BAB 2 - Tanggung Jawab yang Tidak Terduga

661 74 6
                                    


"Stop thinking too much. Just do it right away." – Leo Putra Rajendra


Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari enam jam, enam posko dari kecamatan Bonto Wihara semua berkumpul di kantor camat. Perwakilan dari desa Sakra datang dengan mobil pick up. Para laki-laki dari posko dua langsung bergerak mengambil barang mereka yang tidak banyak, lalu menaruhnya di mobil. Kemudian berangkatlah mereka ke rumah kepala desa, rumah yang akan mereka tinggali selama dua bulan KKN.

Si tuan rumah sudah menunggu kedatangan enam mahasiswa KKN di teras rumahnya bersama dengan istrinya. Ada dua sofa lebar dan empat sofa single yang melingkari meja persegi panjang di teras. Goreng-gorengan dan teh panas sudah disiapkan untuk mereka di meja itu.

Begitu melihat rombongan mahasiswa KKN datang, senyum kepala desa melebar. Dia langsung berdiri dari duduknya dan mengajak mereka untuk duduk di sofa. Kepala desa itu tampak berumur akhir 40-an dengan perawakan tinggi kurus dan rambut tipis yang dicukur rapi. Sementara itu, istrinya bertubuh gempal dan pendek dengan wajah bulat yang ramah.

"Oke," katanya senang, "karena semuanya ada di sini. Jadi bagaimana kalau kita mulai saja?"

Keenam mahasiswa yang tampaknya belum terbiasa dengan sekitarnya, mengangguk canggung.

"Jadi, perkenalkan saya kepala desa di sini. Kalian bisa panggil saya Pak Kades dan ini Bude," katanya sambil menunjuk istrinya yang duduk di sampingnya."Karena ini pertemuan pertama kita, coba kalian perkenalkan diri kalian masing-masing. Mulai dari cowok di ujung sana."

Adam yang ditunjukan oleh kepala desa segera menampilkan senyumnya dan berkata, "Halo, Pak, Bu, perkenalkan namaku Adam dari jurusan Sastra Inggris."

"Aku Elvian Qaid Arkana, bisa panggil Vian dari jurusan Sistem Informasi," lanjut Vian yang ada di samping Adam.

Kemudian giliran Leo. "Aku Leo dari Manajemen."

"Aku Amanda dari jurusan Hukum," lanjut Amanda sambil tersenyum kikuk.

"Aku Kiara dari Arsitektur," kata gadis berwajah datar di samping Oliv.

Lalu yang terakhir."Halo," sapa Oliv penuh dengan senyum, "aku Olivia Mahavira, dari jurusan HI."

Setelah perkenalan singkat itu, kepala desa kemudian melanjutkan bicaranya mengatakan betapa senangnya dia setelah mengetahui akan ada mahasiswa Universitas Bayudharma yang akan melakukan KKN di desa mereka. Katanya lagi, karena ada banyak hal yang terjadi sudah setengah tahun desa Sakra tidak kedatangan mahasiswa KKN. Namun, pak kepala desa tidak menjelaskan dengan rinci hal apa itu.

Tanpa sadar, Leo melirik ke arah Oliv dan seperti yang dia duga, gadis yang selalu mau tahu itu sedikit mengernyit karena kepala desa tampak enggan menjelaskan dengan detail hal apa yang dia maksud.

"Kalian sudah menentukan ketua kalian?" tanya kepala desa, melemparkan pandangannya pada keenam mahasiswa itu.

"Kami belum menentukan posisi kordes, Pak,' jawab Oliv dengan sigap.

"Kenapa belum? Seharusnya kalian sudah memutuskannya sebelum sampai di lokasi KKN."

Keenam dari mereka saling memandang.

"Kami sebenarnya pernah berencana untuk mendiskusikan terkait itu, Pak, cuman karena kami belum dapat waktu yang pas untuk bertemu secara lengkap dan kami tidak ingin hanya mendiskusikannya lewat grup saja, jadi kami setuju untuk mendiskusikannya begitu sampai di sini, Pak." Adam menjelaskan dengan tenang.

Kepala desa mengangguk-angguk tanda mengerti. "Kalau begitu tentukan sekarang saja. Apa ada yang mau menawarkan diri?" tanyanya lagi.

Dan lagi-lagi seperti yang Leo duga Oliv mengangkat tangannya dengan percaya diri. Ternyata gadis itu sama sekali tidak berubah, gumam Leo dalam hati. Dia masih suka mengontrol rupanya.

METANOIA [REWRITE]Where stories live. Discover now