Track 6: Hoaks

9.9K 1.8K 59
                                    

Wulan

Di bulan ketiga bekerja di Click, Bang Akbar mulai berulah dengan mengganti judul atau isi berita tanpa seizinku, tapi tetap mencatut namaku. Baik sebagai penulis atau editor. Setelahnya, dia semakin semena-mena. Dia tidak lagi ragu menulis berita menggunakan akun milikku. Aku sudah sering protes. Bahkan Pak Thomas sudah memberi teguran. Bang Akbar cuma cengengesan dan bilang enggak akan mengulang.

Nyatanya?

Aku dikejutkan dengan berita yang mengataskanamakan namaku. Bang Akbar beneran menulis berita soal video Elkie yang ramai di Tiktok. Video itu diketahui oleh akun gosip dan disebarluarkan sampai viral.

"Lo kebiasaan deh, Bang." Aku protes.

Bang Akbar mengangkat tangan. Wajahnya enggak mnunjukkan ekspresi bersalah. "Enggak penting siapa yang nulis. Yang penting dapat pageviews tinggi."

Bisa-bisanya dia bilang ini enggak penting? Tentu ini akan jadi masalah. Aku yang dihujat. Aku yang jadi bulan-bulanan publik. Aku yang dikritik negatif, disebut membawa dampak buruk pada profesi jurnalis. Aku memang sudah mengganti nama penulisnya, tapi terlambat.

Once you published your story online, it will always be there. Screenshot menjadi senjata paling mematikan.

"Kita udah bisa bounce back. Berita si Elkie ngasih banyak pageviews bulan ini."

Mengabaikan sopan santun, aku meninggalkan ruang redaksi. Masih ada jatah dua tulisan lagi, tapi aku enggak peduli. Anggap saja ini sebagai bentuk pemberontakan kecil yang kulakukan.

Kejadian ini akan memperparah persepsi Elkie. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapannya jika mengetahui soal berita ini. Di sisi lain, Mbak Yenni mewanti-wanti agar aku menjaga sikap. Proyek ini penting banget untuknya. Untukku juga. Aku butuh bayaran 40% dari nilai kontrak yang ditawarkan Mbak Yenni, juga kesempatan sebagai co-writer.

Menjadi penulis biografi adalah cita-citaku. Ini kesempatan langka, belum tentu aku bisa mendapat kesempatan yang sama. Ketika bekerja di LightSound, aku memiliki portofolio bagus. Namun, Click membuatku dipandang sebelah mata. Aku sadar, posisi sebagai editor Click membuatku dipandang rendah sebagai penulis gosip. Aku enggak akan dianggap serius untuk diberikan tanggung jawab menulis biografi.

Seharusnya aku resign, tapi aku enggak mungkin berhenti tanpa ada pekerjaan lain. Aku enggak punya privilege bisa resign sesuka hati. Aku butuh gaji untuk makan, juga untuk membiayai kuliah Raja. Aku masih perang dingin dengan Raja yang memutuskan untuk bekerja, bukannya kuliah. Aku sudah berjanji pada orang tuaku untuk menjaga Raja, sekaligus memastikan pendidikannya terpenuhi.

Aku melanglah keluar dari gedung Click. Enggak ada tujuan yang jelas, aku cuma mau menjauh dari ruang redaksi dan Bang Akbar yang membuat emosiku mendidih. Aku sedang melintasi parkiran ketika mendengar suara berat memanggil namaku.

Enggak perlu menoleh untuk tahu si pemilik suara.

Aku menghela napas panjang sebelum memutar tubuh dan berhadapan dengan Elkie. Dia bersedekap di depanku. Badannya yang besar itu mampu membuat siapa pun mengkeret ketakutan. Termasuk aku. Ditambah dengan sejarah di antara kami membuatku semakin ingin menghilang dari depannya.

Di depan Elkie, aku memasang ekspresi keras dan berusaha untuk tidak terpengaruh. Aku mendongak, berdiri tegak agar kelihatan tinggi dan tidak terpengaruh oleh kehadirannya. Sesuatu yang percuma.

He's too big.

Well, mungkin aku yang terlalu kecil. Tinggiku tidak bertambah sejak SMA. Di mana pun, aku selalu menjadi sosok paling pendek. Aku capek dianggap remeh karena punya badan kecil. Tinggiku hanya 155cm, membuatku sering dikira lebih muda dibanding usiaku. Di antara rekan sesama editor, aku yang paling sering diremehkan karena aku perempuan dan punya badan kecil. Rekan kerjaku sering menganggap sebelah mata, tidak pernah menanggapi dengan serius, hanya karena aku perempuan dan postur tubuhku.

The Bachelor's ScandalWhere stories live. Discover now