Bab 1 (Awal Mula)

275 21 0
                                    

Suara keras dari gebrakan pintu menggema di ruang tertutup itu yang membuat sang empu yang berada di dalam terkejut singkat sebelum menghela nafas dengan ringan.

"Ada apa, Camila?" suara serak yang dikeluarkan oleh pemuda tersebut membuat orang yang baru saja menggebrak pintu mengerutkan keningnya.

"Aishh, sudah berapa lama kamu berada di ruangan tertutup seperti ini?" tanya Camila dengan menggerutu pelan lalu beranjak menuju jendela untuk membuka tirai agar cahaya masuk kedalam ruangan ini.

"Hahh, aku baru pergi selama 3 jam, Cami~ Berhentilah bertingkah seolah ruangan ini seburuk itu," ujar Felix sambil melepas kacamata bulat miliknya dan meletakkannya di atas meja dengan semua tumpukkan kertas yang berserakan.

"Ya, ya, ya, kau bilang jika ruangan ini tidak seburuk itu? Lalu ada apa dengan cahaya yang minim dan semua tumpukkan kertas yang ada di lantai itu?" tanya Camila sambil menyilangkan lengannya.

"Hahh, aku tidak bisa membantah yang itu," ujar Felix lalu mendekat kearah Camila dan menopangkan dagunya di bahu Camila.

Dengan senang hati Camila menerimanya dan mengelus rambut putih Felix yang kini memanjang hingga menutupi lehernya.

"Rambut mu sudah sepanjang ini, apa kamu tidak ingin memotongnya?" tanya Camila dengan ringan.

"Aku tidak ada waktu," ujar Felix sambil memejamkan matanya dan menikmati elusan dari Camila.

"Memangnya apa yang kau teliti saat ini?" tanya Camila lalu mengalihkan atensinya kearah burung batu yang berada di atas meja.

"Itu, bukankah itu adalah burung walet yang menjadi kasus fenomenal di dunia saat ini?" tanya Camila dengan kening berkerut.

"Kamu benar, aku sedang meneliti mengapa mereka semua membatu seperti itu," ujar Felix sambil mengangkat kepalanya dari bahu Camila.

"Jadi apa yang sudah kamu temukan?" tanya Camila dengan penasaran.

"Setelah aku melalukan analisis fluoresensi sinar-X menunjukkan jika batu tersebut sebagian besar terbuat dari besi dan sedikit emas. Sisanya adalah karbon dan nitrogen," ujar Felix yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Camila.

"Apa ada lagi?" tanya Camila.

"Yah, ada hal luar biasa yang aku ketahui. Aku mendeteksi kesadaran di dalam patung dengan osiloskop dan mengukur voltase, yang akan menghasilkan sinyal listrik kecil yang sesuai dengan gelombang otak pada spesimen yang sadar," ujar Felix yang membuat Camila membeku.

"Dengan kata lain, burung ini masih hidup?" ujar Camila yang dibalas dengan senyuman tipis oleh Felix.

"Sangat pintar! Tebakkan mu benar, Cami~" ujar Felix.

"Sudah lima bulan sejak fenomena ini terjadi, dan di lihat dari ukuran burung ini, bukankah ini adalah burung dewasa?" gumam Camila tetapi masih terdengar oleh Felix.

"Dilihat dari ketebalan batu serta kerasnya batu itu, aku bisa menduga jika itu baru di batukan sekitar 3 bulan yang lalu," balas Felix.

"Dengan memperkirakan bentuk tubuh serta struktur tulang burung walet ini, kupikir umur burung ini sekitar 5-6 tahun?" gumam Camila sambil melihat ukuran burung yang terbilang kecil itu.

"Andai aku bisa melepas pembatuan ini, kurasa aku bisa membedah tubuhnya lebih lanjut untuk memperkirakan umurnya," lanjut Camila yang membuat Felix terkekeh ringan.

"Kamu keluar dari konteks yang dituju, Cami~ Kita mencari tahu umurnya untuk memperkirakan berapa lama burung ini bertahan, Jika ternyata gelombang kesadarannya masih bertahan hingga lewat dari siklus hidupnya yaitu sekitar 16-18 tahun, bisa disimpulkan jika pembatuan ini membuat burung itu abadi," jelas Felix dengan panjang.

 |Dr. Stone| • |Scientia|Where stories live. Discover now