Bab 28 - Save The Prince pt.2

100 4 0
                                    

"Just because someone carries it well, doesn't mean it's not heavy." - Adam Adhitama

.

.

Pada awalnya, Adam tidak bisa mengelak dari perasaan gusar yang mengganggunya di kala dia membayangkan anak-anak yang dia ajar adalah orang yang sama yang merundung Yayan. Namun, ketika dia berdiri di depan kelas dan melihat wajah-wajah anak muridnya yang belum terpoles kerumitan usia dewasa, hatinya melunak.

Anak-anak itu hanya terpengaruh dari kata-kata yang mereka dengar dari orang dewasa sekitarnya. Apa yang mereka lakukan atau tindakan yang mereka ambil adalah hasil cerminan dari yang dia lihat di sekelilingnya.

Keluguan merekalah yang membuat mereka seperti itu.

Dan hal itu bisa diperbaiki.

Benar, Adam bisa memperbaikinya dengan memanfaatkan keluguan itu. Namun, alih-alih langsung memberitahukan secara verbalisasi; bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah salah; bahwa Yayan adalah korban dan bukan pelaku, Adam lebih memilih untuk memberitahukan secara tersirat melalui permainan-permainan yang sudah dia buat.

Alasannya karena anak-anak itu akan menolak mentah-mentah sudut pandang yang berbeda dari yang dia dapatkan dari orang sekitarnya. Jadi, satu-satunya cara adalah dengan membiarkan mereka melihat dan menilai sendiri sudut pandang baru yang Adam berikan pada mereka melalui permainannya.

Selama permainan berlangsung, Adam bisa melihat antusias anak muridnya menjawab pertanyaan yang diberikan Kiara. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya seputar kosakata, idiom, dan kalimat bahasa Inggris yang harus mereka artikan ke bahasa Indonesia. Adam tidak memberikan pertanyaan yang sulit sebenarnya, tapi bagi mereka yang jarang tersentuh oleh sesuatu berbau bahasa Inggris itu cukup sulit dan menantang.

Tiap kali salah satu dari mereka berhasil menjawab pertanyaan, mereka langsung berseru penuh kemenangan, bersahut-sahutan memuji teman mereka itu. Sampai akhirnya tersisa satu baris tehel yang memisahkan antara mereka dan Yayan.

"Satu pertanyaan terakhir," kata Kiara, dia membuka tutup spidol di tangannya dan mulai menulis di papan, "apa arti dari friends never lie?"

Mata mereka yang sebelumnya berbinar menunggu Kiara memberi pertanyaan berubah bingung. Mereka melemparkan pandangan satu sama lain, berharap ada seorang yang bisa menjawab pertanyaan itu.

Adam yang sedang menyandera Yayan dengan satu tangannya berada di leher anak laki-laki itu tertawa bagaikan seorang penjahat di film anak-anak. "Kalian semua tidak akan bisa menjawab pertanyaan itu dan Yayan akan selamanya aku sandera. HAHAHA."

Teriakan ketegangan, namun penuh senyum menggelegar di dalam kelas.

"Tunggu dulu, Kak Adam." seru seorang anak perempuan dengan kuncir kuda yang tinggi, Tias. Dialah yang paling banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan Kiara. "Kalau friends itu teman, never itu tidak pernah, kalau lie apa?"

Adam melihat ke Kiara. Dia tadi sudah memintanya untuk membantu mereka jika mereka tidak tahu jawabannya.

"Kenapa begitu? Kamu bilang aku ada di pihak netral, tapi kenapa sekarang kesannya aku seperti pro ke anak-anak," balas gadis itu tadi.

Adam hanya bisa menjawab, "kita di sini bukan buat mereka kalah, Kiara. Jadi, kita harus buat mereka menang tanpa merasa kemenangan mereka itu tidak dibuat-buat."

"Kenapa gak kamu aja yang bantu?" tanya Kiara lagi.

"Yah, masa si penjahat yang bantu, sih. Kan kontradiksi sama tugasnya."

METANOIA [REWRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang