CHAPTER 14

851 15 0
                                    

“Kenapa kamu itu keras kepala sekali, huh? Berapa kali Daddy bilang, Daddy tetap tidak setuju kamu menikah bersama Clarissa! Apalagi sekarang dia sedang mengandung anakmu. Daddy semakin tidak suka kepadanya!”

“Tapi alasan Daddy membenci Clarissa tidak masuk akal, Dad,” jawab Carl dengan dahi mengernyit. Tangan kirinya sudah meremas erat besi pembatas tangga di lantai atas.

“Ingat, Carl. Clarissa anak dari orang yang Daddy benci! Sampai kapan pun Daddy akan tetap membencinya!”

“Itu saja terus yang Daddy bilang sebagai alasan Daddy tidak menyukai Clarissa. Jika Daddy tidak suka kepada Paman Andrew iya sudah jangan membenci Clarissa juga. Dia tidak tahu apa-apa permasalahan Daddy dengan Papanya.”

“Sama saja! Daddy akan membenci semua garis keturunannya! Bahkan jika anak kamu sudah lahir pun Daddy akan membencinya karena terlahir dari rahim perempuan yang Daddy benci!”

“Dad—”

Panggilan pun terputus. Carl menatap layar ponselnya yang sudah menunjukkan panggilan berakhir. Pria berusia dua puluh tiga tahun tersebut menghela napas berat. Mengusap wajah kasar. Benar-benar lelah.

Pertama. Clarissa yang selalu berontak ingin dilepaskan rantai yang membelenggu kaki. Melempar semua barang-barang tanpa terkecuali. Mengacak-acak seprai, pakaian bahkan menarik gorden sampai terlepas.

Kedua. Noah sangat menolak kabar bahagia yang Carl kasih—tentang kehamilan Clarissa. Carl merasa mulutnya sudah berbusa saking banyaknya ia menjelaskan jika sifat Noah sangat tidak jelas dan terkesan berlebihan.

Membawa permasalahan masa lalu ke kehidupan baru. Melibatkan Clarissa yang tidak tahu apa-apa. Perihal Noah yang membenci Andrew; Papanya Clarissa membuat Clarissa juga ikut dibenci oleh CEO Frederick Enterprise tersebut.

“Carlos lepaskan rantai ini dari kakiku! Sialan sekali kamu itu mengurungku seperti hewan ternak!” teriak Clarissa dari dalam kamar yang membuat Carl memutar tubuh. Menatap pintu kayu yang tertutup rapat di belakangnya.

Ponsel yang masih tergenggam pun dimasukkan ke saku celana depan. Bergegas membuka pintu kamar dan tepat pintu dibuka, piring yang sudah terisi oleh nasi serta lauk pauknya berceceran di lantai.

Carl menoleh ke arah mantan istrinya itu yang terduduk di dekat ranjang. Kedua tangannya masih berusaha melepaskan rantai yang membelit pergelangan kaki.

“Kamu melempar makanannya, Clarissa?”

“Kamu buta?!” Perempuan itu balik bertanya dengan nada tinggi.

“Kenapa kamu melemparnya? Ini makanan untuk kamu.”

Carl berjongkok. Membereskan nasi serta lauk pauknya ke atas piring. Mengambil sendok serta garpunya yang tidak jauh dari jangkauan.

“Aku tidak butuh makan! Aku butuh udara segar! Suntuk sekali aku di sini! Lama-lama aku bisa gila jika berdiam sepanjang hari di kamar! Aku butuh hiburan!”

Carl berlalu meninggalkan Clarissa yang melotot melihatnya pergi.

“Carlos sialan! Kenapa kamu meninggalkanku?! Aku sedang berbicara denganmu!” Clarissa berteriak. Ingin sekali mengejar, tapi rantainya tak cukup panjang untuk melewati pintu kamar.

“Sialan! Kenapa juga susah sekali melepaskan rantai ini!” Ia memukul kencang rantai tersebut yang membuat tangannya merasa sangat linu.

“Aw! Sialan! Sakit sekali! Ishh!”

Carl kembali datang dengan nasi dan lauk pauk yang baru. Jangan tanyakan dari mana, tentu saja pria muda itu membelinya dari luar. Dirinya tidak terlalu pandai memasak. Terlebih untuk makan malam pun memang sering membeli dibanding memasak sendiri.

𝐏𝐎𝐒𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐕𝐄 𝐁𝐎𝐒𝐒Where stories live. Discover now