IMG_0015_CoupleBeing.jpg

621 80 34
                                    

Zuppa soup, es puter, nasi goreng, telur gulung, dimsum. Itu daftar makanan yang sudah Mary santap di pernikahan kakaknya. Masih belum semuanya dicicipi, rugi kalau tidak dicoba. Gadis itu hendak mengambil sate buah ketika mendadak tante-tantenya datang menghampiri.

"Wih, Dek Mary sudah punya pacar ya?"

Mary refleks melotot. Ini orang tuanya langsung cerita-cerita ke keluarga besar kalau dia punya pacar? Kapan ceritanya, coba? Bukannya beliau seharusnya sibuk di panggung menyambut tamu-tamu yang lain?

Lalu, Mary baru sadar kalau tangannya masih menggamit tangan Harold. Oh, pantas.

Para tante langsung merubung mereka berdua. Pertanda buruk.

"Mary, kenalin dong pacarnya." Salah satu tante mencolek lengan Mary. "Mesra amat gandengan mulu, nih, Tante lihat-lihat dari tadi."

Muka Mary langsung merah padam. Sumpah, anak itu sama sekali tidak sadar. Dia hanya berpegangan karena takut jatuh, tidak kurang dan tidak lebih! Dia hendak menarik lengan Harold untuk menjauh, tapi lelaki itu malah meladeni tantenya.

"Perkenalkan Tante, saya Harold. Pacarnya Mary." Harold tersenyum manis sambil berjabat tangan, seakan-akan menegaskan bahwa mereka memang sungguhan sepasang kekasih.

Wanita dengan sanggul tinggi yang tadi mencolek lengan si keponakan menyambut uluran tangan Harold. "Wah, ganteng banget, Mas Harold. Ketemu Mary di mana?"

Mary hanya bisa tersenyum dengan muka merah padam, kelewat salah tingkah. Kenapa pula tante satu ini genit banget cara ngomongnya? Segala muji-muji ganteng, pula!

Si pria jangkung melirik Mary. "Di tempat kerja, Tante."

Oke, karena Harold aktingnya bagus, si mungil juga harus bisa mengimbangi. Mary berusaha menyembunyikan salah tingkahnya. "Iya, saya ketemu Mas Harold ... di tempat kerja." Senyum terkulum di wajah Mary. "Tante sehat?"

"Sehat banget, Mary. Apalagi lihat kamu akhirnya punya gandengan." Tante genit yang tadi menyalami Harold tertawa. Astaga. Apakah Mary terlihat semenyedihkan itu tanpa lelaki di sisinya?

"Dek Mary ini pintar, ya, cari cowoknya," timpal tante lainnya yang berkerudung. Sumpah, Mary merasakan alarm bahaya. Bagaimana kalau nanti obrolan ini mengarah pada rencana pernikahan atau semacamnya? Mary tidak mengontrak Harold jadi pacar untuk percakapan semacam itu! Sekali lagi Mary melempar kode untuk kabur, tapi sialnya keduluan si tante genit. "Kalian udah foto di photobooth, belum?"

"Belum, Tante. Masih panjang antriannya." Harold yang menjawab.

Jawaban Harold salah banget. Gerombolan tante-tante itu langsung menggiring dua manusia itu ke tempat foto, menyerobot antrian yang sudah terbentuk. Ya Tuhan, sekarang Mary benar-benar malu!

"Maaf, ya. Ini adiknya Isabel. Jarang-jarang dia bawa cowok." Tante dengan rambut ombre coklat dicatok ikal mendorong Mary menyusul Harold yang sudah jalan lebih dulu. Si boncel nyaris terhuyung karena dua hal: hak sepatu ketinggian dan tenaga si tante yang kelewat besar. Saat Mary hendak melangkah ke booth, Harold mengulurkan tangan untuk membantu Mary naik.

Ini kenapa jadi heboh di sini semua? Mary menjerit dalam hati saat sorakan dari para tante—dan sepertinya para undangan yang terserobot antriannya juga—memenuhi telinga. Yang nikah kakak gue perasaan!

Sialnya, Mary memang kesulitan melangkah dalam sepatu hak tingginya. Mau tidak mau ia menggenggam tangan Harold—lagi. Sejujurnya, Mary sungkan juga dengan si lelaki jangkung, walau tampaknya yang bersangkutan kelewat menikmati peran. Bagaimanapun juga, reaksi keluarganya—yang inti maupun besar—sangat berlebihan dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan di pihak Harold.

[END] Heart Shutter - MaryWhere stories live. Discover now