Track 12: Blind Item

10.3K 1.8K 73
                                    

Wulan

"Ayolah, guys. Masa kalian enggak ada ide?" Bang Akbar berjalan mondar mandir, tangannya bergerak seperti konduktor yang memimpin paduan suara.

Rapat kali ini sama kayak rapat sebelumnya. Bang Akbar masih menyuruh editor untuk mengutarakan ide demi mengatasi traffic desk hiburan yang makin merosot. Bukannya enggak ada ide, tapi aku keburu malas karena ujung-ujungnya enggak akan ditindaklanjuti.

"Kita sudah menambah kuota tulisan, tapi hasilnya belum signifikan."

Aku menunduk untuk menyembunyikan tawa. Tentu saja tambahan jumlah tulisan enggak menghasilkan kenaikan traffic.

"Menurut kalian kenapa cara ini enggak works?"

"Enggak efektif, Bang." Aku buka suara dan langsung menyesalinya begitu Bang Akbar mendelik ke arahku. Kepalang basah, sekalian aja menyebur. "Asumsi kasarnya, menambah kuota seharusnya bikin pageviews bertambah, tapi perlu dipertimbangkan juga visibility. Apalagi channel distribusi kita enggak ditambah jadinya banyak yang diunggah, banyak juga yang kelelep."

"Lo ada ide lain? Selain long form journalistic lo itu," sindirnya.

Sejenak aku ragu untuk menyampaikan ide, karena pengalaman mengajarkanku bahwa ide sebagus apa pun enggak ada artinya di mata Bang Akbar. Namun, tatapannya tertuju kepadaku, menunggu sampai aku buka mulut. Sepertinya dia sengaja dan aku yakin dia sudah punya stok bantahan yang pastinya membuatku naik pitam.

"Investigasi," balasku. Aku buru-buur melanjutkan karena ekspresi Bang Akbar langsung berubah masam. "Ada blind item yang menyebut telah terjadi pencurian hak cipta di lagu lama yang terkenal banget."

Ekspresi Bang Akbar berubah semangat. Kini aku telah menyita seluruh perhatiannya.

"Lo dengar di mana?"

"Rame di grup wartawan," jawabku asal. Itu kebohongan belaka. Tidak ada rekan wartawan yang membicarakannya. Aku ingin membawa isu ini ke permukaan, dan Bang Akbar yang haus gosip enggak akan mengabaikan berita ini.

"Siapa?" cecarnya.

Aku mengangkat bahu. "Belum ketahuan siapa. Kasih gue waktu buat investigasi sampai ketemu faktanya."

Bang Akbar menjentikkan jari. "Lo bikin rubrik khusus blind item. Berita pertama soal ini. Kita lempar bola panas, biar orang-orang tahu."

Bukan ini yang kuinginkan. Melempar berita mentah yang terdengar seperti gosip hanya membuat rencanaku berantakan.

"Kita enggak bisa asal lempar berita, Bang. Kasih gue waktu..."

"Kelamaan. Bikin ala-ala blind item di luar negeri, nanti publik yang berspekulasi. Kita goreng aja beritanya." Bang Akbar menunjuk Nisha. "Lo juga cari blind item lain. Pasti banyak yang bisa dibikin, bisa juga cerita di belakang layar artis-artis. Enggak usah sebut nama, pakai inisial aja."

Nisha mendesah pasrah, sementara aku makin panik. Kenapa jadi begini?

"Bang, dengan investigasi, hasilnya bakal heboh kalau terbukti benar. Kita bisa rilis berita eksklusif." Aku berusaha mempertahankan diri.

"Terus kita bakal makin merosot? Ini media online, Lan. Harus real time."

Aku menggeleng, membuat wajah Bang Akbar makin masam.

"Invesitgasi biar jadi kerjaannya anak cetak aja," tegasnya.

Aku putuskan untuk menutup mulut dan menulikan telinga dari argumentasinya karena enggak mau terpancing emosi. Mungkin memang seharusnya aku menginvestigasi diam-diam, melanjutkan hal yang sudah kulakukan selama ini.

The Bachelor's ScandalWhere stories live. Discover now