CHAPTER 10

1K 19 0
                                    

Carl rindu Mamanya. Itulah yang saat ini dirasakan. Pria dua puluh tiga tahun itu sudah tampak rapi dengan setelan kantornya seperti yang sudah-sudah. Namun, sarapannya yang berbeda. Tidak ada roti selai dan tidak ada segelas susu vanila seperti biasanya.

Pastechi yang kemarin ia beli dari Jessica pun disantap setelah dipanaskan. Memang enak dimakan ketika hangat-hangat langsung ditiriskan dari penggorengan. Mengesampingkan kesehatannya dulu untuk pagi ini.

“Ini perasaanku saja atau memang benar jika semua rasa Pastechi itu sama?” gumamnya seraya menatap isian makanan tersebut yang baru saja digigit.

“Ini hampir sama seperti buatannya Mama.”

Menyuapkan potongan sisanya lalu mengambil tissue. Mengusap mulut; membersihkan sisa-sisa remahan serta minyak yang mengotori sudut bibir. Pandangannya teralihkan ketika mendengar langkah kaki menghampiri.

Clarissa datang berbalutkan dalaman berwarna merah gelap bercarang. Samar-samar masih dapat terlihat bagaimana rupa di baliknya. Kulitnya yang memang bersih sangat kontras dengan bekas ciuman Carl yang menghiasi leher serta dada.

“Good Morning my lovely husband,” sapanya seraya menumpu kedua tangan di bahu kokoh Carl. Mendaratkan satu kecupan di bibir pria muda tersebut.

Suaminya tersenyum. “Morning wife.”

Perempuan di hadapannya membalas ciuman. Masih bersikap seperti biasanya. Bangun, menyapa Carl, lalu sarapan. Clarissa tampak mengibaskan rambut ke belakang sebelum menoleh ke arah meja makan. Terdiam tatkala sarapan yang akan ia makan tak ada di tempatnya.

Carl mengernyitkan dahi halus tatkala Clarissa menoleh ke arahnya dengan tatapan lekat.

“Serius, Carl?” tanyanya. “Setidak penting itu kah aku di hidupmu?”

“Huh? Apa yang kamu bicarakan, Clarissa?” tanya Carl balik. “Tentu saja kamu penting dihidupku. Jika tidak penting aku pun tak akan menikahimu.”

“Jika kamu menganggapku penting di hidupmu, lalu sarapanku mana, Carl?! Biasanya juga ada. Roti selai dan segelas susu vanila. Kenapa sekarang tidak ada?!”

Carl terdiam beberapa saat. Dirinya lupa membuatkan Clarissa sarapan karena dirinya terlalu menikmati pastechi yang sudah lama ia tak makan. Carl terlena dalam rasa nikmatnya.

“Aku lupa. Kamu dapat membuatnya sendiri bukan?”

“Apa?! Kamu menyuruhku untuk membuat sarapan sendiri?” Clarissa menatap Carl dengan kedua bola mata yang membulat.

“Kenapa aku harus membuatnya sendiri? Kamu saja yang membuatnya.”

“Aku harus segera ke kantor, Clarissa.”

“Waktu untuk membuat sarapan bagiku tidak akan memakan waktu lama. Kamu masih sempat untuk mengolesi roti dan menuang susu ke dalam gelas.”

“Itu kamu tahu sendiri jika mengolesi roti dan menuang susu ke dalam gelas tidak akan memakan waktu banyak. Lalu kenapa tidak kamu saja yang membuatnya?” Carl membalikkan ucapan istrinya tersebut yang saat ini sudah menghela napas kasar.

Clarissa mengusap wajahnya kasar. Mengibaskan kembali rambutnya ke belakang. Menatap pria muda di hadapan dengan pandangan intens.

“Kenapa kamu itu tidak mau sekali menyiapkan aku sarapan, Carl?”

“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Clarissa. Kenapa kamu itu susah sekali menyiapkan aku sarapan? Enam bulan lebih kita menikah, tidak pernah satu kali pun kamu melayaniku selain di ranjang.”

“Jujur Carl aku malas sekali jika sudah membahas permasalahan itu.”

“Karena itu memang benar adanya. Kamu tidak bisa menerima kenyataan jika kamu memang tidak pernah melayaniku. Membuatkan aku sarapan tidak pernah. Membuatkan makan siang dan makan malam pun tidak pernah. Bahkan hanya untuk mencuci satu gelas pun kamu tidak pernah. Seberapa dimanjanya kamu waktu kecil sampai besarnya seperti ini, huh?”

𝐏𝐎𝐒𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐕𝐄 𝐁𝐎𝐒𝐒Where stories live. Discover now