Tangisan Semesta

10 2 0
                                    

Jangan lupa vote ❤️..
.
.
.
.
.
"Hujan sore yang menenangkan, suara gemericik air yang merdu, alunan air yang sendu."
~Queen Farazha

                                🌻🌻🌻

Jam pulang sekolah berbunyi nyaring. Tentunya para pelajar riuh pulang tak terkecuali Azha. Seperti biasa, Azha pulang agak telat menunggu parkiran kosong.. hehe...

Cuaca mulai mendung, langit tertutup awan hitam, rintikan hujan pun turun satu persatu ke bumi. Terpaksa Azha menunggu hujan reda. 

"Hujan sore yang menenangkan, suara gemericik air yang merdu, alunan air yang sendu." Kagum Azha pada kekuasaan sang pencipta.

Mengeluarkan benda tipis persegi panjang dari dalam tas ransel nomor 2 dari bawah. CEKREKKK... Memotret indahnya hujan sore yang menenangkan. Sungguh keistimewaan alam yang diberikan. 

15 menit berlalu, air mata semesta itu tak kunjung berhenti, Azha dan Fera menerabas. Ia sudah berada di luar, Fera mengikuti di belakang, mereka berjalan pelan. Azha tersentak.... DERRR.. Petir berbunyi keras. Azha masuk kembali ke kelas dengan paniknya. Ternyata, masih ada beberapa orang di dalam kelas yang sedang asyik ngobrol tanpa menghiraukan suara gemuruh alam itu.

Reksa, Tama dan temannya menatap Azha dan Fera dengan penuh ambigu. Merekapun saling melirik satu sama lain. Tatapan mereka berlima dihentikan dengan suara petir. Menggelegarr ... DUARRRR, semua terdiam ... Fera memutuskan untuk pulang saja, karena hujan itu mungkin tidak akan berhenti katanya. Azha mengiyakannya. 

Tama pun berfikir tak tega jika kakak beradik itu pulang sendiri sedang di luar cuaca tidak bersahabat. Tama melakukan sesuatu dan berkata.

"Ehh.. rasanya nggak mungkin deh kalian berdua pulang berdua sendiri, gimana kalau aku anterin aja? Dengan Reksa." Tawaran Tama menyenggol siku Reksa dengan iringan senyum menyengir.

"Loo..loo..loo... Apaan." Sahut bisik Reksa menolak.

"Reksa,, gini ya.. apa nggak kasihan kamu kalau mereka pulang sendiri. Mereka cewe lho." Sahut Tama melihat Reksa.

"Udah yaa.. ku anterin aja." Kembali berkata melihat Azha dan Fera.

"Udah ga usah gapapa kok..." Timpa Azha menolak.

"Gapapa lah kak. Kakak takut kan sama petir?." Ujar Fera setuju.

'Azha terdiam'

"Oke lah... Boleh." Ucap Fera.

Mereka berempat menuju parkir di motor. Tama menyuruh Reksa untuk memboncengkan Azha saja. Berat hati ia mengiyakannya. Dalam batin, Azha tidak mau, tapi ya oke daripada tidak pulang, takut dan dicari keluarga. Lagipun dia itu takut sekali dengan yang namanya petir.

Petir membuatnya serasa tak tenang. Entah mengapa, padahal itu salah satu kekuasaan sang pencipta, tapi memang ia takut.

Tanpa berkata apa apa dijalan mereka menikmati hujan sore bersama adiknya mengiringi di belakang. Azha tetap menjaga jarak. Di bawah setiap tetes air yang turun bermakna dalam, Reksa merasakannya. Fera mengintai dari belakang.

Sampailah di salah satu rumah di Jalan Harapan sebelah timur masjid berwarna putih itu. Azha turun dari motor sahabatnya Tama itu, Fera menawarkan agar mereka berteduh dahulu, Reksa dan temannya itu mengiyakan. Mereka berempat bernaung di depan halaman rumah Azha dan Fera. Tak sungkan, Fera diajak ngobrol oleh Tama terkait hujannya yang deras dan tidak berhenti. Azha tetap saja mematung tanpa gerak. Sesekali Reksa melirik kakak Fera itu. 

*** Sebenarnya sebelum bernaung di depan halaman rumah, Azha sudah mengetuk pintu dn pintu tidak dikunci hanya dirapatkan saja, ia bingung kemana orang rumah. Tapi, Azha berpikir bahwa ibunya sedang pergi ke rumah tetangga membantu memasak sebab tetangganya itu akan kedatangan tamu dari luar daerah untuk membicarakan hal mengenai pernikahan putri sulungnya.***

Fera ternyata tidak ada di tempat berteduh mereka pergi sesaat setelah kakaknya meliriknya. Lain hal dengan Tama, ia izin untuk pergi ke kamar mandi di saat Fera tidak ada entah pergi kemana. 

Fera dan Tama bertemu di pintu belakang rumah adik kakak itu. Mereka memang sepakat untuk meninggalkan Azha dan Reksa. 

"Sini.. sini..." ujar Fera dengan jari tangan mengajak Tama agak mendekat, berbisik.

"Okey..." Tama berjalan seperti hendak menyeludup rumah orang dengan mata melihat keadaan.

"Ehh.. gimana tadi? Reaksi dari kakakku?"

"Wahhh.. aku nggk enak si sebenernya. Ninggalin kakak mu yang udah tentu pasti tekanan batin di sana."

"Iya si. Kayak nggak tahu kakakku gimana aja. Pasti sebentar lgi dia nyariin aku." 

"Tapi, ku ngerasa bersalah dehh.." Kata Tama khawatir.

"Ehmm.. dikit si, gapapalah coba aja. Kamu nggk tahu kan dia nggak pernah berdua gitu. Agamanya kuat bangett. Nahh.. aku mau test.. hehe..." 

***Fera meninggalkan kakaknya dan Reksa tanp izin, sebelumnya Ia dan Tama sudah merencanakan hal tersebut yang diawali oleh Fera. Tama mengiyyakan karena Tama tahu bahwa temannya itu sangat anti dengan yang namanya cinta. Maka itu, Tama ingin sahabatnya membuka hati.***

Petang akan menghampiri, Reksa dan sahabatnya belum juga kembali. Tak disadari, Azha tertidur di bangku depan yang berada tepat di samping kanan Reksa, dengan tubuh menggigil, tangan memeluk erat tas yang diletakkan di atas tubuhnya. 

Reksa melihat. Jaket berwarna cokelat itu mulai dilepas Reksa dan diletakkan di atas tubuh Azha. Ternyata, hujan yang ditunggu reda juga, Reksa dan Tama pamit pas Fera untuk pulang. Fera juga tak lupa mengucap kata 'terima kasih' atas ojek gratis yang telah diberikan keduanya. Walau si Reksa tak menjawab, Tama tetap menjadi orang ramah yang membalas ucapan Fera. 

Luluhkan hatinya mbk Azha Sa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Luluhkan hatinya mbk Azha Sa.

Hatinya beku sekali soalnya...
.
.
.
Selamat membaca

NOT A LOVE STORY ✓Where stories live. Discover now