Track 9: Feature

9.2K 1.8K 133
                                    

Wulan

Aku membuka jendela dan membiarkan udara segar menyapa wajahku. Sambil memejamkan mata, aku menghirup udara Sukabumi dalam-dalam.

"At least selama empat hari ke depan, gue enggak perlu senewen sama polusi," ujarku. Aku sengaja mengeluarkan kepala dan membiarkan angin menampar wajah saat Elkie memarkir mobil di bagian depan resort.

Begitu mobil berhenti dengan sempurna, aku membuka mata. Aku menangkup tangan di dada dan menghela napas panjang berkali-kali. Setelah sampai di sini, enggak lama lagi bertemu keluarga Elkie, jantungku memutuskan utnuk berdebar lebih cepat.

"Gue deg-degan." Aku mengaku.

Elkie tertawa kecil. "Kalau mau mundur, lo balik sendiri ke Jakarta. Gue enggak mau nganterin."

Aku mendecakkan lidah. Lagipula, kenapa aku berharap dia mau menenangkanku? Enggak mungkin banget raksasa satu ini berbaik hati membantuku mengatasi gugup. Dia bahkan meninggalkanku yang masih sibuk meredakan debar jantung.

"You can do it. Let's go." Aku menepuk pundak, berusaha agar bisa bersikap normal, lalu menyusul Elkie keluar dari mobil.

Dia sudah membawa turun koperku, jadi aku menyusul Elkie yang tengah bicara dengan karyawan. Aku tersenyum canggung saat berada di dekat mereka, enggak mengerti apa yang mereka bicarakan dalam Bahasa Sunda.

"Ini tolong dibawa ke villa yang di belakang. Kosong kan?" tanya Elkie.

Karyawan itu mengangguk. Dengan cekatan, dia membawa koperku dan Elkie, lalu berlalu ke dalam resort.

"Udah enggak mau kabur lagi?" tanya Elkie, setelah tinggal kami berdua.

Aku menegakkan tubuh, juga mengangkat dagu setinggi mungkin untuk meyakinkan Elkie kalau aku bukan pengecut yang memilih untuk mundur di detik terakhir.

"Let's go," seruku.

Aku beranjak mendahuluinya, tapi langkahku terhenti saat Elkie menahan lenhanku. Dia menarikku hingga aku terjerembab ke dadanya. Setelahnya, dia merangkulkan lengannya di pundakku.

"Wait, apa-apaan, nih?" Aku menggeliat, berusaha melepaskan diri.

"Lan..." geramnya.

Aku masih menggeliat, seentara Elkie mempererat rangkulannya. "Selama di sini, lo pacar gue. Cuma rangkul doang, bisa kan?"

Dia ingin membuat sandiwara ini ke tingkat lebih tinggi agar keluarganya percaya. Kalau keluarganya peka, mereka pasti akan mencium kebohongan ini. Dengan berat hati, aku setuju dengan Elkie.

"Awas lo, jangan macam-macam."

Dia kembali menggeram, aku enggak bisa menangkap dengan jelas gerutuannya.

Elkie membawaku memasuki resort. Debaran jantungku makin enggak keruan ketika jarak yang menghubungkanku dengan keluarga Elkie semakin dekat. Namun, ada alasan lain yang membuat jantungku jadi kayak marching band ini.

Kedekatan dengan Elkie.

Aku tersentak, lalu menggeleng. Pikiran ngaco. Masa iya aku deg-degan karena dirangkul Elkie? Rangkulan ini enggak ada artinya, cuma pura-pura agar keluarganya percaya kami pacaran. Aku mengomel dalam hati, mencegah otakku agar tidak berpikir terlalu jauh.

"Oo,..."

Teriakan itu membuat langkahku terhenti. Elkie melepaskan rangkulannya, dan tidak lama, empat orang anak—semuanya laki-laki—menyerang Elkie sampai terjatuh. Untung aku keburu menghindar, jadi enggak ikut jatuh. Sementara itu, Elkie malah tertawa meski empat monster kecil itu mengerubunginya.

The Bachelor's ScandalWhere stories live. Discover now