"Iya, Bang, iya, kita tungguin kok. Sok atuh dibikinin," ucap Ara sedikit tidak enak pada sang penjual, ia kemudian kembali menegur Fani, "anjir, lah, Fan, lo itu kenapa deh?"

"Sensi gue," keluh Fani dengan muka betenya.

"Gegara batal pacaran sama cowok lo?"

"Mungkin iya, mungkin juga karena udah tanggalnya si merah muncul."

Sambil sedikit meringis mengangguk paham. Fani memang tipekal yang akan menjadi super sensitif kalau sudah jelang periodenya. Hampir mirip dengannya, bedanya kalau dirinya terkadang bisa mendadak gampang menangis sedangkan Fani gampang marah.

"Btw, Ra, lo ada cowok nggak sih?"

Sebelah alis Ara langsung terangkat spontan. "Kenapa mendadak nanyain cowok deh?"

"Ini temen gue ada yang minta dikenalin sama lo, dia nggak sengaja liat lo di postingan Instagram gue, terus nanyain lo udah punya cowok apa belum."

"Terus lo jawab apa?"

"Ya belum lah, kan selama ini lo jomblo nggak pernah keliatan punya cowok." Ekspresi wajah Fani sedikit berubah, "eh, gue salah ya? Lo ada cowok?"

Ara garuk-garuk kepala sambil menggeleng. "Ya enggak sih, lo kan tau sendiri selama ini gue sibuk banget ngurusin bos gue. Mana sempet nyari cowok sih?"

"Nah, pas banget nih. Mau ya gue kenalin? Apa ini dulu aja, tukeran nomer telfon. Mau?"

Ara terlihat ragu-ragu. "Ini temen kampus lo atau temen kerja lo?"

"Lebih tepatnya dia saudara sepupu gue sih, temen dari bocil sampai SMA. Tapi dia tinggal di Jakarta juga kok, dan profesinya dokter. Ya sih masih umum, tapi katanya tahun depan mau ikut PPDS."

Ara terlihat kebingungan. "Itu apaan?"

"Semacam pendidikan biar bisa jadi dokter spesialis gitu lah. Mau? Kalau mau ini langsung gue kirimin nomer lo."

Ara terlihat ragu-ragu. "Tapi gue takut ah kalau dokter, Fan."

"Takut kenapa? Takut disuntik lo? Anjir lah, kayak bocah aja lo takut dokter," cibir Fani di sela dengusannya.

Ara menghela napas panjang lalu menggeleng. "Bukan gitu maksud gue, anjir, cuma bayangin serem aja lah. Kek nggak selevel nggak sih?"

"Apaan sih? Lo kata bon cabe atau seblak pake level-level segala. Udah, pokoknya gue kirimin nomer WA lo. Ntar kalau lo dichat dibales, jangan lo anggurin berhari-hari baru dibales, ntar keburu anaknya males."

Bibir Ara manyun. "Kok lo maksa sih?"

"Ya, biar lo nggak jomblo terus. Tahu nggak sih, Ra, lo itu terlalu sering nempel sama bos lo, mau lo lama-lama dinikahin bos lo itu?"

Ara diam saja. Bingung karena harus merespon bagaimana.

Fani langsung memukul paha Ara karena gadis itu justru diam saja.

"Heh, jangan bilang lo diem-diem beneran ngarep dinikahin bos lo itu?"

"Apaan sih? Sotoy banget," decak Ara tidak terima.

"Ya abis ekspresi lo mencurigakan banget buset. Ya emang bener sih kalau dibanding temen gue ini, kalau sama bos lo, secara finansial masa depan lo bakalan terjamin. Tapi tekanannya berat, besti, mending sama sepupu gue ini. Udah ganteng, baik, rajin beribadah, rajin menabung. Cuma dia agak pendiem dikit sih."

Ara awalnya hendak membalas, tapi terpaksa harus ia urungkan karena tiba-tiba merasakan ponselnya bergetar. Ia kemudian langsung membukanya.

Ara kemudian langsung menunjukkan layar ponselnya kepada Fani

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Ara kemudian langsung menunjukkan layar ponselnya kepada Fani. "Buset, gercep banget langsung ngechat," komentar gadis itu, "buruan bales elah," sambungnya kemudian.

Ara menggeleng dan memilih memasukkan ponselnya ke dalam celana. "Ntar aja lah di kost. Mending lo bayar dulu itu nasgor kita."

Fani kemudian berdiri karena si abang penjual nasi goreng memang sudah memanggilnya. "Pokoknya jangan di php-in ini orang, besti gue ini orang soalnya."

"Iya, bawel," balas Ara seadanya.

💙💙💙💙

Ketemu lagi ❤️ semoga abis ini jadi anak rajin ya akunya😂

Aamiin

Bossy or Besty?Onde histórias criam vida. Descubra agora