Track 25: Clarification

10.9K 2.2K 142
                                    

Wulan

Aku mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha meyakinkan diri bahwa yang ada di hadapanku saat ini adalah Elkie. Dia berada di ranjang rumah sakit yang kutempati, tubuh besarnya begitu menguasai dan membuatku terdesak ke dalam pelukannya. Bisa-bisanya aku menjadikan dadanya sebagai bantal sepanjang malam.

"Om, ngapain di sini?" tanyaku. Aku berusaha mengambil jarak tapi infus yang tertancap di lengan membuat pergerakanku terbatas.

Elkie menggeram pelan. "Masih aja manggil Om," gerutunya. Dia mengangkat tubuh lalu turun dari tempat tidur. Elkie meregangkan otot-ototnya yang kaku karena dipaksa tidur di ranjang rumah sakit yang sempit.

Bukannya mengalihkan muka, aku terang-terangan memandangi Elkie. Mengagumi punggung liatnya yang kokoh, pundak lebarnya yang tampak kuat, juga otot-ototnya yang kekar. Kalau ada definisi seksi untuk laki-laki, Elkie pantas mendapatkannya.

"Masih pagi, Neng. Udah jelalatan aja matanya."

Aku refleks melemparnya dengan bantal. Elkie tidak sempat menghindar, bantal itu mengenai tubuhnya. Dia terkekeh sambil memungut bantal, lalu mengembalikannya ke tempat semula.

"Siapa yang nawarin buat tidur di sini?" tanyanya. Dengan sebelah alis terangkat dan senyum miring di wajahnya, dia sedang meledekku.

Ingatanku memutar kejadian semalam. Aku sudah tertidur ketika tiba-tiba terbangun dan mendapati Elkie tertidur di kursi. Rasa kasihan membuatku menawarkan sisi tempat tidur yang kosong kepadanya.

Wajahku memerah. Aku pasti berubah jadi kepiting rebus.

"Dasar Liliput pelupa," ledeknya. Dengan santai Elkie mengacak rambutku. Aku meringkuk untuk menghindar, tidak mau dia merasakan rambutku yang berminyak dan lepek.

Ingatanku juga mengenang gosip Elkie dan Ira yang ramai. Kembali ada rasa sesak di dadaku, aku tidak bisa terima akan adanya gosip itu. Tidak ada hubungannya denganku, tapi rasanya ingin membungkam siapa saja yang membicarakan gosip itu.

Elkie beranjak menuju nakas dan mengecek handphone. Raut wajahnya mengeras, membuatku bertanya-tanya pesan apa yang dibacanya.

"Pasti soal Ira." Rasanya ingin menjahit mulutku sendiri karena tidak sempat berpikir sebelum melontarkan pertanyaan itu.

Elkie melirikku sekilas. "Begitulah."

Seharusnya aku melupakan pembahasan itu, tapi yang terjadi malah sebaliknya. "Dia mau ngapain?"

Elkie menduduki pinggiran tempat tidur. Punggungnya membelakangiku, membuatku tidak bisa membaca air mukanya. "Gosip soal simpanan itu bikin dia panik, dia enggak mau kehilangan kontrak film."

"Apa hubungannya?"

Elkie menoleh ke balik pundaknya. "Ira minta balikan. Pura-pura, biar publik enggak lagi mengaitkannya dengan gosip itu."

"Bukan gosip namanya kalau kejadiannya benar," gerutuku. Dadaku bergemuruh saat mendengar ucapan Elkie. Bagaimana kalau Elkie menerima ajakan Ira untuk balikan? "Aa mau balikan sama dia?"

Tangan Elkie terulur untuk menyentuh rambutku, dan kali ini aku tidak berkeinginan menjauh. Aku membiarkan tangannya berada di kepalaku, sementara aku menunggu jawabannya dengan dada berdebar.

"Ira bukan urusanku lagi. Enggak akan balikan, sekalipun pura-pura. Cukup sekali aja aku pura-pura, Neng." Tatapannya terasa menusuk saat menatapku.

Aku menelan ludah. Elkie baru saja mengingatkanku bahwa hubungan ini tak lebih dari sandiwara. Baik aku atau Elkie sama-sama membiarkan hubungan pura-pura ini berjalan lebih lama dibanding yang seharusnya. Sudah saatnya hubungan ini disudahi.

The Bachelor's ScandalWhere stories live. Discover now