CHAPTER 16

1.8K 54 35
                                    

Ucapannya George selalu mengiang di kepala. Takut Clarissa stres karena dikurung di kamar serta kakinya dirantai yang akan mengakibatkan hal buruk terhadap janin yang sedang dikandung, membuat Carl cepat-cepat melajukan mobilnya menuju rumah.

“Cepatlah, George! Lemah sekali kamu itu!” gerutunya tatkala melihat George tiba-tiba saja berjongkok di samping mobil yang sudah terparkir di depan halaman rumah.

“Duluan saja ... hoekk!!”

Carl menghiraukan George yang muntah. Tanpa rasa iba sedikit pun penerus Van Der Enterprise itu bergegas menaiki anak tangga untuk sampai di kamar. Hal pertama yang Carl lihat setelah pintu terbuka ialah, Clarissa sedang tersungkur.

“Clarissa?” panggilnya khawatir. Menghampiri mantan istrinya itu yang setengah bagian tubuh atasnya--dari pinggang sampai kepala--sudah tersungkur ke karpet. Sedangkan dari pinggang sampai kaki masih berada di atas tempat tidur.

“Clarissa? Hey. Bangun,” ucapnya menarik perempuan muda itu untuk ke atas tempat tidur. Menggapai kepala Clarissa lalu diletakkan di atas pangkuan.

Pipi mulus yang terasa hangat itu pun ditepuk beberapa kali. “Clarissa? Kamu kenapa? Bangunlah. Hey!”

Masih tidak ada pergerakan dari Clarissa. Carl mengangkat pandangan tatkala George berdiri di ambang pintu kamar. Tampak menyapu sekitaran dengan pandangan penuh pertanyaan.

“Ini perasaanku saja karena aku selesai muntah atau memang benar kamar ini terasa kosong?” tanyanya masih mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. “Banyak yang hilang.”

“Clarissa tidak mau bangun,” jawab Carl menghiraukan ucapan George barusan.

Pria muda dengan rambut coklat gelap sedikit berantakan itu pun mengerjap. Menghampiri Carl dengan dahi mengernyit halus.

“Clarissa? Hey! Ada lima botol minuman beralkohol di mobilnya Carl. Kamu mau?”

“MAU!!” Clarissa tiba-tiba saja bangkit dengan pandangan berbinar kepada George.

“Lihat? Sangat mudah sekali membuat Clarissa bangun, Carl,” ucap George kepada Carl penuh sindiran.

Namun, Carl tak peduli. Fokusnya kepada Clarissa yang sudah berusaha melepaskan rantai di pergelangan kaki.

“Carl! Lepaskan rantai ini dari kakiku! Aku ingin bebas!” serunya.

Carl dapat melihat bagaimana kerasnya Clarissa ingin bebas. Meskipun ia sadar saat ini sudah tak ada ikatan pernikahan, tapi Carl masih tak rela Clarissa pergi begitu saja dari hidupnya.

Lelah, itu pasti, tapi bukan berarti harus menyerah. Sikap Clarissa memang sudah lewat batas sebagai seorang istri--tidak melayani Carl seharusnya.

“Carl! Hey!” Clarissa menjentikkan jari di depan wajah mantan suaminya tersebut. “Tidak usah jatuh cinta seperti itu menatapku. Aku tidak mau kembali menjadi istrimu! Lepaskan rantai di kakiku! Cepat!!”

Carl masih diam dengan pandangan intens menatap Clarissa.

“Daripada kamu diam saja lebih baik cari benda yang dapat melepaskan rantai ini dari kakiku! Erghh! Kesal sekali!” Clarissa kembali menggerutu setelah menatap George yang sedari tadi menatapnya.

“Kamu benar-benar ingin bebas, Clarissa?” tanya Carl tiba-tiba yang membuat perempuan muda di hadapannya menoleh.

Kening Carl tiba-tiba saja disentuh oleh punggung tangan Clarissa.

“Panas, pantas saja bertanya seperti barusan,” sarkasnya yang tak dipedulikan oleh Carl.

“Tentu saja aku ingin bebas! Kamu pikir aku hewan ternak yang dapat kamu kurung dan dirantai kakinya, huh?!” Clarissa menatap Carl penuh permusuhan.

“Aku manusia, Carlos! Manusia! Di mana hati nurani kamu sebagai manusia, huh?! Tega sekali mengurung dan merantai kakiku!”

“Aku akan membebaskanmu, tapi kamu bisa berjanji untuk tidak mabuk selama kamu mengandung anakku?”

“Gampang. Itu bisa diatur.”

Meskipun ragu, Carl membulatkan keputusannya untuk membebaskan Clarissa. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil dompet karena kunci borgol yang merantai kaki Clarissa disimpan di sana.

Carl menarik kuncinya lalu tiba-tiba saja Clarissa menarik dompet Carl cepat.

“Lepaskan dulu rantainya lalu akan mengembalikan dompetmu. Ini jaminan,” ujarnya.

Tanpa menjawab, Carl melepaskan borgol yang merantai kaki mantan istrinya tersebut. Dalam gerakan cepat Clarissa meloncat; turun dari tempat tidur dengan pandangan was-was menatap Carl dan juga George.

“Aku bohong. Aku tidak mau mengandung anak kamu, Carl. Aku tidak mau mengandung janin dari pria yang bukan suamiku,” ucapnya yang membuat Carl tersentak.

Hatinya sangat perih mendengar Clarissa bilang seperti barusan. Namun, dirinya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Kesabaran sudah pasti ada ujungnya.

“Kembalikan dompetku, Clarissa.”

Clarissa terdiam. Ia mengambil dua kartu debit milik Carl lalu melempar dompetnya ke atas tempat tidur.

“Silakan aku sudah tidak membutuhkannya karena yang aku butuh kan sudah aku dapatkan,” jawabnya seraya mengacungkan dua kartu debit milik Carl.

“Aku bebas akhirnya! YEAAYY!!”

Clarissa berlari keluar kamar yang membuat George dan Carl terdiam menatapnya.

“Aku harus membuntutinya sekarang?” tanya George ketika Carl mengambil dompetnya yang tergeletak di atas tempat tidur.

“Iya,” jawabnya singkat, padat dan jelas.

George mengangguk. Menegapkan tubuh seraya memberi hormat kepada Carl.

“Siap, Sir!”

Carl mengangguk lalu setelahnya George pergi. Carl membuang napas panjang seraya memijat pangkal hidung. Lelah. Itu yang selalu menyerangnya di setiap hari.

***

Carl merasakan rasa sesak di dada kiri tatkala membaca respons hampir seluruh keluarga besarnya ketika ia bertanya bagaimana kabar mereka. Meskipun hanya Noah yang menjawab, tapi paling tidak pesannya dibalas.

Carl : bagaimana kabar kalian semua?

Noah : jauh lebih baik setelah kamu pergi dan memutuskan untuk menikahi istrimu itu

Carl : dad sudahlah jangan dibahas terus

Noah : jika begitu jangan pernah mengirimi pesan satu huruf pun jika tidak penting

Sesak. Carl selalu bertanya, apakah dirinya memang pantas mendapatkan semua ini? Ini kali kedua ia merasa tak diacuhkan oleh Noah dan keluarga besarnya. Pertama sebelum menikah bersama Clarissa dan kedua, saat ini setelah menikah bersama Clarissa.

Ia hanya ingin mengikuti kata hati. Ia mencintai Clarissa dan ingin hidup bahagia bersama sampai menua. Namun, keinginan sederhana itu tampaknya masalah besar bagi Noah dan juga Dominic yang memang tak menyukai Clarissa.

Carl tahu untuk Mamanya, Grandmom dan Great Grandmom-nya tidak membenci Clarissa, tapi ia tahu Granddad dan Daddy-nya pasti menghasut para istrinya untuk ikut tak menyukai Clarissa.

Dering notifikasi di ponsel membuat penerus Van Der Enterprise yang sedang bergelayut bersama pikirannya mengerjap. Menatap pesan pemberitahuan uang di kedua kartu debitnya terkuras cukup banyak.

Tak begitu peduli sebenarnya karena hitungannya masih tak berapa, tapi entah kenapa tiba-tiba saja Carl terbesit untuk membekukan kartu debitnya. Tanpa pikir panjang ia menghubungi bank dan meminta pihak bank membekukan kedua kartu debit miliknya.

Tak lama dari itu beberapa pesan masuk dari George. Pria itu mengirimkan gambar-gambar Clarissa sedang membeli pakaian, sepatu, tas, make up dan yang lainnya yang sering dibeli.

Carl : setelah ini kamu tidak akan lagi melihatnya membeli barang-barang yang sering clarissa beli

Setelah itu Carl tak menghiraukan balasan dari George. Ia kembali mengecek berkas-berkas laporan yang masuk.

Sementara itu, Clarissa yang sangat senang dapat kembali membeli barang-barang yang ia suka mendadak berubah menjadi kebingungan tatkala kartu debitnya tiba-tiba tidak dapat dipakai.

“Maaf, kartunya tidak dapat digunakan,” ucap penjaga toko seraya mengembalikan kartu debit yang dipegangnya kepada Clarissa.

“Aih? Mendadak sekali tidak dapat digunakan?” tanyanya bingung sendiri. “Coba yang ini. Pasti bisa. Aku yakin yang ini pasti bisa digunakan.

Penjaga toko pun menggunakan kartu debit kedua yang disodorkan oleh Clarissa untuk pembayaran.

“Ini pun sama, tidak dapat digunakan.”

“Apa? Kenapa bisa? Tadi dapat digunakan kenapa sekarang tiba-tiba saja tidak bisa? Uangnya tidak cukup atau bagaimana?” tanya Clarissa menggerutu sendiri.

“Tapi masa iya uang di dalam kartu debitnya habis? Tidak mungkin. Carl tidak semiskin itu.”

“Simpan barang-barang itu. Aku akan kembali,” ucapnya kepada penjaga toko lalu pergi begitu saja. Dirinya meraba-raba saku apakah membawa ponsel atau tidak. Keberuntungan sedang memihak.

Clarissa menghubungi Carl akan tetapi tak dijawab, sudah berkali-kali dan tetap sama tak ada jawaban.

“Erghh! Menyebalkan sekali!” marahnya. Ia menghubungi Victoria dan Laurence, tapi mereka berdua pun sama tak menjawab panggilannya.

“Kenapa orang-orang di hari ini sangat menyebalkan?! Ishh!!!”

Clarissa hendak pulang, tapi pandangannya tak sengaja melihat Victoria dan Laurence sedang menyusuri lorong toko pakaian. Ia menghampirinya cepat.

“Untung aku melihat kalian berdua. Tolong bantu aku, pinjamkan aku kartu debit kalian untuk membayar barang-barang belanjaanku. Kartu debitnya Carl tidak bisa digunakan,” ucapnya tiba-tiba.

Victoria dan Laurence tampak tersentak. Bingung juga kenapa Clarissa tiba-tiba saja datang dan ingin meminjam kartu debit.

“Tumben sekali kartu debitnya Carl tidak bisa digunakan,” kata Victoria dengan dahi mengernyit.

“Mungkin dibekukan. Aku yakin, tidak mungkin uangnya habis. Aku tahu Carl tidak semiskin itu sampai-sampai uang di dalam kartu debitnya habis.”

“Aih? Kenapa dibekukan?” tanya Laurence ikut penasaran.

“Mungkin dia tidak mau uangnya aku pakai karena aku sudah bukan istrinya lagi.”

“Bukan istrinya lagi?” Victoria mengulangi perkataannya Clarissa. Ia takut salah dengar.

“Iya, aku dan Carl sudah cerai.”

“Jadi, alasan kamu meminjam kartu debit kita karena kamu sudah tidak punya uang? Karena kamu sudah cerai dari Carl?”

“Iya, aku mohon kepada kalian tolong pinjamkan aku kartu debit kalian ....”

Victoria dan Laurence bertukar pandang.

“Jujur, Clarissa. Aku mau berteman denganmu karena kamu istrinya penerus Van Der Enterprise. Sudah pasti kamu banyak uang,” kata Laurence yang membuat Clarissa mengernyitkan dahi.

“Aku pun, setelah tahu kamu sudah cerai dari Carl, aku pikir untuk apa juga aku masih berteman denganmu? Tidak ada barang-barang mewah lagi yang bisa aku dapatkan darimu.”

“Tunggu, kalian berdua memanfaatkanku begitu? Selama ini kalian berdua hanya ingin uangku saja?”

“Kami realistis, Clarissa. Kamu punya banyak uang kita temani, kamu sudah tak punya apa-apa kami tak mau menemani.”

“A-apa? Kenapa seperti itu?”

“Sudahlah, kami tidak mau menemani kamu lagi setelah kamu cerai dari Carl. Tidak ada barang-barang mewah yang dapat kami dapatkan darimu. Jadi, kasih kami jalan karena kami masih ingin berbelanja,” kata Laurence lalu melenggang bersama Victoria begitu saja tanpa mempedulikan Clarissa yang terdiam seribu bahasa.

POSSESSIVE BOSS
written by christian_drnn

terima kasih banyak sudah baca, have a great day! ramaikan chapter ini ya, tolong.

22 december 2023

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐏𝐎𝐒𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐕𝐄 𝐁𝐎𝐒𝐒Where stories live. Discover now