Track 32: Footage

6.9K 1.1K 49
                                    

Wulan

Setelah mengambil 'cuti' selama dua minggu, akhirnya aku kembali ke kantor. Dua minggu ini berjalan begitu saja. Aku benar-benar kehilangan orientasi waktu. Aku tidak ke mana-mana, hanya mengurung diri di rumah. Aku juga membatasi diri untuk tidak mengecek media sosial, karena namaku menjadi konsumsi publik. Apakah berita soal "Kamila" masih ada atau sudah berganti dengan berita lain, aku tidak tahu. Aku juga tidak peduli. Kali terakhir mengecek media sosial, aku mendapati berita Ira balikan dengan Elkie, dan aku menyesal sudah melakukannya.

Detik itu, aku refleks tertawa. Bang Akbar memakai namanya sendiri di berita tersebut. Selama ini dia bersembunyi di balik namaku dan menjadikanku umpan, sekarang dia sengaja mencari keuntungan di tengah pemberitaan.

Aku berusaha untuk tidak peduli pada berita itu. Bukan urusanku jika Elkie balikan dengan Ira atau pacaran dengan siapa pun. Namun, aku tidak bisa membantah kenyataan bahwa ada bagian hatiku yang tergores oleh berita tersebut, membuatku berharap berita itu hanya isapan jempol belaka.

Keadaan kantor tidak pernah secanggung ini. Sejak kedatanganku tadi pagi, semua mata menatap ke arahku. Beruntung sekarang aku berada di desk otomotif dan Bang Oscar tidak peduli dengan gosip di luar sana. Berbeda dengan rekanku di desk hiburan. Bukan hanya Bang Akbar, rekan kerjaku dulu juga terang-terangan meminta quotation dariku, demi memenuhi kuota tulisan harian.

Ketika memandang sekeliling, rasa tidak nyaman semakin menjadi-jadi. Jauh lebih parah dibanding yang kurasakan selama ini. Jika sebelumnya aku masih berharap media ini bisa membukakan jalan untuk mendapatkan keadilan bagi Papa, sekarang harapan itu sudah sirna. Tidak ada lagi yang bisa membuatku bertahan di sini.

Terlebih ketika aku dipaksa cuti karena mereka menganggapku mencoreng nama baik Click.

Denting notifikasi email menyita perhatianku. Aku membuka email dan mendapati pesan dari pengacara Elkie.

"Selamat siang, perkenalkan saya Remy Hamzah dari Hamzah & Partners yang ditunjuk oleh Elkie untuk mewakilimu. Saya mendapat penawaran dari pihak MusiKata terkait lagu "Kamila" dan lagu lain milik ayahmu.

Setelah bertemu dengan pihak MusiKata, mereka setuju untuk melakukan peninjauan ulang terkait empat lagu yang diciptakan Teguh Pribadi. Saya akan mengawasi setiap proses dan mereka setuju melibatkan pihak independen sebagai tim penilai. Tim independen ini akan mendesak Dirga untuk menyerahkan master file milik ayahmu. Begitu master file tersebut berada di tangan tim independen, mereka bisa memberikan penilaian menyeluruh. Jika hasilnya bepihak padamu, kita bisa menuntut mereka untuk memberikan royalti kepadamu dan Raja.

Saya menyarankan untuk saat ini, kita fokus pada pembuktian. Setelah terbukti, kita bisa menuntut pengakuan atas pencipta yang sebenarnya.

If you have anything to ask, feel free to contact me. I will keep you update."

Mataku terasa berat saat membaca email tersebut. Meski awalnya aku keberatan dan menganggap Elkie terlalu ikut campur, detik ini yang kurasakan justru sebaliknya. Setelah selama ini berada di lorong gelap, akhirnya aku bisa melihat cahaya menunggu di ujung lorong. Jalan keluar yang selama ini kucari akhirnya terlihat juga. Meski untuk menuju ke sana masih butuh perjalanan panjang.

Hatiku mencelus ketika perasaan bersalah menghantamku. Aku membiarkan ego dan asumsi menguasai sehingga tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Selama ini aku berjuang sendiri, terbiasa melakukan apa pun sendiri, dan ketika ada yang mengulurkan tangan untuk membantu, aku malah menepisnya. Aku menolaknya, di saat yang seharusnya kulakukan adalah menerimanya.

Tanpa sadar aku telah melukai Elkie. Detik ini, ketika aku bisa berpikir jernih, aku menyadari semua kebodohanku. Bukan Elkie yang mengkhianatiku, aku yang telah menyia-nyiakan kehadirannya.

Aku menunduk, menahan diri untuk tidak menangis. Ini bukan tempat yang tepat untuk menangisi semua kebodohanku.

"Lan, akhirnya ngantor juga lo."

Aku mengangkat wajah dan bersitatap dengan Bang Akbar yang bersandar di kubikelku. Berbanding terbalik denganku, dia malah cengengesan seperti baru saja memenangkan lotre.

"Mau apa?" bentakku.

"Lo benar-benar, ya. Kenapa enggak bilang lo pacaran sama Elkie? Terus lo juga menyimpan berita soal bokap lo gitu aja. Pantas lo ngotot mau nulis soal pencurian lagu. Kalau lo bilang Kris yang mencuri lagu bokap lo, enggak bakal gue ngehalangin buat bikin feature," jawabnya enteng.

Aku mengepalkan tangan erat-erat. Bisa-bisanya ada manusia tidak tahu diri seperti ini.

"Lo bikin berita eksklusif ya. Kerjaan lo di otomotif kan dikit, nanti gue yang bilang ke Oscar, kuota harian lo setengahnya dipakai buat hiburan," lanjutnya.

Aku menutup laptop keras-keras dan bangkit berdiri. Napasku memburu saat berhadapan dengan Bang Akbar. Aku harus mati-matian menahan diri untuk tidak menghajar manusia kurang ajar satu ini.

"Lo aja yang bikin sendiri, bukan urusan gue." Aku berlalu dari hadapannya. Tidak peduli pada pekerjaanku, aku keluar dari ruang redaksi.

Tidak ada lagi yang bisa membuatku bertahan di sini. Kalaupun mereka memecatku dengan tidak hormat, aku tidak peduli.

Semua hal yang terjadi saling tumpang tindih. Aku seperti melayang, tidak sadar akan apa yang kualami. Aku baru tersadar sepenuhnya ketika sampai di rumah dan mendapati Elkie menungguku.

Langkahku berhenti di dekat mobilnya. Hatiku menyuruh untuk berlari dan memeluknya. Namun aku meneguhkan kaki, tidak beranjak dan hanya menunggu hingga akhirnya Elkie yang bergerak mendekatiku.


PS: Silakan berkunjung ke KaryaKarsa untuk tahu dari PoV Elkie.

The Bachelor's ScandalWhere stories live. Discover now