Bab 9

94 16 0
                                    

"Ughhh...?"

Mata bulat berwarna hitam keabu-abuan itu berkedip pelan saat melihat atap yang asing di penglihatannya.

Dengan segera tubuh mungilnya duduk dengan satu tangan mencengkram erat selimut di badannya serta satu tangannya lagi menggosok mata kirinya dengan pelan.

"Ibu, ayah?" gumam anak tersebut dengan pelan sambil melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari atensi keberadaan kedua orang tuanya.

"Apa ibu dan ayah kembali bekerja? Tapi mereka berjanji akan meluangkan waktu jika aku memenangkan lomba," ujar anak tersebut dengan pelan lalu berdiri dan berjalan pelan kearah luar walaupun dengan susah payah sambil menyeret selimut kasar dari kulit binatang tersebut.

"Sejak kapan ibu dan ayah mempunyai rumah pohon?" gumam anak tersebut lalu turun dengan pelan menggunakan tangga yang dibuat oleh Felix untuk rumah pohonnya.

"Hehe, ini hari yang indah! Salju sudah mulai mencair yang menandakan jika musim semi akan segera tiba!" ujar Camila dengan bersemangat sambil menurunkan keranjang jamur yang kini sisa setengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hehe, ini hari yang indah! Salju sudah mulai mencair yang menandakan jika musim semi akan segera tiba!" ujar Camila dengan bersemangat sambil menurunkan keranjang jamur yang kini sisa setengah.

"Apa yang akan ku masak hari ini?" gumam Camila dengan pelan sambil melirik singkat bahan baku yang tersisa sebelum mengalihkan atensinya kearah suara berderak dari atas rumah pohon.

Iris mata indahnya terbuka lebar saat melihat Sei yang kini turun dari atas sana dengan mata mengantuk dan tangan yang masih setia memegang selimut.

"Sei! Hati-hati!" peringat Camila dengan bahasa Jepang yang membuat Sei melepas sesaat pegangannya karena suara Camila yang sedikit keras.

'Oh, tidak!' batin Camila lalu bergerak cepat untuk menangkap Sei yang kini telah kehilangan keseimbangannya dan terjatuh kebawah.

"Hah, tertangkap kau!" ujar Camila lalu memeluk erat Sei yang masih terdiam di pelukannya, mungkin efek terkejut karena baru saja jatuh dari ketinggian yang lumayan.

"Kamu tidak apa-apa Sei Chan?" tanya Camila dengan khawatir yang membuat Sei tersentak dan menunduk takut.

"Ma-maaf," ujar Sei yang membuat Camila mengerutkan keningnya.

"Kenapa kamu meminta maaf hm? Harusnya aku yang meminta maaf karena sudah meneriaki mu tadi," ujar Camila dengan lembut untuk meredakan ketakutan anak di pelukannya.

"Maaf! Hiks jangan hukum Sei, ibu, ayah!" ujar Sei semakin histeris dengan air mata yang terus berjatuhan.

"Sei?" tanya Camila dengan tidak mengerti akan ketakutan berlebihan dari sang anak di hadapannya.

'Kenapa dengan dia?' batin Camila dengan khawatir.

"Sayang, tenanglah, tidak ada yang akan menghukum mu. Kamu tidak salah Sei, jadi tenanglah bayi," ujar Camila dengan sangat lembut sambil mengusap pelan pipi Sei dengan satu tangannya untuk menenangkan dirinya.

 |Dr. Stone| • |Scientia|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang