Wajah Teduh

37 7 2
                                    

Selama perjalanan pulang dari bandara, Ahsan termenung menatap keluar jendela. Memorinya masih berkecamuk dengan kejadian beberapa jam lalu di Naice Cream. Hingga saat ini dia tidak habis pikir kenapa bisa Muti jatuh pingsan setelah melihat dirinya kurang dari lima menit?

“Kok, bisa dia pingsan setelah lihat gue?” ucapnya sambil memperhatikan Muti yang masih terbaring belum sadarkan diri di atas sofa. Di sampingnya Agan terlihat cemas memegangi jemari kekasihnya itu.

“Udah gue bilang, lu itu setan!” jawab Keke sebelum keluar dari Smoking room menemui Rerey di meja pelanggan yang belum berhenti menangis.

Karena itu, dia telat satu jam menjemput Tasya di bandara. Ahsan tak sampai hati bila harus meninggalkan Rerey yang masih terus menangis dalam pangkuannya.

“San?”

Ada sentuhan hangat menggenggam jemari tangan kirinya. Ahsan menoleh. Binar mata dan senyum itu menular membentuk garis di bibirnya.

“Are you oke?”

Ahsan mengangguk saja.

Kening Tasya mengerut samar. “Tapi sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?”

“Aku hanya merasa bersalah, karena telat menjemputmu di bandara. Sekali lagi aku minta maaf, ya? ” Ahsan tertunduk dalam dan menghela napas.

It’s oke. Not problem.” Tasya semakin erat menggenggam tangan Ahsan.

“Ada lagi?” sambung Tasya.

“Apa menurutmu, aku ini seperti setan?”

Kening Tasya mengerut tegas. “Ah? What?”

“Ah… sudahlah, jangan diteruskan. Sore ini kamu enggak keberatan kan aku ajak dulu ke Naice Cream?”

“Tentu saja tidak.”

Taxi biru itu berhenti tepat di depan Naice Cream. Bersamaan dengan itu, Ahsan dan Tasya terpaksa harus menyaksikan perdebatan antara Agan dan Muti.

“Mut, dengar dulu penjelasan aku. Aku enggak bermaksud bohong, hanya saja aku belum bisa berterus terang.”

“Cukup! Apa pun alasannya aku tidak bisa terima! Aku kecewa sama kamu, Kak. Aku sangat kecewa!”

Perempuan itu pergi membawa Rerey dan naik ke dalam taxi yang ditumpangi Ahsan tadi setelah ungkapan kalimat kecewa itu terlontar tegas darinya untuk Agan.

Wangi mawar merasuk ke dalam penciumannya saat mereka berpapasan. Lagi-lagi aroma parfum itu memikat rasa perhatiannya. Ahsan memperhatikan Muti hingga ia masuk dan pergi menggunakan taxi dengan raut wajah mengandung kecewa dan sakit hati.

“Sori, kalian harus lihat kejadian semacam itu.” Ucap Agan.

“Enggak apa-apa, Kak. Pertengkaran dalam hubungan itu biasa.” Balas Tasya.

Sementara Agan dan Tasya berbincang saling bertukar kabar, Ahsan sibuk dengan pikirannya sendiri yang masih banyak menerka-nerka alasan atas  pertengkarang Agan dan Muti.

Gara-gara gue?

***

Tidak banyak yang dilakukan Ahsan dan Tasya di Naice Cream. Ahsan hanya menyaksikan perkenalan manis antara Tasya dan Keke, setelah itu mereka berbincang hangat bersama Agan yang ikut menemani, sambil mencicipi beberapa varian es krim di sana.

Tidak ada yang dilakukan Ahsan setelah mengantarkan Tasya pulang malam ini. Dia lebih memilih duduk-duduk di sofa ruang teve menatap kosong siaran televisi di hadapannya.

“Dia marah besar sama lu, Kak?”
Bagai tak diberi kesempatan untuk menghela napas sejenak, kedatangannya langsung disambut pertanyaan oleh adiknya.

Agan mengangguk. “Sepertinya,”

“Gue ikut sedih, Kak.”

Agan duduk di sebelah adiknya. Belum ada yang bisa ia jelasakan selain memcoba memenangkan diri dengan menghisap sebatang rokok.

“Lu putus?”

Agan menggeleng. Kepulan asap tipis tersembur dari mulutnya. “Cuma agak lama aja baiknya.”

“Sorry,” Ahsan sedikit tertunduk.

“What for?”

“Gue merasa bersalah. Gue merasa itu salah gue.”

“Kenapa lu merasa bersalah?”

Entah, Ahsan pun tidak tahu. Perasaan itu muncul tanpa diduganya, tanpa alasan yang jelas.

“Keke benar. Seharusnya gue enggak muncul di hadapan kalian berdua, karena gue setan,”

Ucapannya bak guyonan seorang komedian di teve yang berhasil memecah tawa Agan malam ini.

“Lucu, lu!” ucap Agan di sela-sela tawanya.

***

Ada alasan tertentu mengapa akhirnya Ahsan ikut berdiri di depan gerbang sekolah Taman Kanak-Kanak Matahari bersama kakaknya.

Semenjak hari itu, sudah satu minggu terakhir, Rerey tak mengunjungi Naice Cream. Selama itu pula Muti selalu tepat waktu menjemput anaknya di sekolah, tanpa mengizinkan Rerey datang ke Naice Cream.

Bukan hanya Agan, situasi ini pun semakin memberatkan hatinya yang ditusuk rindu kepada anak berusia lima tahun itu. Aneh memang, namun kenyataannya tak bertemu dengan Rerey, seakan ada yang kurang di hari-harinya sekarang.

Hanya butuh lima menit bagi Ahsan untuk melancarkan aksi.

“Lu yakin cara ini berhasil?”

“Yakinlah. Pokoknya tugas lu jemput Rerey dan bawa dia ke Naice Cream seperti biasa, oke?”

Agan menghela napas. “Lu emang kepingin gue ditabok nyokapnya, ya?”

“Lu percaya aja sama gue. Itu Rey, samperin sana, kalau perlu lu gendong dia,”

Namun diluar prediksi Ahsan, anak itu sudah lebih dulu menemukan mereka. Suaranya melengking, berteriak memanggil Agan dan Ahsan. 

"Om Agaaan... Om Ahcaaan..."

Pancar wajah bahagia mengiring langkah cepatnya. Tangan Rey terlentang, memeluk Agan. Dan hanya dalam satu gerakan cepat Agan memangkunya.

Lekuk sabit di bibir Ahsan mengiringi pertemuan mereka. Keduanya terlihat sama-sama melepas rindu. Tak terkecuali perasannya, sebagian beban bagai menguap kala Tuhan mengizinkannya menyaksikan senyuman manis bocah itu.

Selang sepuluh menit semenjak Agan membawa Rerey ke Naice Cream, tampak Muti dengan busana kemeja crem dan celana panjang hitam rapi keluar dari mobil Honda Brio putih.

Kehadiran wanita itu mengundang senyum tipis di bibir Ahsan tanpa disadarinya.

“Rey udah ada yang jemput,” sahut Ahsan ketika wanita itu melewatinya.

Muti memperhatikan Ahsan dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Ahsan terkekeh. “Aku tahu di mana Rerey. Ikut aku,” Ahsan membalikkan badan.

Namun dibeberapa langkahnya, dia berhenti. Ahsan merasa Muti tidak mengikutinya.

Ahsan menoleh kebelakang. “Ayo,” Dia menunggu Muti yang beranjak ragu mengikutinya dari belakang.

Di bawah awan mendung yang teduhkan langkah dari sinar sang surya, keduanya menelusuri jalan trotoar  kota Kembang.

How are you?” bersamaan dengan itu, Ahsan memelankan jalannya untuk mensejajarkan langkah dengan Muti.

Muti cuma mengangguk dan tersenyum kikuk.

“Ke mana saja? Kenapa enggak pernah terlihat di Naice Cream lagi?” Ahsan mulai membuka pembicaraan.

“Oh… itu-”

“Karena aku?” ucap Ahsan, buat Muti mendadak berhenti jalan, begitupun dirinya.

Tanpa canggung Ahsan menatap wajah itu yang berhasil menjalarkan hangat ke hatinya dari semenjak pertemuan pertama mereka di Naice Cream.

“Bukan…”

“Terus kenapa kamu jatuh pingsan setelah melihatku, waktu itu?”

Muti menghela napas dan memalingkah wajah memindahkan pandangan ke jalan raya. “Menurutku wajar, kalau aku jatuh pingsang setelah melihat orang yang dikabarkan sudah meninggal dunia lima tahun lalu.”

Kening Ahsan mengerut samar. “Meninggal dunia?” ucapnya tanpa suara.

Ahsan menggeleng kepala, ingatannya berputar kebelakang. Sekarang Ahsan paham mengapa Keke menyebutnya "Setan".

Akhirnya dia bisa menuntaskan misi yang sebenarnya, dari sekedar mempertemukan Agan dengan Rerey. Sebuah jawaban yang cukup bisa ia terima untuk pertanyaan yang menuai ganjal di hatinya selama sepekan terakhir ini.

“Begitukah kabar yang kamu dengar?”

Muti mengangguk tanpa membalas tatapan Ahsan yang tak lepas menatapnya sedari tadi.

“Itu artinya kamu mengenalku sebelumnya?”

“Sekedar tahu.”

“Sejauh apa kamu tahu aku?”

“Hei, aku ke sini mau jemput Rerey! Di mana dia sekarang?” Muti mengalihkan pembicaraan.

“Di Naice Cream.”

Kening Muti mengerut dan menoleh kebelakang. Posisi jalan yang lumayan jauh dari Naice Cream. Kejengkelan menyertai tatapannya kepada laki-laki yang sedang terseyum jahil itu.

“Ih! Ngeselin!”

Sebuah tendangan di tulang kering sebelah kanan membuat Ahsan mengaduh. Berkali-kali Ahsan mengusap-ngusap kakinya, namun matanya tak lepas mengikuti gerak langkah wanita berwajah teduh itu.

***

Haiiii Temaraniaaa...

Apa kabarnya???

Author harap kalian baik-baik ya...

Oke gimana nih?

Menurut kalian Ahsan nyebelin gak tuh?

Hihihi... 🤭

Ya, begitulah kira-kira senyum jahil Ashan ke Muti

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Ya, begitulah kira-kira senyum jahil Ashan ke Muti.

Ya, udah deh sampai bertemu di bab selanjutnya ya...

Jangan lupa like dan komen ya, supaya Author semangat nulisnya. Oke 👍

Semoga hari-harimu menyenangkan Temaraniaaa...

Love 💚

After 1.800 DaysWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu