musim hujan, dan berdebu di musim kemarau. Rolan tak bisa menghentikan perutnya yang semakin teraduk.

"Abaang... nggak tidur?"

Rolan tersentak dan menoleh. Wajah Mita tampak menatapnya sembunyi-sembunyi.

"Belum ngantuk."

Mita mencebik.

Kenapa Mita menyuruhnya masuk? Untuk mengatakan jawabannya? Mita bisa mengatakannya di sini. Bahkan di sepanjang malam mereka makan bersama tadi.

Rolan menoleh lagi, dan istrinya sudah menghilang dari sudut kusen pintu.

Apa Rolan terlalu egois? Namun, bukankah sejak awal Rolan sudah menyatakan sikap keras yang sama, bahkan pada keluarganya. Jika ujungnya jadi begini, Rolan juga harus bertanggung jawab pada kesulitan dan kesakitan yang dia sebabkan sendiri. Salahnya yang tak dapat menahan diri untuk mencium Mita, salahnya sendiri yang tak bisa menahan diri untuk terus menatap dan memastikan keadaan Mita. Mengkhawatirkan wanita itu. Dan jika ujungnya Mita memilih pergi, tentu saja, itu bukan kesalahannya.

Seolah merasakan kehadiran Mita, Rolan menggerakkan ekor matanya ke pintu. Kali itu istrinya bergerak perlahan ke arahnya. Mengurangi jarak di antara mereka. Mita duduk perlahan, beringsut mendekat, dan lebih mendekat lagi.

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang